Menu

Jumat, 12 Februari 2016

MIRACLE OF LOVE, PART. 9

Sore harinya Bu Javeda, Jalal dan Jodha duduk santai di amben teras depan sambil berbincang, dari kejauhan nampak beberapa perempuan berjalan dengan tangan memegang keranjang yang berisi pakaian kotor.
Jodha nampak penasaran, “Mereka mau kemana, Bu? Sepertinya membawa pakaian kotor?”
“Oh itu, biasanya para wanita disini senang mencuci pakaian disungai daripada dirumah.” Jelas Bu Javeda.
“Kamu gak pengen ikut, Jo? Sekalian nyari pengalaman baru tuh nyuci pakaian disungai.” Jalal ikut menyela. Jodha diam mikir.
“Iya, Nak Jodha, menyenangkan sekali loh mencuci disungai, sekalian bisa nambah saudara." Kata Bu Javeda tersenyum.
“Tapi, saya belum pernah mencuci pakaian saya sendiri, Bu. Biasanya saya hanya tinggal pakai saja apa yang sudah disusun dilemari." Jodha tersenyum malu.
“Nak Jodha bisa belajar dengan mereka, tenang saja mereka bisa ngajarin Nak Jodha nanti. Tidak usah malu. Disini semua wanita harus bisa mencuci pakaian, harus pintar memasak dan juga mengurus suami dan keluarga." Ucap Bu Javeda
“Iya Bu, aku mau?” Jawab Jodha akhirnya.
Para wanita itupun telah sampai di depan rumah Bu Javeda, mereka menyapa Bu Javeda. Beberapa orang bisik-bisik melihat Jalal dan Jodha.
“Selamat sore, Bu Javeda. Lagi nyantai ya?” kata wanita yang paling depan menyapa.
“Iya nih, Nak Maya. Pada mau nyuci ya?” Tanya Bu Javeda.
“Iya, Bu. Ibu gak ikut nyuci nih? Kan biar rame?” Tanya Maya.
“Hari ini saya tidak nyuci di sungai dulu, Nak Maya. Tapi, ini Nak Jodha mau ikut bergabung. Nak Jodha, ini Nak Maya, dia keponakan Ibu. Nanti kamu bisa belajar sama dia." Ujar Bu Javeda.
“Ayo, Jodha menyenangkan lo mencuci pakaian di sungai." Maya mengajak Jodha. Sementara wanita yang dibelakang Maya sibuk bisik-bisik sambil curi-curi pandang kepada Jalal. Bu Javeda yang melihat mereka hanya menggeleng, sedangkan Jalal yang tidak tahu kalau sedang dibicarakan dan dilirik hanya duduk dengan cuek.
“Baiklah, tunggu sebentar ya aku ambil pakaiannya dulu." Kata Jodha masuk kerumah untuk mengambil pakaiannya dan juga pakaian Jalal. Tidak lama kemudian dia muncul membawa sekeranjang pakaian kotor dan juga pakaian ganti sehabis mandi dan mencuci.
“Bu, aku berangkat ya.” pamit Jodha kepada Bu Javeda. “Jalal, aku nyuci pakaian dulu ya." Kata Jodha tersenyum manis kepada Jalal. Jalal mengangguk.
“Iya, hati-hati ya sayang.” perkataan sayang Jalal sukses membuat wajah Jodha kembali merona. Sedangkan para wanita dibelakang Maya kembali berisik. Maya tersenyum melihat mereka.
“Nak Maya, Ibu titip Nak Jodha ya."
“Iya Bu, tenang saja. Ayo, Jo kita berangkat." Ajak Maya. Jodha mengangguk. Mereka pun berjalan beriringan diselingi cerita. Jodha senang sekali mendapat teman baru di desa itu. Ternyata Maya orangnya menyenangkan, Jodha menjadi betah bercerita dengannya.
Untuk menuju kesungai mereka harus melewati jalan sedikit menurun tetapi tidak terlalu jauh. Sampailah mereka disungai yang lumayan lebar dan didalamnya terdapat banyak sekali batu-batu besar yang membuat air mengalir harus melewati bebatuan tersebut.
Para wanita itupun langsung mencari tempat untuk mencuci pakaian. Begitu pun dengan Maya. Lain halnya dengan Jodha. Dia hanya diam mematung melihat orang-orang yang mulai sibuk mencuci. Maya menoleh dan memanggilnya. Jodha masih ragu-ragu untuk melangkah, tetapi ketika melihat para wanita itu tidak merasa takut sedikit pun membuatnya melangkah ketempat Maya berada dan mulai mencuci. Maya dengan sabar mengajarinya, tidak perlu waktu lama Jodha sudah mulai lancar mencuci pakaiannya satu persatu. Sambil nyuci mereka ngobrol diselingi tertawa cekikikan. Jodha nampak senang.
“Maya apa harus setiap sore mencuci pakaian kalau disini?” Tanya Jodha.
“Tidak juga, Jo. Kadang pagi kadang sore juga. Tetapi lebih menyenangkan kalau sore karena paginya bisa langsung dijemur. Biasalah pekerjaan pagi hari lebih sibuk dari sore." Jawab Maya.
“Hm...begitu ya, aku pikir mencucinya harus sore hari saja." Maya tertawa.
“Oh ya, Jo. Kamu tahu tidak, tadi orang-orang itu membicarakan suamimu." Bisik Maya sambil memonyongkan mulutnya kearah orang-orang yang asyik nyuci sambil ngobrol.
“Benarkah, May? Memangnya apa yang mereka bicarakan?” Tanya Jodha heran.
“Biasalah, Jo kalau ada orang baru disini ya begitu. Tetapi sepertinya para gadis itu nampak senang dengan Jalal. Jarang-jarang ada orang seperti Jalal disini. Jadi wajarlah kalau mereka suka. Tetapi sayangnya Jalal itu sudah jadi suamimu." Kata Maya tertawa kecil.
“Memangnya kenapa dengan Jalal? Bukannya dia biasa-biasa saja." Kata Jodha masih tidak habis pikir.
“Jodha, Jodha. Kamu itu katarak ya? apa melihatnya pake sedotan? suamimu itu tampan, sinar matanya itu lo bisa membuat kaum hawa terhanyut dalam pesonanya, walaupun rambutnya agak gondrong begitu. Coba saja kalau dia masih sendiri pasti sudah menjadi rebutan tuh sama gadis-gadis disini. Aku saja seandainya belum menikah pasti juga tertarik." Kata Maya.
Mendengar perkataan Maya, Jodha menjadi memikirkan Jalal. “mungkin benar juga selama ini aku tidak melihat segala kelebihan Jalal. Hatiku telah tertutup kebencian padanya. Tetapi sikapnya kepadaku sekarang membuat aku merasa sangat nyaman dengannya. Aaahhh...siiiaaal... memikirkannya malah membuat aku ingin cepat pulang dan ingin bertemu dengannya. Sabar Jodha,...bukankah dia sudah menjadi milikmu. Tetapi kenapa aku menjadi takut begitu? Apa aku cemburu? .......Cemburu? ah tidak mungkin! Tapi kenapa aku menjadi tidak suka mendengar gadis-gadis itu suka kepada Jalal? Apa ini cemburu namanya."  Bathin Jodha terus berkata.
“Jodha, Jodha!” panggil Maya melihat Jodha mencuci namun pandangannya kosong karena terbawa lamunannya. Jodha tidak mendengar panggilan Maya. Akhirnya Maya mencipratkan air kewajah Jodha. Jodha kaget,
“Maya, ada apa?” tanya Jodha.
“Kamu melamun ya, Jo? Dari tadi aku panggil-panggil kok tidak menyahut."
“Aku? ah, tidak. Aku tidak melamun kok." Jawab Jodha berbohong.
“Kamu memikirkan apa, Jo? Lagi mikirin suamimu yaaa?” Goda Maya. Jodha tersipu.
“Gak kok, May...aku tidak memikirkan apa-apa." Elak Jodha masih berbohong.
“Ya sudah kalau begitu, ini cucianku sudah selesai. Kamu sudah selesai belum? kalau sudah ayo kita pulang." Ajak Maya.
“Iya May, aku sudah selesai nyucinya." Kata Jodha buru-buru merapikan cucian pakaiannya dalam keranjang. Kemudia naik ke pinggiran sungai.
“Kamu tidak mandi dulu, Jo?” Tanya Maya heran.
“Aku mandinya dirumah saja. Besok saja aku mandi disini." Jawab Jodha. Padahal dia ingin buru-buru pulang. Pikirannya kepada Jalal membuatnya tidak sabar untuk segera sampai dirumah.
“Baiklah, Jo. Ayo kita pulang. Biar aku mandi dirumah juga kalau begitu." Kata Maya. Kemudian dia berteriak kepada teman-temannya yang belum selesai mencuci kalau dia dan Jodha pulang lebih dahulu. Teman-temannya mengiyakan.
Sepanjang jalan Jodha tidak terlalu berminat untuk ngobrol dengan Maya. Pertanyaan-pertanyaan Maya hanya dijawab dengan asal saja. Maya pun maklum dengan sikap Jodha, akhirnya dia hanya berdiam diri saja sambil berjalan mengiringi Jodha.
Sesampainya dirumah setelah meletakkan cuciannya Jodha segera mencari Jalal. Dicari dikamar tidak ada. Di belakang rumah juga tidak ada. Dikamar mandipun tidak ada. Jodha bingung Jalal pergi kemana. Yang ada hanya Bu Javeda di dapur sedang memasak makanan untuk makan malam. Jodha segera menghampirinya.
“Maaf Bu, Jalal kemana? Kok saya tidak melihatnya?” Tanya Jodha.
“Nak Jalal lagi pergi bersama Bapak tadi." Jawab Bu Javeda sambil tangannya sibuk mengoseng masakannya.
“Pergi kemana, Bu?” Kejar Jodha tak sabar.
“Oh itu, tadi Nak Jalal di ajak Bapak mencari kayu bakar diujung desa ini. Gak lama lagi mereka juga balik."
“Oh begitu, iya deh Bu kalau begitu saya mandi dulu." Kata Jodha meninggalkan Bu Javeda yang masih sibuk di dapur. Dia segera mandi dan membersihkan diri. Entah kenapa hari ini dia ingin terlihat cantik dimata Jalal. Walaupun Jalal sudah memuji kalau dia sudah cantik, tetapi dia ingin mendengarnya lagi. Membayangkan hal itu membuat Jodha tersenyum sendiri.
Dipoleskannya sedikit bedak tipis, rambutnya dikepang dua seperti kemarin. Kebetulan baju yang dipinjamkan Bu Javeda masih ada dikamarnya yang membuat Jalal senang melihatnya. Tinggal menunggu Jalal dan Pak Syarif datang. Tidak sabar Jodha ingin melihat reaksi Jalal ketika melihatnya. Sambil menunggu Jodha duduk di dipan dengan posisi menyandarkan tubuhnya ke dinding. Karena yang ditunggu belum datang juga, tidak terasa akhirnya Jodha ketiduran walaupun hari sudah beranjak gelap.
Jalal yang baru datang bersama Pak Syarif bermaksud ingin membersihkan diri, ketika ingin mengambil handuk yang ada dikamarnya dia melihat Jodha sedang tidur dengan posisi menyadarkan tubuhnya kedinding. Jalal tersenyum, awalnya dia berniat ingin membangunkannya, tetapi urung dilakukan.
Akhirnya dia mengambil handuk kemudian melangkah keluar untuk mandi. Tak lama kemudian Jalal sudah selesai mandi dan rapi dilihatnya Jodha masih tidur dengan keadaan seperti tadi. Jalal menepuk bahu Jodha untuk membangunkannya.
“Jo, Jo, ayo bangun. Sore-sore kok tidur sih?” kata Jalal. Jodha terbangun dan kaget ternyata dia tertidur.
“Ya ampun aku ketiduran ya? kok bisa sampai ketiduran begini?" Kata Jodha menepuk jidatnya sendiri. Jalal tertawa melihat kelakuan Jodha.
“Kamu capek banget ya, kok sampai sore-sore sudah tidur." Kata Jalal bermaksud ingin duduk di dipan. Namun buru-buru dicegah oleh Jodha.
“Eit...jangan duduk dulu, Jalal." Pinta Jodha seraya berdiri disamping pemuda itu.
“Kenapa Jo? Ada apa ini? Kamu kok jadi aneh?" Kata Jalal heran.
“Sudahlah, kamu diam saja dulu." Perintah Jodha. Akhirnya Jalal hanya diam berdiri mematung. Walaupun dia masih heran atas kelakuan Jodha.
Jodha yang sudah berdiri dihadapan Jalal menatap lucu kedua bola mata Jalal dengan kening berkerut, (hm....inikah sorot mata seperti yang dikatakan Maya yang bisa membuat gadis-gadis terpesona?), pandangannya berlanjut ke alis Jalal, disentuhnya kedua alis itu pelan-pelan dari ujung ke ujung (hm...lumayan tebal serasi dengan matanya), kemudian jarinya turun ke hidung Jalal (hidungnya mancung juga, serasi dengan wajahnya) jari Jodha menelusuri hidung Jalal lalu mampir di bibir Jalal (ternyata bibirnya seksi juga, seandainya bertemu dengan bibirku bagaimana ya rasanya. Aahhh...sial aku sudah memikirkan yang tidak-tidak). Jodha memejamkan matanya sambil menggelengkan kepalanya.  Sementara Jalal yang diperlakukan seperti itu masih heran, namun belum berani untuk bertanya. Hanya pandangan matanya saja yang mengikuti tingkah laku Jodha.
Setelah puas memperhatikan wajah Jalal, Jodha beralih ke tubuh Jalal. Dia memutar mengelilingi Jalal memperhatikan setiap jengkal tubuh Jalal. Jalal malah merasa seperti terdakwa yang sedang diperiksa. Setelah puas memperhatikan, akhirnya Jodha menarik tangan Jalal untuk duduk di pinggir dipan.
“Kamu kenapa, Jo? Hari ini aneh banget, kamu gak kenapa-kenapa kan?” Jodha menggeleng, bibirnya tersenyum. Jalal semakin tidak mengerti.
“Jalal, ternyata benar kamu ini tampan dan manis. Kenapa baru sekarang aku melihatnya?" Jawab Jodha ceplas ceplos. Jalal hanya melongo mendengar kata-kata Jodha yang terdengar aneh.
“Memangnya selama ini aku tidak tampan ya, Jo?” Tanya Jalal polos.
“Hm...mungkin tampan tetapi aku tidak pernah melihatnya." Jawab Jodha.
“Itu artinya, kamu akan semakin mencintaiku, Jo?” tanya Jalal mengedipkan sebelah matanya. Jodha kembali tersipu.
“Apa kamu tidak menyadari potensimu itu, Jalal?”
“Potensi apa?”
“Potensi kamu untuk menggaet wanita yang tertarik kepadamu, sepertinya banyak juga yang tertarik kepadamu." Terasa sedikit perih hati Jodha mengatakan hal itu.
“Untuk apa? Aku tidak peduli kepada yang lain. Aku hanya ingin mencintai kamu. Aku tidak ingin mengisi hatiku dengan wanita lain, aku hanya ingin dirimu saja yang bertahta dihatiku. Takkan kuberi kesempatan kepada yang lain untuk menggeser posisimu dihatiku." Ucap Jalal sambil memegang tangan Jodha dan menempelkan didadanya sendiri. Jodha nampak bahagia mendengarnya.
“Terima kasih, Jalal. Aku bahagia mendengarnya. Aku akan menjaga cinta kita." Jalal tersenyum. Kemudian mengecup kening Jodha dengan lembut.
“Ayo, sekarang sudah Magrib. Tadi Pak Syarif mengajakku untuk sholat di mushola desa. Kamu mau ikut?” Ajak Jalal.
“Iya, nanti aku bersama Ibu saja. Kau duluan saja bareng Pak Syarif."
“Iya deh kalau begitu, aku duluan ya sayang." Jodha mengangguk.
Sebelum hilang dari balik pintu Jalal berbalik menghadap kepada Jodha, “Oh iya Jo, aku lupa bilang kalau hari ini kamu cantik sekali. Aku suka." Kata Jalal tersenyum manis. Sebelum ada jawaban dari Jodha, Jalal keluar dari kamar untuk berangkat ke mushola desa bersama Pak Syarif. Sementara Jodha masih duduk di dipan terpaku mendengar kata-kata Jalal barusan, “Ya Tuhan,..akhirnya aku mendengar lagi kata-kata itu. Jalal, kata-katamu telah merontokkan hatiku." 
Hatinya kembali berbunga-bunga. Raut wajahnya nampak bahagia. Apalagi bila dia teringat kata-kata Maya tadi sewaktu disungai rasanya dia ingin berteriak saja saking senangnya.
Akhirnya dia beranjak keluar dari kamar bersama dengan Bu Javeda untuk sholat di mushola desa. Setelah sholat Isya merekapun pulang bareng. Jodha membantu Bu Javeda menyiapkan makan malam. Kali ini dia sudah bertekad ingin belajar, dia ingin berubah tidak mau menjadi gadis yang manja dan cengeng. Makan malam itu pun terasa nikmat buat Jodha. Walaupun makannya belum lahap tetapi dia sudah mau makan makanan yang sederhana. Tentu saja Jalal sangat senang melihatnya. Tak henti-hentinya dia tersenyum melihat Jodha makan.
Setelah makan malam, Jalal memutuskan untuk duduk di depan rumah. Sekarang dia sudah tidak bisa merokok lagi. Karna di desa itu tidak ada yang menjual rokok filter seperti yang biasa dia gunakan. Yang ada hanyalah rokok kretek dan rokok yang harus dilinting sendiri secara manual. Setiap kali ingin merokok maka harus dilinting dulu. Pernah Jalal mencobanya, yang ada malah membuatnya batuk dan dadanya terasa sesak. Akhirnya diapun kapok. Terpaksalah dia harus belajar untuk berhenti merokok.
Tidak lama kemudian Jodha menyusul keluar dan duduk disamping Jalal. Keduanya masih diam. Hanya terdengar suara binatang malam. Desapun terasa sunyi. Apalagi tidak ada jaringan listrik ditempat itu sehingga tidak ada warga yang mempunyai televisi untuk hiburan. Semuanya mungkin sudah terbuai dalam mimpi.
“Jo, lihatnya bintang dilangit itu. Sama seperti pertama kalinya kita lihat sewaktu dihutan dulu ya." Ucap Jalal memecah kebisuan mereka.
“Hm...sayangnya bulan sudah tidak purnama lagi seperti kemarin." Ucap Jodha mendongakkan kepalanya menatap langit.
“Jo, entah kenapa rasanya aku betah tinggal disini. Rasanya seperti tidak mempunyai beban." Kata Jalal menyandarkan tubuhnya ke dinding dengan memeluk satu lututnya. “Bagaimana denganmu, Jo?”
“Aku sependapat denganmu, Jalal. Tetapi aku juga kangen rumahku, Ibu dan Ayahku. Belum lama aku sudah rindu sama mereka." Jalal tersenyum pahit.
“Kamu beruntung, Jo orang tuamu lengkap. Penuh perhatian kepadamu."
“Iya, mereka sangat menyayangiku. Itulah aku bisa mengerti ketika ibu marah padamu. Dia tidak ingin anaknya bersedih dan menderita." Kata Jodha tersenyum tipis.
“Jo, setelah kita selesai dari sini apakah kamu akan melupakan aku dan tinggal dengan orang tuamu?” Jodha menoleh.
“Apa maksudmu, Jalal? Bagaimana bisa aku melupakanmu, apalagi sekarang kita sudah menikah walaupun masih secara sederhana aku tidak mungkin bisa meninggalkanmu. Kalau untuk tinggal dengan orang tuaku, hm...aku masih blm tahu. Sebaiknya kita tidak usah membicarakan hal itu dulu ya. Kita nikmati saja kebersamaan kita sekarang."
“Baiklah,..... makasih ya Jo, atas jawabanmu yang menenangkan hatiku." Kata Jalal dengan tatapan penuh cinta. Jodha mengangguk sambil tersenyum.
“Jalal, kita tidur saja yuk. Aku ngantuk banget nih." Ucap Jodha mulai merasa mengantuk.
“Ayo, aku juga besok mau diajak Pak Syarif ke sawah. Biar bisa bangun pagi-pagi." Kata Jalal menggandeng tangan Jodha memasuki rumah.


tbc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar