Menu

Jumat, 12 Februari 2016

BIARKAN AKU JATUH CINTA. PART. 12 (MENCARI JEJAK)


Buku-buku yang terhampar di depannya tidak bisa membuat Jodha konsentrasi. Berulangkali dia berusaha untuk memusatkan semua perhatiannya kepada tugas-tugas kuliahnya namun baru sebentar fokus kembali lagi pikirannya melayang menjauh dari kegiatan belajarnya.
Kali ini Jodha membiarkan saja pikirannya melayang. Kepada siapa lagi selain kepada tuan mudanya itu. Seharian ini sikapnya membuat Jodha bingung. Apa iya sih tuan mudanya itu memang menyukai dirinya? Bukankah selama ini mereka berdua selalu saja bertengkar, jarang bisa akur dengan masalah pendapat.
Flashback.
“Kamu ini pintar tapi bodoh Jo. Orang biasa juga tahu kalau dia itu naksir kamu. Nggak lihat pandangannya nggak pernah lepas dari kamu sejak tadi.” Jodha terdiam mendengar ucapan Nadia.
“Masa sih? Tapi katanya dia punya calon pacar, makanya aku cuek saja.”
“Dasar kamu ini, jadi perempuan emang nggak peka. Emang dia bilang siapa calon pacarnya?” Jodha menggeleng, “dasar bodoh, bisa saja itu kamu Jo. Aku berani jamin.”
Flashback end.
Masih terngiang kata-kata Nadia tadi siang. “Apa memang segitu tidak pekanya ya aku ini? Emang pandangan orang jatuh cinta itu gimana sih? Apa dia bengong terus menatapku dan dari sudut bibirnya ngiler kayak pengen banget sama sesuatu atau gimana? Hahahaha....” Jodha tertawa sendiri jadinya dan menepuk dahinya, “ya ampun, kenapa pikiranku jadi aneh begini? Ck.” Jodha menggeleng kepala sambil mengerjap-ngerjapkan matanya, “kalau diperhatikan benar-benar sih, Tuan muda itu emang ganteng seperti yang Nadia bilang. Lagian kenapa baru sekarang aku nyadar kalau dia ganteng ya? Apa karena sikapnya akhir-akhir ini manis? Dan dulu tidak kelihatan ganteng karena tertutup oleh kelakuannya yang menyebalkan itu. Haah...” Jodha menghela nafas, “Tuan, Tuan. Emang benar ya Tuan suka sama saya? Atau saya saja yang terlalu kegeeran? tapi kalau memang Tuan suka sama saya, apa membuat Tuan suka? Hayoo... saya aja bingung kalau Tuan benar-benar suka sama saya. Yang dilihat apanya ya? Sayakan nggak cantik, pake bedak aja kalau ingat apalagi pake make up yang lain untung nggak lupa pake deodorant, nggak seksi juga, rasanya badanku tulang semua deh, nggak ada daging berlebih yang bisa memikat mata laki-laki. Nggak kaya juga, ya iyalah kalau kaya kan aku nggak kerja disini dan nggak ketemu sama Tuan, saya juga orangnya nggak bisa berbicara manis apalagi romantis, dan saya juga preman yang nggak ada lembut-lembutnya. Emang Tuan mau sama saya?” ucap Jodha berbicara sendiri di hadapan tembok meja belajarnya.
Jodha berusaha mencari sikap tuan mudanya yang menurutnya bisa membuatnya dirinya yakin kalau tuan mudanya itu memang menyukai dirinya. Dengan menopang kepalanya dengan sebelah tangannya Jodha dan sebelahnya lagi memegang pensil yang di ketuk-ketukkan di meja berulang-ulang. Matanya menatap dinding kosong di depannya itu.
Ucapan Nadia begitu melekat dalam benaknya. Majikannya itu menyukai dirinya? Tapi kenapa dia tidak menyadarinya? Selama ini tuan mudanya itu tidak pernah berbuat dan bertingkah yang aneh-aneh, kecuali saat dia mabuk itu dan juga hari ini. Ah, Jodha pusing sendiri jadinya.
Tetapi ketika membayangkan tuan mudanya itu, tanpa sadar pipinya bersemu merah. Jodha akui memang tuan mudanya itu walaupun agak manja namun pesonanya mampu meruntuhkan iman perempuan mana saja. Termasuk dirinya. Jodha tersenyum membayangkannya, namun sesaat kemudian dia menggeleng. Tidak! Jangan mengharapkan sesuatu yang diluar kemampuanmu Jodha. Biarlah kalau memang apa yang Nadia katakan itu benar, nanti juga akan ketahuan. Jodha hanya tidak ingin membuang waktunya memikirkan sesuatu yang tidak perlu.
Akhirnya karena merasa tidak bisa konsentrasi lagi untuk belajar, Jodha pun segera membereskan mejanya dan menyusun semua buku-bukunya. Setelah selesai dia segera melangkah menuju tempat tidur dan membaringkan tubuhnya, salah satu tangannya di letakkan di atas dahinya. Matanya masih menatap langit-langit kamar, terekam semua diatas sana senyuman jahil dari tuan mudanya itu, ketawanya, wajah marahnya. Semua nampak jelas terlihat.
“Heh, kenapa juga sudah pindah kesini masih terbayang wajahnya sih? Udah mau tidur juga.” Jodha menangkupkan kedua tangannya di depan dada dan matanya menatap ke plafon kamarnya, “Tuan, please deh. Ini udah malem. Tolong pergi dulu ya. Saya mau tidur. Besok lagi kalau mau ngganggu, jangan sekarang. Saya capek mau istirahat dulu. Okey?” ucap Jodha yang kalau di pikir-pikir seperti orang stress berbicara sendiri, tetapi dia juga tidak tahu harus bagaimana untuk mengusir bayangan itu. Dan sepertinya ucapannya lumayan mujarab, atau memang sugestinya saja yang akhirnya bayangan tuan mudanya hilang. Dia pun tersenyum, sambil kembali menutup matanya. Tidur.
Sementara itu dikamarnya Jalal juga resahnya dengan Jodha. Berulangkali dia membalikkan tubuhnya, namun tidak bisa tenang dia sama penasarannya dengan Jodha. Membayangkan begitu banyak laki-laki disekitar Inemnya membuat Jalal semakin dilanda resah. Apalagi sekarang Inemnya masih belum mengerti tanda-tanda yang dia berikan. Ingin mengutarakan langsung perasaannya dia tidak berani. Takut Inemnya terang-terangan menolak dan menjauhinya. Lebih parah lagi kalau seandainya Inemnya berhenti bekerja dirumahnya. Oh, tidak! Jalal tidak sanggup membayangkan semua itu.
Haaahh... Jalal menghembuskan nafas panjang. Dia harus mencari cara agar tahu apa yang dilakukan Inemnya setiap hari minggu itu. Dan live perform yang Nadia katakan itu apa maksudnya? Bagaimana ini? Kalau di tanya langsung dengan Inemnya apa iya dia akan menjawabnya? Jalal menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
“Inem sayang, kenapa susah sekali sih membuatmu jatuh cinta sama aku? Apa memang segitu tidak menariknya diriku sampai-sampai kamu nggak peka dengan perasaanku? Setidaknya berilah aku kesempatan agar aku bisa membuatmu mencintaiku.” ucap Jalal dengan sedih. Baru kali ini dia merasa kehabisan akal bagaimana cara menarik perhatian gadis itu. Apa dia langsung saja mengutarakan rasa cintanya itu. Siapa tahu seperti yang terjadi di mimpinya, Inemnya menerima cintanya dengan sukarela.
Tiba-tiba terlintas di pikiran Jalal suatu ide. Hah...bagaimana kalau dia ikutin saja tuh Inem diam-diam, jadikan dia bisa mengetahui apa yang dilakukan gadis itu tanpa diketahui. Rasa penasarannya membuat Jalal semakin terobsesi untuk segera mengetahui semua rahasia tentang Inemnya. Dia mendecak, bukankah itu ide bagus. Jalal menyeringai, merasa mendapatkan jalan untuk mengobati rasa penasarannya.
====0000====
Sejak peristiwa di mall itu, Jalal bersikap cuek. Tidak juga nyinyir seperti biasa. Bukan karena dia tidak ingin tahu, tetapi dia memilih bersabar sampai datangnya hari itu, dimana dia akan mengetahui tentang semua kegiatan Inemnya.
Sedangkan Jodha juga masih seperti biasa, namun kali ini dia berusaha lebih memperhatikan lagi sikap tuan mudanya. Hanya saja sepertinya majikan mudanya itu terlihat agak pendiam dan sedikit menghindar. Jodha sedikit merasa kehilangan, ada yang berubah dari tuannya. Namun, untuk bertanya dia merasa sungkan. Takut dianggap selalu ingin tahu urusan majikannya.
Jalal bukan tidak tahu kalau Jodha merasa sikapnya berubah. Tidak. Dia tidak berubah, hanya saja dia menunggu sampai dia tahu semuanya. Karena kalau dia masih bersikap seperti biasa Jalal tidak yakin akan bisa menahan hatinya untuk bertanya lebih jauh. Bahkan saat Jodha duduk di gazebo pun Jalal hanya melihatnya dari dalam kamarnya saja, padahal biasanya baru saja gadis itu duduk dia sudah menghampiri. Begitu juga sebaliknya.
Hari minggu yang ditunggu pun tiba. Jalal sudah bangun pagi-pagi. Kali ini dia memang berniat sekali bangun pagi sekali. Jam 6 tepat dia melihat sebuah mobil jeep berhenti di depan gerbang rumahnya. Jalal mengerutkan keningnya melihat siapa yang ada di dalam mobil tersebut. Sepertinya dia mengenali dua orang yang berada di dalam jeep itu. Salah satunya seorang perempuan, yang kalau tidak salah dia adalah Nadia. Gadis yang mereka temui di mall tempo hari. Sedangkan yang satunya lagi seorang laki-laki. Jalal menyipitkan matanya ketika berusaha mengenali laki-laki itu.
Jalal sedikit tersentak ketika mengingat siapa laki-laki yang dibelakang kemudi itu. Ya, dia adalah orang yang mengantar Inemnya waktu itu dan dengan beraninya memeluk dan mencium kening Inemnya. Tak sadar tangan Jalal mengepal. Apa itu yang dikatakan Nadia laki-laki yang bernama Bayu? Kalau dilihat dari pakaiannya, sepertinya dia seorang TNI. Tapi, Jalal tidak perduli. Biarpun yang menyukai Inemnya itu anak presiden atau bahkan presidennya sekalipun dia akan memperjuangkan cintanya.
Tidak lama kemudian, Jodha muncul dari dalam rumah dan membuka pintu gerbang. Setelah itu dia segera menghampiri jeep dimana kedua saudara angkatnya itu sudah menunggunya. Tidak lama kemudian mereka pun segera meninggalkan tempat itu, meninggalkan Jalal yang masih berusaha meredam emosinya melihat laki-laki tadi.
Bergegas Jalal turun dari kamarnya berpamitan dengan kedua orang tuanya. Dia tidak langsung mengikuti jejak Jodha tetapi memilih menjemput Man dari apartemennya. Hari ini dia akan di temani oleh Mansingh saja, karena Surya pulang kerumah orang tuanya. Dan Mansingh sudah diberitahu oleh Jalal akan rencananya itu, jadi ketika Jalal menjemputnya dia sudah siap menunggu di depan apartemennya meski sambil menggerutu karena masih merasa mengantuk. Terpaksalah demi sahabat. Hehehe....
“Kok pagi sekali sih bos berangkatnya? Masih ngantuk nih.” Kata Mansing sambil menguap beberapa kali. Jalal menoleh sekilas sambil mendecak.
“Kamu ini. Ngantuk, ngantuk. Ini sudah siang. Biasakan bangun pagi-pagi biar sehat.” Mansingh mencibir.
“Iya, yang lagi semangat-semangatnya untuk mengejar pujaan hatinya. Lah, aku mau mengejar siapa? Apa untungnya bagiku?” ucap Mansingh pura-pura kesal. Jalal hanya terkekeh sambil fokus mengemudikan jeepnya.
“Tau aja kamu Man, kalau aku lagi bersemangat.” Mansingh mendengus, “lagian sejak kapan kamu sudah memikirkan keuntungan?” tanya Jalal sambil tersenyum.
“Sejak tadi.” Jawab Mansingh singkat. Kembali Jalal tertawa sambil menggelengkan kepala.
“Kamu mau aku kenalin sama perempuan?” Mansingh dengan cepat menoleh kearah Jalal.
“Cakep nggak bos?”
“Kamu ini kalau sudah masalah itu aja langsung semangat.” Gerutu Jalal, Mansingh terkekeh sambil menggaruk kepalanya, “menurutku sih cantik juga. Dia temannya Inem.” Wajah Mansingh langsung bersinar cerah, secerah matahari pagi itu.
“Oke. Baiklah. Anggap saja kali ini kita berdua sedang mengejar cinta kita, walaupun aku belum tahu siapa gadis yang bos maksud, tapi tak apalah. Biar saja agar aku bersemangat kali ini.” Ucap Mansingh tertawa, Jalal hanya tersenyum senang karena sekarang Mansingh sudah tidak mengantuk lagi.
“Oh ya Bos, kita mau ngikutin Jodha kemana? Emang bos tahu tempatnya?” tanya Mansingh kemudian. Jalal menggeleng, “hah, kok nggak tau sih bos? Terus kita mau kemana ini? Muter-muter aja?” membuat Jalal kembali berdecak kesal.
“Kamu ini kayak anak kecil belum di kasih jajan aja Man, banyak tanya.” Mansingh mencibir lagi.
“Anak kecil katanya. Bukannya situ yang anak kecil? Jatuh cinta kayak orang gila, senyum-senyum nggak jelas, marah juga nggak jelas. Siapa coba yang kayak anak kecil?” gantian Mansingh yang mengomel. Akhirnya Jalal hanya bisa terkekeh.
“Iya deh, terserah kamu ajalah.” Mansingh masih cemberut.
“Terus kita mau nyari kemana Bos?”
“Kamu tuh ya, percuma jadi anak kuliahan kalau teknologi nggak dipake.” Mansingh menatap Jalal dengan heran.
“Maksudnya?” Jalal berdecak.
“Pake GPS Man. Aku sudah periksa kalau GPS ponsel Inem aktif. Jadi kita tinggal mencari aja lagi. Lagian sepertinya tempatnya masih di dalam kota kok.” Barulah Mansingh mengerti maksudnya. Dia menggaruk-garuk kepalanya sambil meringis.
“Hehehe...iya Bos, maaf. Loadingnya lambat banget. Maklum masih pagi.”
“Alesan aja.” Mansingh hanya bisa terkekeh.
Setelah menelusuri tempat sesuai yang di tunjukkan GPS ponsel Jodha, mereka pun sampai di depan kantor kodim. Dari luar terlihat banyak orang yang sedang berkerumun. Seperti sedang menonton sesuatu. Karena saking banyaknya orang sehingga apa yang sedang telah terjadi di dalam tidak kelihatan dari luar.
“Yakin disini tempatnya Bos?” tanya Mansingh masih terlihat tidak percaya. Jalal mengangkat bahunya.
“Aku juga nggak tahu Man. Tapi sepertinya GPS ponsel Inem menunjukkan disini kok. Lagian sepertinya tadi pagi yang menjemputnya berpakaian TNI gitu.” Mulut Mansingh membulat.
“Benarkah? Jodha temannya TNI gitu? Aku harus bilang wow nih.” Seru Mansingh dengan kagum. Namun Jalal sepertinya sedang memikirkan sesuatu.
“Tapi, sepertinya laki-laki yang aku lihat sedang memeluk Inem waktu itu ya yang menjemputnya tadi pagi?” kembali mulut Mansingh membulat.
“Gitu ya?” Jalal mengangguk, “berita bagus nih.” Jalal mendecak.
“Bagus kepalamu. Kalau benar laki-laki itu suka kepadanya itu bukan berita bagus tahu.” Mansingh terkekeh.
“Eit... belum apa-apa sudah cemburu Bos. Kan kita belum tahu kebenarannya, main cemburu aja sih.” Jalal terdiam. Ucapan Man memang benar. Tetapi, rasanya susah sekali untuk menyingkirkan semua perasaan itu.
“Aku harus bagaimana Man, begitu banyak laki-laki disekelilingnya. Dan aku yakin pasti salah satu diantara mereka yang punya perasaan suka sama dia.” ucap Jalal dengan nada frustasi. Mansingh menoleh ke arah Jalal.
“Yang pentingkan Jodhanya tidak membalas perasaan mereka kan Bos? Lagian kan mereka sudah berteman dengannya sejak dulu, lah... bos baru aja bertemu dengannya. Jadi jangan marah kalau dia punya teman laki-laki yang begitu banyak. Cemburu hanya akan membuatnya menjauhimu saja.” Jalal manggut-manggut.
“Sudahlah Bos, nggak usah dipikirkan. Untuk saat ini kayaknya Bos harus tahu dulu perasaan Jodha bagaimana kepadamu.” Jalal mengangguk.
“Kamu benar Man, aku memang harus belajar menahan diri.” Ucap Jalal mendesah pelan. Kembali Mansingh terkekeh.
“Good. Itu baru Jalal sahabatku.” Ucap Mansingh menepuk bahu Jalal, sedangkan yang ditepuk hanya nyengir, “ayo kita turun, kita lihat dulu apa benar dia ada disana.” Ajak Mansingh. Jalal mengangguk. Mereka berdua memakai jaket kulit warna hitam, topi hitam, dan kacamata rayban untuk menyamarkan keberadaan mereka.
“Kita seperti Sherlock Holmes ya Bos?” tanya Mansingh memperhatikan keadaan mereka. “Boleh. Tapi kamu yang pake cerutunya ya?”
“Ogah. Bisa mabuk aku kalau memakai cerutunya Bang Holmes.” Jalal terkekeh mendengarnya.
Mereka berdua turun dari mobil setelah memarkirkannya di tempat yang disediakan buat para pengunjung, dan mereka berbaur dengan para pengunjung lainnya. Jalal dan Mansingh merengsek maju melewati orang-orang namun tidak sampai depan. Hanya agar bisa sedikit leluasa melihat apa yang terjadi di depan itu.
Dan mereka berdua hanya bisa melongo melihat di depan mereka. Jodha dan beberapa orang lagi termasuk Bayu dan Nadia berpakaian serba putih seragam khas para karateka nampak sedang melatih anak-anak usia sekolah dasar sedang berlatih karate. Jumlah mereka lumayan banyak, dan Jodha sepertinya sangat menikmati sekali perannya sebagai pengajar. Sesekali dia memperbaiki gerakan anak-anak itu yang salah.
Karena hari masih pagi, dan sinar matahari masih terasa hangat membuat semua yang berlatih sangat bersemangat. Mansingh menyikut lengan Jalal membuat pemuda itu menoleh.
“Apa?”
“Tutup tuh mulutnya, ntar kemasukan lalat.” Ledek Mansingh. Jalal mendengus.
“Pagi-pagi mana ada lalat.” Protesnya. Mansingh terkekeh.
“Ada tuh lagi nyari posisi yang enak buat masuk ke mulutmu kalau kebuka lagi. Segitu terpesonanya melihat bidadari lagi action.” Kembali Mansingh meledek, namun Jalal tetap fokus kepada Inemnya yang sedang asyik mengajar, “eh Bos, katanya tadi Jodha di jemput siapa? Dan yang mana orangnya?” tanya Mansingh penasaran.
“Bayu. Itu orangnya.” Kata Jalal singkat dan menunjuk laki-laki yang sedang memimpin pelatihan anak-anak itu. Mansingh sempat tersenyum geli melihat reaksi sahabatnya itu sebelum akhirnya dia melihat ke arah seseorang yang ditunjuk oleh Jalal.
“Wah, emang ganteng dan gagah ya. Mana dia TNI lagi. Klop deh, pantes Jodha nggak tertarik sama kamu Bos.” Ucap Mansingh dengan muka tanpa dosa, membuat Jalal mengeplak kepalanya. Dia hanya meringis namun juga geli melihat sahabatnya dongkol dengan ucapannya.
“Ngomong sekali lagi, aku jamin besok kabar kamu akan terdengar dari rumah sakit dengan kaki dan tangan patah.” Ucap Jalal dengan geram. Mansingh terkekeh, senang sekali dia menggoda sahabatnya itu.
“Galak amat Bos. Tega bener sama sahabat sendiri.”
“Salahnya ngomong nggak pake dipikir dulu. Asal nyeplos aja.”
“Maaf Bos, lagi males mikir. Hehehe...” sahut Mansingh dengan cengiran lebar. Jalal hanya bisa mendesah pasrah. Matanya masih fokus dengan Inemnya yang sedang mengajar.
Sesekali Jodha tertawa bersama dengan Nadia dan beberapa orang lainnya.
Aku kangen tawamu Nem, jujur aku iri sama mereka yang bisa mendapatkan tawamu. Dan kamu seakan membuat jarak antara kita. Aku ingin kamu nggak menganggapku sebagai majikan, tetapi aku ingin kamu menganggap aku sebagai seseorang yang spesial dihatimu.” Bisik hati Jalal.
Jalal bahkan tidak sadar kalau Mansingh merekam semua kegiatan Jodha hari ini. Mansingh tahu jiwa sahabatnyà itu tidak sedang berada di tempat. Tetapi melayang disamping wanita perkasa di depan sana. Itu terlihat dari tatapannya yang tidak pernah lepas dari gadis itu.
Satu jam telah berlalu sejak mereka berdua berdiri disitu, dan para penonton yang kebanyakan orang tua dari anak-anak yang berlatih disitu tidak ada yang beranjak dari tempatnya. Mereka terlihat antusias sekali tidak jauh berbeda dengan anak-anak mereka.
Latihan yang dilakukan itu pun berakhir sudah, keringat bercucuran terlihat di wajah anak-anak itu. Namun, wajah mereka terlihat gembira. Begitupun dengan para pengajarnya. Jalal melihat senyuman Inemnya begitu lepas.
Satu per satu anak-anak tersebut berpamitan dengan para pengajar dan pulang bersama orang tua mereka yang sejak tadi menunggu kegiatan latihan. Jalal dan Mansingh kembali ke mobil mereka ketika dirasa hanya tinggal mereka berdua yang berada disitu, takut nanti mereka malah dicurigai.
Jodha dan teman-temannya yang telah berganti pakaian segera meninggalkan tempat itu dan menuju jeep Bayu bersama Nadia juga tentunya. Jalal menyenggol tangan Mansingh dan menunjuk dengan isyarat dagunya ke arah Jodha dan teman-temannya. Mansing mengerutkan keningnya tidak mengerti.
“Apa Bos?”
“Itu perempuan yang aku maksud temannya Inem?” kata Jalal menunjuk ke arah Nadia yang duduk di belakang. Bola mata Mansingh membesar penuh harapan melihat orang yang di tunjuk oleh Jalal.
“Hah. Dia bos?” gantian Mansingh menunjuk Nadia yang nampak tertawa bersama Jodha sebelum akhirnya mereka meninggalkan tempat itu.
“Kenapa?” tanya Jalal heran.
“Cantik juga.” Jawab Mansingh nyengir. “tapi terlihat tomboy gitu.” Jalal mengangguk.
“Sepertinya begitu. Dan aku pernah berbicara dengannya.”
“Oh ya?” Mansingh menoleh ke arah Jalal, “orangnya bagaimana Bos?” Jalal terkekeh.
“Menurutku sih orangnya cuek dan ngomong sekehendak kepalanya saja.” Mansingh tertawa geli, “waktu itu aku terlanjur jengkel sih sama dia?”
“Oh ya?”
“Iya. Masa dia bilang aku Pak Bos? Aku kan bukan bapak-bapak. Eh, dianya malah tertawa cekikikan mendengar aku omelanku.” Mansingh kembali tertawa.
“Oh ya?”
Jalal menoleh ke arah Mansingh, dan cemberut.
“Emang nggak ada kata-kata lain buat nyahut selain “Oh ya”?” Mansingh tertawa terbahak-bahak.
“Maaf Bos, nggak sengaja. Aku pikir Bos belum kenal dengan gadis itu. Aku jadi penasaran nih.” Jalal mencibir, “ya sudah, ayo kita susul Bos.” Ajak Mansingh. Akhirnya Jalal menuruti keinginan sahabatnya itu. Mereka berdua kembali melaju menuju tanda yang diberikan GPS Jodha.
Tidak perlu waktu lama untuk mereka mendapatkan kembali dimana tempat Jodha berada. Kini mereka berada di depan sebuah gedung besar dengan papan nama sebuah dojo (tempat latihan karate) dan juga fitness center. Mereka berdua kembali diam dan saling berpandangan.
“Bener mereka kesini Bos?” tanya Mansingh sedikit bingung. Jalal mengangkat bahu.
“Sepertinya begitu Man, ayo kita coba masuk.”
“Emang tidak apa-apa ya? Sepertinya masih sepi gitu. Kayak belum buka?” tanya Mansingh ragu-ragu.
“Kita coba dulu. Itu ada penjaganya disana.” Kata Jalal menunjuk pos penjaga di samping pintu gerbang. Karena memang gedung itu di kelilingi oleh pagar tembok, sehingga mau tidak mau mereka harus masuk lewat pintu gerbang itu. Mansingh pun mengangguk pasrah.
Jalal memajukan mobilnya sampai di depan pintu gerbang, mematikan mesin mobilnya dan bertanya kepada penjaganya.
“Maaf Mas, biasanya gedung fitness centernya dibuka jam berapa?” tanya Jalal sambil melepaskan kacamatanya.
“Oh, biasanya buka jam 10 pagi Mas.” Jalal mengangguk, “Masnya kepagian tuh.”
“Ehm, tadi teman saya Bayu menyuruh saya kesini pagi tadi Mas. Saya pikir ini dia sudah datang, makanya saya bertanya sama Mas karena memang saya belum pernah kesini sebelumnya.” Ucap Jalal sedikit berbohong, dan sepertinya penjaga itu percaya saja dengan ucapan Jalal.
“O, gitu? Mas Bayu sudah datang dari tadi Mas, silakan saja masuk saja.” Kata penjaga itu.
“Oke. Makasih ya Mas.” Ucap Jalal sambil tersenyum dan akan segera menghidupkan mesin mobilnya namun kemudian dia seperti teringat akan sesuatu. Dia kembali menoleh ke arah penjaga tersebut, “oh ya Mas, biasanya Bayu kalau pagi seperti ini sedang diruangan mana ya?”
“Biasanya kalau hari minggu mereka latihan di dojo Mas sampai siang. Karena dojo dibuka untuk umum pukul 02.00 siang sampai malam.” Terang penjaga. Jalal mengangguk.
“Hm..begitu ya.”
“Iya Mas.”
“Ya sudah kalau begitu makasih ya, saya masuk dulu.”
“Iya Mas.
Jalal akhirnya menstarter kembali mobilnya dan masuk pintu gerbang tanpa halangan. Ternyata di parkiran sudah terparkir beberapa mobil termasuk jeep milik Bayu. Setelah memarkirkan jeepnya mereka berdua pun masuk. Suasana sepi memudahkan mereka untuk memperhatikan suasana sekeliling.
Begitu melewati pintu masuk, mereka di hadapkan disebuah ruangan panjang yang sepertinya berfungsi sebagai ruang tunggu. Karena terdapat banyak kursi tunggu. Dan di hadapan mereka terdapat dua buah pintu. Di atas  pintu pertama terdapat tulisan dojo, dan di atas pintu kedua terdapat tulisan fitness center.
“Sepertinya kita masuk lewat pintu itu Bos.” Tunjuk Mansingh ke arah pintu yang ada tulisan dojo. Jalal mengangguk.
“Sepertinya begitu Man.” Ucap Jalal.
Mereka berdua pun perlahan membuka pintu dan masuk ke dalam. Begitu pintu terbuka, nampaklah ruangan yang luas khas untuk berlatih bela diri lengkap dengan peralatannya. Matras lebar pun menghiasi lantai tersebut dan ruangan tersebut di dominasi dengan warna merah. Di bagian depan terdapat dinding dari cermin besar. Sehingga setiap yang berlatih di tempat itu akan melihat sendiri gerakannya.
Namun, sepertinya masih terdapat beberapa ruangan lagi yang berada disitu. terdengar suara seperti orang memberi perintah. Karena ruangan tersebut di buat kedap suara maka dari luar tadi mereka tidak mendengar suara apa-apa.
Mereka pun menuju pintu yang terdengar suara. Perlahan Jalal membuka pintu tersebut, dan... mereka berdua kembali takjub dengan keadaan disana. Jodha dan Nadia sedang berlatih menggunakan punching pad (mirip sansak tetapi dipakai menggunakan tangan, bentuknya ada yang kotak, persegi panjang, dan juga oval). Satu punching pad dipegang oleh Bayu dan dipukul oleh Jodha, sedangkan punching pad yang dipukul oleh Nadia di pegang oleh salah seorang laki-laki yang Jalal tidak kenal.
Di beberapa tempat lain di ruangan itu juga terdapat beberapa orang yang sedang latihan serupa dengan apa yang dilakukan oleh Jodha dan Nadia. Pakaian mereka pun bukan pakaian karate, rata-rata mereka menggunakan celana army dengan kantong banyak dan menggunakan kaos berwarna hijau khas TNI, sedangkan Jodha dan Nadia menggunakan celana serupa namun bagian atas menggunakan tank top dengan tali lebar yang menutupi bahu.
Keringat nampak membasahi wajah Jodha yang rambutnya di ikat kuda, begitu juga dengan Nadia. Tanpa sadar Jalal dan Mansingh menelan ludah melihat kedua perempuan itu. Terlihat lemah diluar namun begitu kuat dalam tindakan. Mereka berdua masih belum bergerak dari tempat mereka berdiri dekat pintu masuk. Untungnya di tempat itu terdapat banyak sansak besar yang tergantung dan juga peralatan lain yang memudahkan mereka untuk bersembunyi dan mengintip.
“Bos, ternyata Jodha begitu seksi dan luar biasa ya.” Kata Mansingh dengan pandangannya tidak lepas dari kedua perempuan itu. Jalal mengangguk.
“Iya Man. Gila, nggak nyangka aku dia sehebat itu. Aku aja sebagai laki-laki merasa lemah berhadapan dengannya.”
“Bener tuh Bos. Sama seperti temannya itu. Siapa namanya Bos?”
“Nadia.” Jawab Jalal singkat.
“Hm...iya. Nadia. Bagus juga namanya. Sesuai dengan orangnya” kata Mansingh dengan semangat, “ih, jadi nggak sabar ingin kenalan nih.”
“Hati-hati Man, jangan macam-macam sama tuh anak. Bisa-bisa tulangmu patah nanti di jadikan sansak sama dia.” Ucap Jalal sambil tergelak. Mansingh cemberut.
“Ya nggak mungkinlah aku macam-macam Bos. Tapi, asyik juga sih punya pacar jago karate gitu.” Gumam Mansingh. Jalal tidak menjawab, dia terus memperhatikan Jodha yang masih berlatih dengan Bayu. Sesekali dia menggeram kesal karena beberapa kali juga dia melihat Bayu memegang bahu dan tangan Jodha, meskipun itu untuk memperbaiki gerakannya yang salah.
Entah kenapa melihat laki-laki lain menyentuh Inemnya, rasanya Jalal seperti tidak rela. Padahal bisa saja orang tersebut tidak mempunyai maksud apa-apa, hanya saja bagi Jalal itu menyakitkan. ck.
Selesai latihan menggunakan punching pad Jodha kembali berlatih bersama bayu menggunakan gerakan tangan kosong. Jodha begitu bersemangat sekali berlatih, beberapa kali Bayu memberikan pujian untuknya dan dibalas dengan senyuman oleh gadis itu.
“Bagus Jo, latihan kamu sudah mengalami peningkatan. Gerakan kamu juga sudah tidak kaku lagi, dan Abang harap kamu selalu berlatih seperti ini ya.” Kata Bayu merengkuh bahu Jodha. Gadis itu tersenyum dan mengangguk.
“Iya Bang. Makasih ya, Abang sudah banyak membantuku.”
“Hush. Nggak boleh ngomong begitu. Kamu itu adiknya Abang. Sama seperti Nadia juga. Abang sayang sama kamu.” Kata Bayu membawa Jodha duduk di lantai untuk beristirahat. Mereka berdua meminum air mineral yang sudah tersedia ditempat itu. Sedangkan Nadia masih bersemangat latihan, tidak peduli keringat sudah membanjiri pakaiannya. Jodha hanya tersenyum melihat sahabatnya itu seperti tidak mengenal lelah untuk berlatih.
“Nad, istirahat dulu.” Kata Bayu kepada adiknya. Nadia menoleh.
“Iya Bang. Sebentar.” Sahutnya dengan terus melanjutkan latihannya. Namun, tidak lama kemudian dia pun berhenti, menyeka keringat dengan handuk dan duduk di samping Jodha dan Abangnya. Melepaskan hand wrap wrist wrap (kain panjang yang digunakan untuk membungkus tangan, umumnya mulai dari pergelangan tangan sampai ke pangkal jari. Ada yang panjang dan ada yang pendek. Biasanya yang pendek hanya membungkus pangkal-pangkal jari dan  pergelangan tangan, sedangkan yang panjang bisa membungkus mulai dari pergelangan tangan, punggung tangan, pangkal-pangkal jari dan digulung ke atas pergelangan tangan untuk bahan penambah bantalan benturan ketika memukul. Tujuan menggunakan hand wrap ini adalah agar melindungi tangan kita ketika bermain-main dengan sansak.), kemudian mengambil air mineral dan meminumnya.
“Jadi perform hari ini ya Jo?” Jodha terdiam, “di cari Abang Todar tuh. Katanya kita lama nggak tampil. Dicariin sama langgananmu.” Jodha tertawa mendengar ucapan Nadia.
“Abang sendiri gimana? Bisa nggak? Kalau cuma kita aja ya mending nggak usah deh.” Nadia menoleh kearah Abangnya.
“Gimana Bang? Bisa nggak? Bisa aja ya?” ucap Nadia setengah memaksa. Bayu tertawa.
“Kamu ini Nad, itu ngajak apa maksa?” Nadia nyengir.
“Terserah Abang aja sih. Ngajak apa maksa yang penting Abang harus ikut. Kalau personilnya kurang ya nggak asyik dong Bang.”
“Iya. Abang ikut. Tapi, ke tempat papi sama mami Abang nggak ikut ya. Abang ada kerjaan tuh di kantor.” Kata Bayu mengalah. Nadia bersorak.
“Yeayy, akhirnya Abang ikut juga. Makasih ya Bang.” Nadia memeluk lengan Abangnya dan Bayu pun tersenyum sambil mengusap rambut adiknya dengan sayang. Mereka tidak sadar kalau mereka di intip oleh Jalal dan Mansingh yang masih sangat betah berada di tempat persembunyiannya. Pemandangan tersebut terlalu asyik untuk dilewatkan.
Setelah di rasa istirahat cukup, mereka kembali latihan. Kali ini Jodha dan Nadia masing-masing bertanding dengan salah satu teman mereka yang laki-laki. Pertama Nadia bertanding, dia membungkukkan tubuhnya untuk memberi hormat dan kemudian bersiaga memasang kuda-kuda, begitu juga dengan lawannya. Mansingh nampak tegang dan menahan nafas melihatnya. Setelah mendapat aba-aba mereka berdua pun maju berbarengan, dan tidak perlu waktu lama untuk Nadia melumpuhkan lawannya. Semua bertepuk tangan dan Nadia membungkukkan tubuhnya untuk memberi hormat. Mansingh sampai mengucapkan kata “wow” beberapa kali. Dia sungguh terpesona dengan gadis itu.
Giliran yang kedua adalah Jodha. Sama halnya seperti Nadia, dia tidak mengalami kesulitan dalam melumpuhkan lawannya. Gerakannya pun begitu lentur dan tidak kaku. Terbersit rasa kagum di hati Jalal melihat gadis pujaannya itu berhasil menaklukkan lawannya. Inemnya begitu mempesona luar biasa.
Setelah Jodha, giliran teman-teman mereka yang lain. Kalau dihitung jumlah mereka sekitar 10 orang, dan hanya Jodha dan Nadia yang perempuan disitu.
Pertandingan yang kedua. Kali ini Jodha maju yang pertama kali, dia bertanding melawan 4 orang teman mereka. Jodha bersiaga di tengah, tangannya mengepal matanya menatap tajam kebawah namun telinga penuh kewaspadaan terhadap gerakan sekecil apapun dari lawannya. Jalal sampai menahan nafas dan badannya terasa panas dingin saking tegangnya. Bagaimana nanti kalau Inemnya kena tendangan dan kenapa-kenapa? Dia tidak bisa membayangkan hal itu.
Jodha yang sudah bersiap ketika terdengar aba-aba dari Bayu selaku wasit pertandingan itu. Laki-laki yang berada di depan dan belakang Jodha mulai bergerak menyerang. Namun, gerakannya terhenti ketika mendengar suara.
“Jangaaann!”
Semua terkejut. Mansingh dan Jalal pun ikut terkejut. Jalal bahkan lebih terkejut karena mendengar suaranya sendiri tanpa sadar sudah berteriak menyuruh mereka yang bermaksud menyerang Jodha untuk berhenti.
Jodha terbelalak kaget ketika menoleh kearah suara tadi. Dia melihat tuan mudanya dan juga Mansingh berdiri di dekat pintu dan menatapnya.
“Tuan...?”
“Bang Bos?”
Ucap Jodha dan Nadia secara bersamaan. Sementara Bayu dan teman-teman Jodha yang lain hanya bengong keheranan. Tidak pernah ada sebelumnya ada orang yang secara sembunyi-sembunyi melihat kegiatan mereka.
“Kalian kenal dengan mereka?” Tanya Bayu kepada kedua perempuan itu. Keduanya serempak mengangguk. Jodha berjalan menghampiri Jalal dan Mansingh yang masih tersenyum kikuk. Sementara Nadia dan yang lainnya hanya memandang mereka dari kejauhan saja. Seperti teringat sesuatu Nadia berbisik kepada Abangnya, dan yang dibisikin tersenyum geli sambil mengangguk.
“Oke Bang?” tanya Nadia mengedipkan sebelah matanya.
“Siip.” Jawab Bayu mengacungkan jempolnya. Mereka berdua tersenyum bersama.
Jalal yang didatangi oleh Jodha hanya bisa berdiri tidak bisa beranjak kemana pun. Padahal, Jodha tidak melakukan apa-apa. Namun, rasa malu karena ketahuan membuat Jalal bingung harus berbuat apa?
“Tuan...”
“Inem...” kata Jalal tersenyum meringis. Sementara Mansingh yang berdiri disampingnya hanya memutar bola mata dengan malas. Setelah sadar dari keterkejutannya, Mansingh pun tidak bisa menghindar dari pandangan orang-orang itu. Dia hanya berdiri pasrah di samping Jalal.
“Kok Tuan ada disini sih?”
“Ng...ng...itu...aku...” Jalal tergagap sambil mengusap tengkuknya. Jodha melebarkan matanya.
“Apa? Tuan ngomong apa sih? Tuan ngikuti saya ya?” Jalal semakin serba salah.
“Ng...nggak kok.” Jodha mendekatkan wajahnya ke wajah Jalal, dan menatapnya dengan tersenyum.
“Terus?” Jodha memainkan kedua alisnya. Mansingh tanpa sadar berdecak melihat sahabatnya itu salah tingkah, “ngaku nggak kalau Tuan emang ngikutin saya?” Jalal akhirnya menghembuskan nafas panjang.
“Iya. Memangnya kenapa?” sahut Jalal menjadi jutek.
“Ck. Udah ketahuan salah malah marah. Dasar labil.” Gerutu Jodha, Mansingh menggelengkan kepalanya melihat Jalal seperti itu, “ya sudah, ayo ikut bergabung disana aja.” Ajak Jodha. Namun, Jalal masih diam. Dengan terpaksa Jodha menarik tangan tuan mudanya untuk bergabung dengan teman-temannya.
Dengan wajah datar Jalal menyembunyikan rasa malunya, dia mengikuti Jodha dan di belakangnya Mansingh juga mengikutinya.
“Bang, kenalin ini majikanku.” Kata Jodha memperkenalkan Jalal kepada Bayu, “dan Tuan, ini Abang Bayu pelatih disini.”
Jalal menegakkan kepalanya dan menaikkan sedikit dagunya memandang ke arah Bayu, dia mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Sementara Bayu tersenyum dalam hati melihat Jalal yang mencoba untuk mengintimidasinya. Mungkin Nadia benar pikirnya, laki-laki ini memang menyukai Jodha dan dia cemburu padaku. Bisik hati Bayu. Dia pun menyambut uluran tangan Jalal.
“Jalal... majikan Jodha.” Katanya sambil tersenyum miring.
“Bayu... calon tunangan Jodha.” Jawab Bayu dengan enteng.
Namun, yang mendengar tidaklah seenteng itu. Jodha yang mendengar langsung mendongak dan menatap Bayu dengan tatapan tanda tanya, dan yang dipandangi hanya mengeluarkan smirknya. Nadia pun diam. Padahal di hatinya bersorak melihat wajah Jalal yang berubah pias. Dengan cepat Jalal melepaskan tangannya dari Bayu.
“Oh...” hanya itu kata yang keluar dari mulutnya, namun dihati terasa ada yang mencabik. Tidak kelihatan namun rasanya sakit sekali. Jalal menoleh ke arah Jodha yang juga menatapnya dengan pandangan seolah berkata apakah Tuan baik-baik saja?, dan dia menarik ke atas kedua sudut bibirnya sehingga membentuk senyuman. Namun, terlihat sekali kalau itu senyum di paksakan, “maaf ya Nem, aku sudah mengikutimu. Harusnya aku nggak lakukan itu. Sekali lagi maaf.” Jalal kembali menoleh ke arah Bayu yang masih menatapnya dengan serius, “ maaf juga aku sudah mengganggu latihannya. Aku janji nggak akan lagi.” Jawab Jalal dengan lemas, “ayo Man, kita pulang.” Ajak Jalal sambil membalikkan badannya berniat untuk meninggalkan tempat itu.
Hatinya sakit sekali. Oh, tidak! Ini bahkan sangat sakit. Mungkin sewaktu laki-laki yang mengaku sebagai calon suami Inemnya, hatinya tidak sesakit ini karena terang-terangan gadis itu menolak. Namun sekarang, walaupun Jodha mengatakan dia tidak pernah jatuh cinta tetapi nyatanya dengan perilaku dan perhatiannya kepada laki-laki itu bisa sajakan apa yang dikatakan Bayu itu benar. Lagipula, apa kurangnya Bayu untuk Inemnya? Tidak ada. Semua sudah sangat sempurna. Semua yang di idamkan oleh semua wanita ada padanya.
Sambil melangkah Jalal memejamkan matanya. Kali ini apa yang sudah di duganya dulu memang menjadi kenyataan. Mansingh menatap iba melihat sahabatnya begitu sedih. Yah, siapapun yang tidak sedih ketika mendengar orang yang dicintai ternyata akan memiliki tunangan. Mansingh menepuk bahu sahabatnya berulang kali, Jalal hanya tersenyum.
Sementara Jodha yang masih terpaku melihat tuan mudanya melangkah pergi keluar kembali menatap Bayu yang tersenyum dan mengangkat bahunya, sedangkan Nadia hanya terkikik geli melihat Jodha.
“Abang, apa maksudnya ini? Kenapa Abang bilang kalau kita akan tunangan?” Bayu terkekeh.
“Tidak ada maksud apa-apa Jo, hanya saja Nadia ingin melihat apa benar majikanmu itu cinta sama kamu?” Jodha melongo.
“Hah?”
“Ck. Kamu nggak lihat reaksi majikanmu itu tadi ketika Abang bilang calon tunanganmu?” tanya Nadia, Jodha menggeleng, “emang dasar nggak peka kamu ini.” Jodha masih diam, “ketika Abang bilang dia calon tunanganmu dia seperti orang kehilangan semangatnya, sepertinya dia sakit hati tuh. Hehehe....” sambung Nadia yang membuat Jodha melotot.
“Jadi...jadi...tadi itu sengaja ya?” Nadia dan Abangnya kompak mengangkat bahu, dan bertos ria, “Nadia, awas kamu ya.” Ancam Jodha sembari meninggalkan mereka berdua yang masih tertawa terkekeh, untuk menyusul tuan mudanya. Jodha tidak mau majikannya itu salah paham kepadanya. Apalagi seminggu ini laki-laki itu bersikap cuek kepadanya.
Jodha berlari menuju pintu dan melihat tuan mudanya sudah duduk di atas jeepnya.
“Tuan...” panggilnya dengan keras. Jalal yang bermaksud menghidupkan mesin mobilnya menoleh ke arah Jodha yang melambaikan tangan ke arahnya. Namun, Jalal hanya diam saja menatap gadis itu yang kemudian berjalan setengah berlari menuju jeepnya.
“Ada apa?” tanya Jalal dengan wajah datar. Matanya menatap lurus kedepan, malas untuk melihat ke arah Jodha yang masih tersengal-sengal nafas karena berlari.
“Tuan,... itu semua salah paham. Please turun dulu deh. Biar saya jelasin.” Namun, Jalal masih diam saja tidak mau turun dari jeepnya.
“Salah paham apa? Ingin bilang kalau kamu memang mau tunangan sama dia?” sahut Jalal dengan ketus. Jodha dan Mansingh hanya menggeleng.
“Bukan itu Tuan.” Jalal akhirnya menoleh ke arah Jodha.
“Terus?”
“Udah. Ayo turun. Nanti saya jelaskan.” Ucap Jodha membuka pintu mobil dan menarik tangan Jalal keluar. Dengan terpaksa akhirnya Jalal pun menurut, dia keluar dari jeepnya berdiri dekat mobilnya dan bersidekap dia menatap Jodha dengan tajam.
“Sekarang apa yang ingin kamu jelasin sama aku, Nem?” tanya Jalal tidak sabar. Jodha tersenyum.
“Tuan sebenarnya salah paham...”
“Salah paham apa?” potongnya dengan cepat.
“Dengar dulu Tuan. Saya dengan Abang Bayu itu bukan mau tunangan.”
“Terus?”
“Dia itu hanya ingin menguji Tuan saja.”
“Maksudmu?”
“Iya. Abang sama Nadia itu hanya ingin menjahili dan menggoda Tuan saja.” Jalal mengangkat sebelah alisnya, “mana mungkinlah saya tunangan sama Abang, Tuan. Dia itu sudah punya anak dan istri kok. Saya adik angkatnya dia. Ini kerjaan Nadia yang usil sama Tuan.” Jalal menggeram jengkel. Namun, dibalik hatinya terselip rasa lega karena memang semua itu hanyalah kebohongan yang dilakukan Nadia.
“Kamu serius?” tanya Jalal pura-pura masih jutek. Jodha tersenyum dan mengangguk.
“Iya Tuan. Lagian, ngapain saya bohong. Kan biasanya juga saya ngomong apa adanya.” Wajah Jalal semakin berseri mendengarnya.
“Aku tanya sekali lagi, kamu nggak tunangan sama dia atau orang lain kan Nem?” tanya Jalal sambil memegang kedua tangan Jodha. Jodha mengangguk, pipinya sedikit memerah.
“Iya Tuan. Memangnya kenapa?”
Jalal tidak dapat menyembunyikan kebahagiaannya, tanpa sadar dia memeluk Jodha dengan erat. Jodha yang dipeluk terkejut dengan reaksi tuan mudanya itu. Namun, kemudian dia hanya membiarkannya saja dan tersenyum ikut merasakan kebahagiaan tuan mudanya. Mansingh yang melihat mereka berdua hanya kembali menggeleng. Jalal kemudian melepas pelukannya dan tersipu malu karena tanpa sadar sudah memeluk Inemnya.
“Makasih ya Nem.”  
“Makasih untuk apa Tuan?” tanya Jodha dengan heran namun hatinya terada berdebar.
“Karena kamu bukan milik siapa-siapa saat ini.”
“Maksud Tuan?” Jalal mengusap tengkuknya. Wajahnya memerah.
“Hm...nggak usah dipikirlah itu. Nanti juga tahu.” Kata Jalal agak gugup. Mansingh yang mendengar hanya bisa mencibir saja.
“Ck. Dasar lamban.”
Jodha mengangguk. Walaupun hatinya penuh tanda tanya namun dia tidak bertanya lagi.”
“Ya sudah, kalau begitu ayo kita masuk lagi.” Ajak Jodha. Tapi, sepertinya Jalal masih ragu, “kenapa Tuan?”
“Ehm..., emangnya nggak apa-apa kalau kami masuk lagi kesana? Kan kami bukan ingin ikut latihan.” Jodha tersenyum.
“Nggak apa-apa kali Tuan. Tenang aja. Abang Bayu baik kok. Ayo, nggak usah takut. Lagian singa betinanya juga udah jinak kok kalau ada abangnya.” Ujar Jodha sambil terkikik geli.
“Singa betina? Siapa?”
“Siapa lagi? Nadialah.”
“Oh. Iya deh. Sekalian tuh Mansingh ingin kenalan dengan Nadia katanya.” Ucapan Jalal membuat Mansingh menoleh dengan cepat kearahnya dan mendelik. Namun, Jalal hanya terkekeh. Begitu juga dengan Jodha.
“Nggak usah malu-malu Man, santai aja. Ayo Masuk.” Ajak Jodha lagi. Akhirnya mereka berdua pun mengikuti langkah Jodha masuk ke dalam gedung itu.
Ketika masuk ke dalam ruangan tadi nampak Nadia tersenyum geli melihat Jalal yang masuk lagi bersama Jodha. Sementara Bayu sedang berbincang dengan teman-temannya yang lain.
“Eh, Bang Bos nggak jadi ngambek nih? Nggak jadi pulang?” ejek Nadia membuat Jalal merasa geram. Tangannya mengepal. Ingin rasanya dia mencubit mulut Nadia sampai dia berteriak minta ampun.
“Udah Nad. Nggak usah diperpanjang lagi.” Kata Jodha menengahi. Nadia hanya cekikikan saja.
“Kan kalau cinta nggak bisa marah lama-lama ya Bang Bos?” lagi-lagi ucapan Nadia membuat wajah Jalal memerah karena malu.
Mansingh yang sejak tadi hanya diam, rupanya asyik memperhatikan Nadia. Gadis itu nampak manis, lucu dan menggemaskan. Tidak sesuai dengan kekuatannya. Tanpa sadar Nadia melirik ke arahnya. Wajahnya yang tadi selalu tersenyum sekarang menjadi judes.
“Apa lihat-lihat? Nggak pernah liat gadis cantik lagi ketawa?” Tanya Nadia dengan ketus membuat Mansingh melongo. Padahal tadi dia nampak menggemaskan, kenapa sekarang jadi jutek gitu? Mana cuma sama dia aja. Sama Jalal malah tertawa mengejek.
“Ih, nih anak labil banget.” Gumam Mansingh.
“Apa kamu bilang?” tanya Nadia mengacungkan tinjunya kearah Mansingh. Rupanya Nadia mendengar gumamannya tadi. Mansingh mengangkat kedua tangannya tanda menyerah. Jalal dan Jodha tertawa melihat mereka berdua.
“Nggak. Nggak. Kamu salah dengar aja. Aku nggak ngomong apa-apa kok. Suer.” Nadia menatapnya dengan tajam.
“Awas kalau berani macam-macam ya, aku bikin kamu tidak bisa berdiri lagi.” Membuat Mansingh meringis.
“Sudah Nad, kasihan anak orang tuh ketakutan begitu.” Tegur Jodha. Nadia hanya mencebikkan bibirnya mendengar teguran Jodha.
“Abang, sini.” Panggil Jodha. Bayu mendekat.
“Ada apa Jo?”
“Abang minta maaf tuh, sudah bohong sama majikanku.” Pinta Jodha membuat Bayu terkekeh.
“Iya deh. Maaf ya Jalal, Abang tadi cuma becanda. Itu semua kerjaannya Nadia. Adik Abang yang usil ini.” Kata Bayu merengkuh bahu Nadia dan mengacak rambutnya, membuat gadis itu tertawa.
“Nggak apa-apa Bang, lagian aku juga baru tau kalau ada gadis manis kayak dia bisa usil juga ternyata.” Sindir Jalal.
“Makasih.” Ucap Nadia tersenyum tanpa merasa tersinggung. Jalal hanya bisa menahan dongkol dalam hati.
“Ya sudah, karena hari sudah siang. Kita sudahi saja latihan hari ini.” Ajak Bayu, mereka pun mengangguk setuju.
“Oke Bang. Abang jadikan ikut ke tempat Abang Todar. Abang sudah janji lo?” tagih Nadia.
“Iya, iya sayang. Abang ikut. Kan Abang sudah janji.”
“Asyik. Iya deh kalo gitu.” Ucap Nadia berlari membereskan peralatannya dan mengganti pakaian.
“Tuan mau ikut lagi atau mau pulang sendiri?” tanya Jodha kepada Jalal yang sedang asyik memperhatikan mereka yang sedang berberes-beres.
“Emang kamu mau kemana lagi Nem?” Jodha tersenyum.
“Rahasia.” Jalal cemberut.
“Emang boleh kalau kami ikut?”
“Ya bolehlah. Nggak ada yang melarang kok.”
“Oke. Baiklah. Dengan senang hati aku akan mengikutimu seharian ini.” Jodha hanya terkekeh, kemudian menyusul Nadia untuk berganti pakaian.


===TBC===

Tidak ada komentar:

Posting Komentar