Sore harinya
Bu Javeda, Jalal dan Jodha duduk santai di amben teras depan sambil berbincang,
dari kejauhan nampak beberapa perempuan berjalan dengan tangan memegang
keranjang yang berisi pakaian kotor.
Jodha nampak
penasaran, “Mereka mau kemana, Bu? Sepertinya membawa pakaian kotor?”
“Oh itu,
biasanya para wanita disini senang mencuci pakaian disungai daripada dirumah.”
Jelas Bu Javeda.
“Kamu gak pengen
ikut, Jo? Sekalian nyari pengalaman baru tuh nyuci pakaian disungai.” Jalal
ikut menyela. Jodha diam mikir.
“Iya, Nak
Jodha, menyenangkan sekali loh mencuci disungai, sekalian bisa nambah saudara." Kata Bu Javeda tersenyum.
“Tapi, saya
belum pernah mencuci pakaian saya sendiri, Bu. Biasanya saya hanya tinggal
pakai saja apa yang sudah disusun dilemari." Jodha tersenyum malu.
“Nak Jodha
bisa belajar dengan mereka, tenang saja mereka bisa ngajarin Nak Jodha nanti.
Tidak usah malu. Disini semua wanita harus bisa mencuci pakaian, harus pintar
memasak dan juga mengurus suami dan keluarga." Ucap Bu Javeda
“Iya Bu, aku
mau?” Jawab Jodha akhirnya.
Para wanita
itupun telah sampai di depan rumah Bu Javeda, mereka menyapa Bu Javeda.
Beberapa orang bisik-bisik melihat Jalal dan Jodha.
“Selamat
sore, Bu Javeda. Lagi nyantai ya?” kata wanita yang paling depan menyapa.
“Iya nih,
Nak Maya. Pada mau nyuci ya?” Tanya Bu Javeda.
“Iya, Bu. Ibu
gak ikut nyuci nih? Kan biar rame?” Tanya Maya.
“Hari ini
saya tidak nyuci di sungai dulu, Nak Maya. Tapi, ini Nak Jodha mau ikut
bergabung. Nak Jodha, ini Nak Maya, dia keponakan Ibu. Nanti kamu bisa belajar
sama dia." Ujar Bu Javeda.
“Ayo, Jodha
menyenangkan lo mencuci pakaian di sungai." Maya mengajak Jodha. Sementara
wanita yang dibelakang Maya sibuk bisik-bisik sambil curi-curi pandang kepada
Jalal. Bu Javeda yang melihat mereka hanya menggeleng, sedangkan
Jalal yang tidak tahu kalau sedang dibicarakan dan dilirik hanya duduk dengan
cuek.
“Baiklah,
tunggu sebentar ya aku ambil pakaiannya dulu." Kata Jodha masuk kerumah untuk
mengambil pakaiannya dan juga pakaian Jalal. Tidak lama kemudian dia muncul
membawa sekeranjang pakaian kotor dan juga pakaian ganti sehabis mandi dan
mencuci.
“Bu, aku
berangkat ya.” pamit Jodha kepada Bu Javeda. “Jalal, aku nyuci pakaian dulu
ya." Kata Jodha tersenyum manis kepada Jalal. Jalal mengangguk.
“Iya,
hati-hati ya sayang.” perkataan sayang Jalal sukses membuat wajah Jodha kembali
merona. Sedangkan para wanita dibelakang Maya kembali berisik. Maya tersenyum
melihat mereka.
“Nak Maya,
Ibu titip Nak Jodha ya."
“Iya Bu,
tenang saja. Ayo, Jo kita berangkat." Ajak Maya. Jodha mengangguk. Mereka pun
berjalan beriringan diselingi cerita. Jodha senang sekali mendapat teman baru
di desa itu. Ternyata Maya orangnya menyenangkan, Jodha menjadi betah bercerita
dengannya.
Untuk menuju
kesungai mereka harus melewati jalan sedikit menurun tetapi tidak terlalu jauh.
Sampailah mereka disungai yang lumayan lebar dan didalamnya terdapat banyak
sekali batu-batu besar yang membuat air mengalir harus melewati bebatuan
tersebut.
Para wanita
itupun langsung mencari tempat untuk mencuci pakaian. Begitu pun dengan Maya.
Lain halnya dengan Jodha. Dia hanya diam mematung melihat orang-orang yang
mulai sibuk mencuci. Maya menoleh dan memanggilnya. Jodha masih ragu-ragu untuk
melangkah, tetapi ketika melihat para wanita itu tidak merasa takut sedikit pun
membuatnya melangkah ketempat Maya berada dan mulai mencuci. Maya dengan sabar
mengajarinya, tidak perlu waktu lama Jodha sudah mulai lancar mencuci
pakaiannya satu persatu. Sambil nyuci mereka ngobrol diselingi tertawa
cekikikan. Jodha nampak senang.
“Maya apa
harus setiap sore mencuci pakaian kalau disini?” Tanya Jodha.
“Tidak juga,
Jo. Kadang pagi kadang sore juga. Tetapi lebih menyenangkan kalau sore karena
paginya bisa langsung dijemur. Biasalah pekerjaan pagi hari lebih sibuk dari
sore." Jawab Maya.
“Hm...begitu
ya, aku pikir mencucinya harus sore hari saja." Maya tertawa.
“Oh ya, Jo.
Kamu tahu tidak, tadi orang-orang itu membicarakan suamimu." Bisik Maya sambil
memonyongkan mulutnya kearah orang-orang yang asyik nyuci sambil ngobrol.
“Benarkah,
May? Memangnya apa yang mereka bicarakan?” Tanya Jodha heran.
“Biasalah, Jo
kalau ada orang baru disini ya begitu. Tetapi sepertinya para gadis itu nampak
senang dengan Jalal. Jarang-jarang ada orang seperti Jalal disini. Jadi
wajarlah kalau mereka suka. Tetapi sayangnya Jalal itu sudah jadi suamimu." Kata Maya tertawa kecil.
“Memangnya
kenapa dengan Jalal? Bukannya dia biasa-biasa saja." Kata Jodha masih tidak
habis pikir.
“Jodha, Jodha. Kamu
itu katarak ya? apa melihatnya pake sedotan? suamimu itu tampan, sinar
matanya itu lo bisa membuat kaum hawa terhanyut dalam pesonanya, walaupun rambutnya agak gondrong begitu. Coba saja
kalau dia masih sendiri pasti sudah menjadi rebutan tuh sama gadis-gadis disini.
Aku saja seandainya belum menikah pasti juga tertarik." Kata Maya.
Mendengar perkataan
Maya, Jodha menjadi memikirkan Jalal. “mungkin
benar juga selama ini aku tidak melihat segala kelebihan Jalal. Hatiku telah
tertutup kebencian padanya. Tetapi sikapnya kepadaku sekarang membuat aku
merasa sangat nyaman dengannya. Aaahhh...siiiaaal... memikirkannya malah
membuat aku ingin cepat pulang dan ingin bertemu dengannya. Sabar
Jodha,...bukankah dia sudah menjadi milikmu. Tetapi kenapa aku menjadi takut
begitu? Apa aku cemburu? .......Cemburu? ah tidak mungkin! Tapi kenapa aku
menjadi tidak suka mendengar gadis-gadis itu suka kepada Jalal? Apa ini cemburu
namanya." Bathin Jodha terus berkata.
“Jodha, Jodha!”
panggil Maya melihat Jodha mencuci namun pandangannya kosong karena terbawa
lamunannya. Jodha tidak mendengar panggilan Maya. Akhirnya Maya mencipratkan
air kewajah Jodha. Jodha kaget,
“Maya, ada
apa?” tanya Jodha.
“Kamu
melamun ya, Jo? Dari tadi aku panggil-panggil kok tidak menyahut."
“Aku?
ah, tidak. Aku tidak melamun kok." Jawab Jodha berbohong.
“Kamu
memikirkan apa, Jo? Lagi mikirin suamimu yaaa?” Goda Maya. Jodha tersipu.
“Gak kok,
May...aku tidak memikirkan apa-apa." Elak Jodha masih berbohong.
“Ya sudah
kalau begitu, ini cucianku sudah selesai. Kamu sudah selesai belum? kalau
sudah ayo kita pulang." Ajak Maya.
“Iya May, aku sudah selesai nyucinya." Kata Jodha buru-buru merapikan cucian pakaiannya
dalam keranjang. Kemudia naik ke pinggiran sungai.
“Kamu tidak
mandi dulu, Jo?” Tanya Maya heran.
“Aku
mandinya dirumah saja. Besok saja aku mandi disini." Jawab Jodha. Padahal dia
ingin buru-buru pulang. Pikirannya kepada Jalal membuatnya tidak sabar untuk
segera sampai dirumah.
“Baiklah,
Jo. Ayo kita pulang. Biar aku mandi dirumah juga kalau begitu." Kata Maya.
Kemudian dia berteriak kepada teman-temannya yang belum selesai mencuci kalau
dia dan Jodha pulang lebih dahulu. Teman-temannya mengiyakan.
Sepanjang
jalan Jodha tidak terlalu berminat untuk ngobrol dengan Maya.
Pertanyaan-pertanyaan Maya hanya dijawab dengan asal saja. Maya pun maklum
dengan sikap Jodha, akhirnya dia hanya berdiam diri saja sambil berjalan
mengiringi Jodha.
Sesampainya
dirumah setelah meletakkan cuciannya Jodha segera mencari Jalal. Dicari dikamar
tidak ada. Di belakang rumah juga tidak ada. Dikamar mandipun tidak ada. Jodha
bingung Jalal pergi kemana. Yang ada hanya Bu Javeda di dapur sedang memasak
makanan untuk makan malam. Jodha segera menghampirinya.
“Maaf Bu,
Jalal kemana? Kok saya tidak melihatnya?” Tanya Jodha.
“Nak Jalal
lagi pergi bersama Bapak tadi." Jawab Bu Javeda sambil tangannya sibuk
mengoseng masakannya.
“Pergi
kemana, Bu?” Kejar Jodha tak sabar.
“Oh itu,
tadi Nak Jalal di ajak Bapak mencari kayu bakar diujung desa ini. Gak lama lagi
mereka juga balik."
“Oh begitu,
iya deh Bu kalau begitu saya mandi dulu." Kata Jodha meninggalkan Bu Javeda
yang masih sibuk di dapur. Dia segera mandi dan membersihkan diri. Entah kenapa
hari ini dia ingin terlihat cantik dimata Jalal. Walaupun Jalal sudah memuji
kalau dia sudah cantik, tetapi dia ingin mendengarnya lagi. Membayangkan hal
itu membuat Jodha tersenyum sendiri.
Dipoleskannya
sedikit bedak tipis, rambutnya dikepang dua seperti kemarin. Kebetulan baju
yang dipinjamkan Bu Javeda masih ada dikamarnya yang membuat Jalal senang
melihatnya. Tinggal menunggu Jalal dan Pak Syarif datang. Tidak sabar Jodha
ingin melihat reaksi Jalal ketika melihatnya. Sambil menunggu Jodha duduk di
dipan dengan posisi menyandarkan tubuhnya ke dinding. Karena yang ditunggu
belum datang juga, tidak terasa akhirnya Jodha ketiduran walaupun hari sudah
beranjak gelap.
Jalal yang
baru datang bersama Pak Syarif bermaksud ingin membersihkan diri, ketika ingin
mengambil handuk yang ada dikamarnya dia melihat Jodha sedang tidur dengan
posisi menyadarkan tubuhnya kedinding. Jalal tersenyum, awalnya dia berniat
ingin membangunkannya, tetapi urung dilakukan.
Akhirnya dia
mengambil handuk kemudian melangkah keluar untuk mandi. Tak lama kemudian Jalal
sudah selesai mandi dan rapi dilihatnya Jodha masih tidur dengan keadaan
seperti tadi. Jalal menepuk bahu Jodha untuk membangunkannya.
“Jo, Jo, ayo
bangun. Sore-sore kok tidur sih?” kata Jalal. Jodha terbangun dan kaget
ternyata dia tertidur.
“Ya ampun aku
ketiduran ya? kok bisa sampai ketiduran begini?" Kata Jodha menepuk
jidatnya sendiri. Jalal tertawa melihat kelakuan Jodha.
“Kamu capek
banget ya, kok sampai sore-sore sudah tidur." Kata Jalal bermaksud ingin
duduk di dipan. Namun buru-buru dicegah oleh Jodha.
“Eit...jangan
duduk dulu, Jalal." Pinta Jodha seraya berdiri disamping pemuda itu.
“Kenapa Jo?
Ada apa ini? Kamu kok jadi aneh?" Kata Jalal heran.
“Sudahlah,
kamu diam saja dulu." Perintah Jodha. Akhirnya Jalal hanya diam berdiri
mematung. Walaupun dia masih heran atas kelakuan Jodha.
Jodha yang
sudah berdiri dihadapan Jalal menatap lucu kedua bola mata Jalal dengan kening
berkerut, (hm....inikah sorot mata seperti
yang dikatakan Maya yang bisa membuat gadis-gadis terpesona?), pandangannya
berlanjut ke alis Jalal, disentuhnya kedua alis itu pelan-pelan dari ujung ke
ujung (hm...lumayan tebal serasi dengan
matanya), kemudian jarinya turun ke hidung Jalal (hidungnya mancung juga, serasi dengan wajahnya) jari Jodha
menelusuri hidung Jalal lalu mampir di bibir Jalal (ternyata bibirnya seksi juga, seandainya bertemu dengan bibirku
bagaimana ya rasanya. Aahhh...sial aku sudah memikirkan yang tidak-tidak). Jodha
memejamkan matanya sambil menggelengkan kepalanya. Sementara Jalal yang
diperlakukan seperti itu masih heran, namun belum berani untuk bertanya. Hanya
pandangan matanya saja yang mengikuti tingkah laku Jodha.
Setelah puas
memperhatikan wajah Jalal, Jodha beralih ke tubuh Jalal. Dia memutar
mengelilingi Jalal memperhatikan setiap jengkal tubuh Jalal. Jalal malah merasa
seperti terdakwa yang sedang diperiksa. Setelah puas memperhatikan, akhirnya
Jodha menarik tangan Jalal untuk duduk di pinggir dipan.
“Kamu
kenapa, Jo? Hari ini aneh banget, kamu gak kenapa-kenapa kan?” Jodha menggeleng, bibirnya
tersenyum. Jalal semakin tidak mengerti.
“Jalal,
ternyata benar kamu ini tampan dan manis. Kenapa baru sekarang aku melihatnya?" Jawab Jodha ceplas ceplos. Jalal hanya melongo mendengar kata-kata Jodha yang
terdengar aneh.
“Memangnya
selama ini aku tidak tampan ya, Jo?” Tanya Jalal polos.
“Hm...mungkin
tampan tetapi aku tidak pernah melihatnya." Jawab Jodha.
“Itu
artinya, kamu akan semakin mencintaiku, Jo?” tanya Jalal mengedipkan sebelah
matanya. Jodha kembali tersipu.
“Apa kamu
tidak menyadari potensimu itu, Jalal?”
“Potensi apa?”
“Potensi
kamu untuk menggaet wanita yang tertarik kepadamu, sepertinya banyak juga yang
tertarik kepadamu." Terasa sedikit perih hati Jodha mengatakan hal itu.
“Untuk apa?
Aku tidak peduli kepada yang lain. Aku hanya ingin mencintai kamu. Aku
tidak ingin mengisi hatiku dengan wanita lain, aku hanya ingin dirimu saja yang
bertahta dihatiku. Takkan kuberi kesempatan kepada yang lain untuk menggeser
posisimu dihatiku." Ucap Jalal sambil memegang tangan Jodha dan menempelkan
didadanya sendiri. Jodha nampak bahagia mendengarnya.
“Terima
kasih, Jalal. Aku bahagia mendengarnya. Aku akan menjaga cinta kita." Jalal
tersenyum. Kemudian mengecup kening Jodha dengan lembut.
“Ayo,
sekarang sudah Magrib. Tadi Pak Syarif mengajakku untuk sholat di mushola desa.
Kamu mau ikut?” Ajak Jalal.
“Iya, nanti
aku bersama Ibu saja. Kau duluan saja bareng Pak Syarif."
“Iya deh
kalau begitu, aku duluan ya sayang." Jodha mengangguk.
Sebelum
hilang dari balik pintu Jalal berbalik menghadap kepada Jodha, “Oh iya Jo, aku
lupa bilang kalau hari ini kamu cantik sekali. Aku suka." Kata Jalal tersenyum
manis. Sebelum ada jawaban dari Jodha, Jalal keluar dari kamar untuk berangkat
ke mushola desa bersama Pak Syarif. Sementara Jodha masih duduk di dipan
terpaku mendengar kata-kata Jalal barusan, “Ya
Tuhan,..akhirnya aku mendengar lagi kata-kata itu. Jalal, kata-katamu telah
merontokkan hatiku."
Hatinya kembali berbunga-bunga. Raut wajahnya nampak
bahagia. Apalagi bila dia teringat kata-kata Maya tadi sewaktu disungai rasanya
dia ingin berteriak saja saking senangnya.
Akhirnya dia
beranjak keluar dari kamar bersama dengan Bu Javeda untuk sholat di mushola
desa. Setelah sholat Isya merekapun pulang bareng. Jodha membantu Bu Javeda
menyiapkan makan malam. Kali ini dia sudah bertekad ingin belajar, dia ingin
berubah tidak mau menjadi gadis yang manja dan cengeng. Makan malam itu pun
terasa nikmat buat Jodha. Walaupun makannya belum lahap tetapi dia sudah mau
makan makanan yang sederhana. Tentu saja Jalal sangat senang melihatnya. Tak
henti-hentinya dia tersenyum melihat Jodha makan.
Setelah
makan malam, Jalal memutuskan untuk duduk di depan rumah. Sekarang dia sudah
tidak bisa merokok lagi. Karna di desa itu tidak ada yang menjual rokok filter
seperti yang biasa dia gunakan. Yang ada hanyalah rokok kretek dan rokok yang harus
dilinting sendiri secara manual. Setiap kali ingin merokok maka harus dilinting
dulu. Pernah Jalal mencobanya, yang ada malah membuatnya batuk dan dadanya
terasa sesak. Akhirnya diapun kapok. Terpaksalah dia harus belajar untuk
berhenti merokok.
Tidak lama
kemudian Jodha menyusul keluar dan duduk disamping Jalal. Keduanya masih diam.
Hanya terdengar suara binatang malam. Desapun terasa sunyi. Apalagi tidak ada jaringan
listrik ditempat itu sehingga tidak ada warga yang mempunyai televisi untuk hiburan.
Semuanya mungkin sudah terbuai dalam mimpi.
“Jo,
lihatnya bintang dilangit itu. Sama seperti pertama kalinya kita lihat sewaktu
dihutan dulu ya." Ucap Jalal memecah kebisuan mereka.
“Hm...sayangnya
bulan sudah tidak purnama lagi seperti kemarin." Ucap Jodha mendongakkan
kepalanya menatap langit.
“Jo, entah
kenapa rasanya aku betah tinggal disini. Rasanya seperti tidak mempunyai
beban." Kata Jalal menyandarkan tubuhnya ke dinding dengan memeluk satu
lututnya. “Bagaimana denganmu, Jo?”
“Aku sependapat
denganmu, Jalal. Tetapi aku juga kangen rumahku, Ibu dan Ayahku. Belum lama aku
sudah rindu sama mereka." Jalal tersenyum pahit.
“Kamu
beruntung, Jo orang tuamu lengkap. Penuh perhatian kepadamu."
“Iya, mereka
sangat menyayangiku. Itulah aku bisa mengerti ketika ibu marah padamu. Dia
tidak ingin anaknya bersedih dan menderita." Kata Jodha tersenyum tipis.
“Jo, setelah
kita selesai dari sini apakah kamu akan melupakan aku dan tinggal dengan orang
tuamu?” Jodha menoleh.
“Apa
maksudmu, Jalal? Bagaimana bisa aku melupakanmu, apalagi sekarang kita sudah
menikah walaupun masih secara sederhana aku tidak mungkin bisa meninggalkanmu.
Kalau untuk tinggal dengan orang tuaku, hm...aku masih blm tahu. Sebaiknya
kita tidak usah membicarakan hal itu dulu ya. Kita nikmati saja kebersamaan
kita sekarang."
“Baiklah,.....
makasih ya Jo, atas jawabanmu yang menenangkan hatiku." Kata Jalal dengan
tatapan penuh cinta. Jodha mengangguk sambil tersenyum.
“Jalal, kita
tidur saja yuk. Aku ngantuk banget nih." Ucap Jodha mulai merasa mengantuk.
“Ayo, aku
juga besok mau diajak Pak Syarif ke sawah. Biar bisa bangun pagi-pagi." Kata
Jalal menggandeng tangan Jodha memasuki rumah.
tbc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar