Menu

Jumat, 12 Februari 2016

MIRACLE OF LOVE, PART. 11

Tiba-tiba Jodha merasa bahunya digerak-gerakkan, sementara telinganya mendengar suara memanggil namanya. Jodha membuka matanya dan terkejut melihat Jalal duduk dihadapannya dengan pandangan penuh tanda tanya. Rupanya karena kelelahan menangis dia tertidur pulas.
“Kau kenapa Jo? kenapa matamu bengkak begitu? kamu nangis, Jo? tapi kenapa?” Jalal memberondong Jodha dengan pertanyaan. Sementara Jodha hanya diam dan tangannya menggosok-gosokkan dahinya memikirkan kejadian barusan.
“Apa aku bermimpi ya? Tapi kok terasa nyata dia menciumku." Pikir Jodha tangannya beralih meraba bibirnya sendiri.
“Ada apa denganmu, Jo?” tanya Jalal dengan penasaran.
“Jalal, apa aku tadi tertidur?” Jodha balik tanya.
“Iya, kenapa?”
“Ya Tuhan, ternyata benar aku cuma bermimpi tadi. Apa aku terbawa perasaanku ini?”
“Kamu kenapa, Jo? aku nanya dari tadi kok tidak dijawab?”
“Ehm....iya....eh....anu....itu..” ucap Jodha menjadi tergagap sendiri.
Dahi Jalal mengkerut mendengar jawaban Jodha, dia bingung sebenarnya ada apa dengan Jodha, “maksudmu apa, Jo? aku semakin tidak mengerti."
“Haruskah aku cerita kalau aku bermimpi dia menciumku? Mau ditaruh dimana mukaku kalau aku ceritakan kepadanya?” bathin Jodha terus berlawanan tanpa sadar dia menggelengkan kepala sendiri. Jalal yang melihatnya menjadi kesal.
“Ya sudahlah kalau kau tidak mau cerita. Aku mau keluar saja dulu." Kata Jalal seraya berdiri ingin keluar. Namun dengan cepat Jodha memegang tangannya. Membuat langkah Jalal tertahan.
“Jangan pergi, Jalal. Ku mohon! baiklah, aku akan menceritakan kepadamu." Akhirnya Jodha mengalah, dia tidak mau melihat Jalal marah padanya. Walaupun selama ini Jalal tidak pernah sekalipun marah kepadanya, “Duduklah sayang.” akhirnya Jalal duduk menyamping dihadapan Jodha namun ekspresi kesalnya masih terlihat.
Jodha mendekat, memeluk lengan Jalal yang semakin kekar. Kepalanya didongakkannya kearah Jalal dengan mimik muka yang lucu, namun Jalal membuang muka kearah lain. Jodha tidak kehabisan akal, dipegangnya dagu Jalal dan diputarkan kearahnya. Jalal tetap melawan tidak mau melihat wajah Jodha. Akhirnya Jodha tidak sabar, dia bangkit dan menjatuhkan kedua lututnya dihadapan Jalal. Sehingga posisi kepalanya sedikit lebih tinggi dari kepala Jalal. Dipegangnya kepala Jalal, dan.....dengan penuh perasaan dia mencium bibir Jalal. Jalal yang tidak menduga akan mendapat serangan seperti itu awalnya hanya diam saja namun, setelah dirasakannya ciuman Jodha semakin bernafsu mau tidak mau membangkitkan gelora yang terpendam dalam jiwanya. Perlahan kekesalannya luntur berganti perasaan ingin melumat bibir sensual yang sudah terlebih dahulu menyerangnya.
Tangan Jalal naik dan memegang tengkuk Jodha sedangkan tangan satunya memeluk tubuh Jodha. Nafas keduanya memburu namun tidak ada yang berniat melepaskan ciuman itu, sampai akhirnya keduanya masing-masing menarik wajahnya menjauh. Dengan nafas masih tersengal-sengal keduanya saling tatap dengan penuh cinta dihiasi dengan senyum malu-malu bahagia.
“Maafkan aku ya, Jo tadi sudah kesal kepadamu." Ucap Jalal pelan. Jodha menggeleng.
“Harusnya aku yang minta maaf, Jalal. Aku telah membuatmu khawatir."
“Tidak, Jo. mungkin ada sikapku yang membuatmu marah, aku minta maaf."
“Sttt....” Jodha menempelkan telunjuk di bibir Jalal, “kamu tidak salah, sayang. Akulah yang terlalu sensitif."
“Tapi....” belum sempat Jalal melanjutkan perkataannya Jodha kembali mencium bibir Jalal membuat pemuda itu tidak berkutik lagi. Jodha mendorong tubuh Jalal sampai terbaring dikasur, dan Jodha menindihnya. Kembali adegan itu terulang lagi. Sampai puncaknya mereka kehabisan nafas. Jodha menjatuhkan tubuhnya telentang disamping Jalal, keduanya menoleh dan tersenyum.
Jalal mengubah posisinya miring menghadap kepada Jodha dengan berbantalkan kedua tangannya yang ditangkupkan. “Apa boleh aku tahu kenapa sikapmu tadi aneh, Jo?”
Jodha mengikuti posisi Jalal sehingga mereka berdua saling berhadapan, “Maafkan aku, Jalal. Tadi aku sangat kesal melihat anaknya Bu Javeda. Genit sekali.” Akhirnya Jodha berterus terang juga. Jalal tersenyum.
“Apa kamu cemburu, Sayang?” tangan Jalal mengelus rambut Jodha. “Kamu tenang saja, dia tidak berarti apa-apa bagiku. Kan dihatiku sudah ada kamu."
“Tapi, aku takut suatu saat kau akan tertarik padanya. Apalagi dia itu seksi, cantik, pandai merayu." Kata Jodha dengan mulut cemberut.
“Oh, sekarang aku mengerti arti ciumanmu tadi.” ucap Jalal sambil tertawa. Jodha menatap tajam.
“Apa yang kau mengerti, Jalal?”
“Hm, aku mengerti ternyata ciuman itu luapan perasaan cemburumu kepada Atifa? Iyakan?” kata Jalal masih tertawa. Jodha menggeleng keras kepalanya.
“Bukan seperti itu, Jalal. Tetapi tadi aku bermimpi engkau menciumku dan aku pikir itu nyata...ups." Jodha menutup mulutnya, “aduh gawat, kenapa aku jadi keceplosan begini." Pikir Jodha panik. 
Mendengar hal itu, mata Jalal melebar tak percaya. Perlahan diseretnya tubuhnya mendekat Jodha. Tanpa sengaja Jodha menjauhkan juga tubuhnya. Namun Jalal terus mengejarnya, sampai akhirnya tubuh Jodha menyentuh dinding dan tidak bisa bergerak lagi dan tubuh Jalal menguncinya dengan memeluk tubuh Jodha yang akhirnya hanya bisa pasrah.
“Kenapa tidak kau katakan dari tadi, Sayang? Kan aku tidak perlu harus kesal kepadamu. Kalau kau menginginkannya aku bisa memuaskanmu." Goda Jalal seraya mengedipkan sebelah matanya.
“Apa maksudmu, Jalal?” Tanya Jodha panik.
“Apa kau sungguh tidak tahu maksudku, Sayang?”
“Maksudmu, kita?" kata Jodha dengan kode tangannya. Jalal mengangguk sambil tersenyum lucu.
“Kenapa? Kau kan istriku. Aku suamimu. Apa aku tidak boleh meminta hakku?”
“Tapi,....tapi....aku...” Jawab Jodha gugup.
“Tapi, apa sayang? kau takut ?” bisik Jalal dengan mesra membuat seluruh tulang-tulang dalam tubuh Jodha terasa lemas semua.
“Aku,...aku...belum siap sekarang, Jalal." Jodha menutup matanya saking gugupnya. Melihat itu Jalal menjauhkan tubuhnya sambil terkekeh melihat Jodha yang gugup. Sebenarnya dia juga gugup, tetapi entah dapat keberanian dari mana saat ini dia menjadi berani. Mungkinkah efek dari ciuman tadi membuat kegugupannya berkurang.
Jodha membuka mata dan menghembuskan nafas lega. Sempat terlintas dipikirannya kalau Jalal akan memaksanya namun ternyata Jalal hanya menggodanya saja. Jalal duduk dan mencium keningnya Jodha.
 “Ya sudah kalau begitu Jo, aku mau ketempat Pak Syarif dulu." Mendengar Jalal mau ketempat Pak Syarif, Jodha bangkit dan memegang tangan Jalal sambil menatap tajam.
“Ada urusan apa lagi ketempat Pak Syarif, Jalal?” Tanya Jodha dengan nada cemburu. Jalal tertawa.
 “Kau kenapa? kau cemburu lagi?” Jodha menunduk. Malu rasanya ingin mengatakan cemburu. Tapi dia tidak bisa melihat Jalal dirayu gadis genit itu lagi. “Biasanya kan tiap sore aku selalu kesana membantu Beliau. Kenapa sekarang tidak boleh?”
“Tapi,....tapi nanti kau akan bertemu lagi dengan gadis itu."
“Memangnya kenapa kalau aku bertemu dengannya lagi? aku janji, kalau aku akan menjaga jarak dengannya. Dia juga harus tahu kalau aku sudah punya istri yang cantik, manis dan jaauuuhhh lebih seksi dari wanita manapun." Ucap Jalal melepaskan tangan Jodha dengan lembut, kemudian mengusap rambutnya.
“Tapi, tetap saja aku tidak suka.”
“Sttt.....sudahlah, nanti malam aku ingin memberikan kejutan spesial buatmu. Jangan lupa sekalian bikinkan wedang Jahe ya. Aku pergi dulu." Jalal bangkit dari duduknya dan keluar ketempat Pak Syarif.
Jodha kembali menghela nafas panjang, mencoba untuk menahan rasa cemburu yang masih saja menggelayut didadanya, walaupun Jalal sudah mengatakan ingin memberikan kejutan padanya. Tetapi tetap saja tidak bisa mengalahkan perasaan cemburu yang terasa mencengkram dihatinya. Akhirnya dengan langkah berat diapun melangkah ke dapur untuk memasak buat makan malam mereka berdua dan mengerjakan minuman pesanan Jalal.

~~~0000~~~

Hari beranjak sore, matahari sudah tenggelam diperaduannya dengan nyaman. Jodha telah selesai menyiapkan untuk makan malam, kemudian mandi membersihkan diri, setelah berpakaian dan rapi dia duduk diteras depan menunggu Jalal datang.
Detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam berlalu. Namun Jalal masih belum kelihatan batang hidungnya. Jodha mulai gelisah, pikiran buruk mulai menghantuinya lagi. Dia berdiri, melangkah mundar-mandir. Berkali-kali dijenguknya jalan yang biasa dilewati mereka, namun tidak nampak seorang pun. Bahkan sampai hari sudah gelap Jalal belum datang juga. Jodha menjadi sangat cemas. Khawatir telah terjadi apa-apa dengan Jalal, dan lebih khawatir lagi kalau Jalal mulai tertarik kepada Atifa, gadis genit penggoda itu. Bayangan Jalal dan Atifa bercengkrama, tertawa bersama menari-nari dibenaknya.
Jodha masuk kerumah dan duduk di depan pintu kamar dengan memeluk lutut sambil menangis terisak-isak. Dia sudah tidak bisa mentorerir perasaan cemburu, takut dan cemasnya membuatnya terasa sesak.
Tiba-tiba terdengar ketukan dari pintu dan suara Jalal memanggil namanya. Jodha tersentak, dengan cepat dia menghapus air matanya kemudian berlari membuka pintu. Nampak Jalal berdiri dengan raut muka yang lelah. Keringat nampak membasahi wajah dan pakaian yang dipakainya.
Jodha langsung memeluknya dan menangis didadanya meluapkan perasaan yang sudah tidak tertahankan lagi. Jalal kaget melihat Jodha menangis lagi.
“Sayang, kamu kenapa ? kamu menangis lagi?” tanya Jalal membalas pelukan Jodha.
“Kau kemana saja, Jalal? Apa kau tidak tahu aku sangat cemas memikirkanmu tidak pulang-pulang. Aku sangat takut.” Kata Jodha masih belum mau melepaskan pelukannya.
“Maafkan aku Sayang, tadi aku membantu Bapak mengangkut kayu-kayu yang sudah ditebang dan dibawa semua jadinya aku terlambat pulang karena yang dibawa banyak sekali”. Jalal melepaskan pelukan Jodha, dihapusnya air mata itu dengan tersenyum, “Sekarang aku sudah pulang, jadi kamu tidak usah menangis dan cemas lagi." Bujuk Jalal. Jodha mengangguk, namun kemudian kembali menatap Jalal dengan tajam, “Tapi, kau bertemu dengan si gadis genit itu lagi kan?” Lagi-lagi Jodha tidak bisa menguasai rasa cemburunya yang berlebihan. Jalal tertawa.
“Ya ampun, Jodha....aku bahkan tidak melihatnya setelah tadi siang."
“Benarkah? kamu tidak bohongkan?” Tanya Jodha masih tidak percaya.
“Iya, Sayangku, cintaku, pujaan hatiku. Suamimu ini tidak berbohong. Suueerr!” kata Jalal. Tangannya mengacak-acak rambut Jodha. Jodha tersenyum senang. “Ya sudah kalau begitu, aku mau mandi dulu ya." Jodha mengangguk. Jalal pun berlalu menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, dan Jodha mengikutinya untuk menyiapkan makan malam untuk mereka berdua.
Setelah membersihkan diri dan makan malam, mereka berdua duduk santai didepan rumah sambil menyalakan api unggun ditemani wedang jahe untuk mengusir hawa dingin yang terasa menusuk kulit.
“Jalal."
“Hm...” Jawab Jalal sembari menyeruput wedang jahenya.
“Katanya mau ngasih aku kejutan, mana kejutannya?” Jalal menepuk dahinya.
“Iya, Jo... maaf aku hampir lupa." Kata Jalal bangkit dari duduknya dan melangkah ke samping rumah diiringi pandangan heran Jodha. Tidak lama kemudian Jalal kembali dengan membawa sebuah gitar.
“Kamu temukan dimana gitar itu, Jalal?” Jodha masih heran. Jalal tersenyum.
“Aku pinjam sama Bapak, kebetulan aku lihat dikamarnya ada sebuah gitar tergantung. Katanya itu milik anak lelakinya yang tinggal di Jakarta. Aku minta ijin meminjam sebentar. Beliau mengijinkan, jadi tadi aku bawa kesini tapi aku sembunyikan disamping rumah."
“Jadi begitu?” Jodha nampak sumringah, dia mengubah posisi duduknya menghadap kepada Jalal yang masih mengecek senar-senar gitar tersebut.  “Sudah selesai belum, Jalal? lama sekali." Tanya Jodha dengan tidak sabar.
“Sabar, Sayang...sebentar lagi." Jawab Jalal masih mencoba-coba nadanya. “Yes, sekarang sudah siap. Kamu minta lagu apa, Jo?”
“Terserah kamu saja, lagu apa saja aku suka kalau kamu yang memetik gitarnya." Sahut Jodha.
“Hm...baiklah kalau begitu." Jalal mulai memetik gitar sembari memejamkan matanya sebentar. Jodha terus menatap Jalal dengan mata tidak berkedip, rasa kagumnya tidak dapat disembunyikannya. Senyumnya terus mengembang.

Mengalunlah bait-bait lagu JENNA-JENNA dari bibir Jalal. (maaf kalo penulisannya salah)

Hmm Mmm... Hmm Mmm… Hmm Mmm… Hmm Mmm… (x2)

Dehleez Pe Mere Dil Ki, Jo Rakhe Hain Tune Kadam
sejak kau melangkah ke pintu hatiku

Tere Naam Pe Meri Zindagi, Likh Di Mere Humdum
ku tuliskan hidupku  ke dalam namamu

Jalal menoleh kepada Jodha dan menatapnya dengan penuh cinta.

Haan Seekha Maine Jeena Jeena Kaise Jeena
aku tlah belajar bagaimana menjalani hidup

Haan Seekha Maine Jeena Mere Humdum
aku tlah belajar bagaimana menjalani hidup, sayangku

Na Seekha Kabhi Jeena Jeena Kaise Jeena
sebelumnya aku tidak pernah belajar bagaimana menjalani hidup

Na Seekha Jeena Tere Bina Humdum
sebelumnya aku tidak pernah belajar bagaimana menjalani hidup tanpamu oh sayangku

Dehleez Pe Mere Dil Ki, Jo Rakhe Hain Tune Kadam
sejak kau melangkah ke pintu hatiku

Tere Naam Pe Meri Zindagi, Likh Di Mere Humdum
ku tuliskan hidupku  ke dalam namamu

Haan Seekha Maine Jeena Jeena Kaise Jeena
aku tlah belajar bagaimana menjalani hidup

Haan Seekha Maine Jeena Mere Humdum
aku tlah belajar bagaimana menjalani hidup, sayangku

Na Seekha Kabhi Jeena Jeena Kaise Jeena
sebelumnya aku tidak pernah belajar bagaimana menjalani hidup

Na Seekha Jeena Tere Bina Humdum
sebelumnya aku tidak pernah belajar bagaimana menjalani hidup tanpamu oh sayangku

Hmm Mmm... Hmm Mmm… Hmm Mmm… Hmm Mmm…

Sacchi Si Hain Yeh Taareefein, Dil Se Jo Maine Kari Hain… (x2)
segala pujian yang kuberikan kepadamu, itu semua jujur dari lubuk hatiku

Jo Tu Mila To Saji Hai, Duniya Meri Humdum
duniaku terasa indah setelah ku mendapatkanmu

O Aasmaan Mila Zameen Ko Meri
bumiku tlah menemukan langitnya

Aadhe Aadhe Poore Hain Hum
dan kini semuanya terasa lengkap

Tere Naam Pe Meri Zindagi, Likh Di Mere Humdum
ku tuliskan hidupku  ke dalam namamu

Haan Seekha Maine Jeena Jeena Kaise Jeena
aku tlah belajar bagaimana menjalani hidup

Haan Seekha Maine Jeena Mere Humdum
aku tlah belajar bagaimana menjalani hidup, sayangku

Na Seekha Kabhi Jeena Jeena Kaise Jeena
sebelumnya aku tidak pernah belajar bagaimana menjalani hidup

Na Seekha Jeena Tere Bina Humdum
sebelumnya aku tidak pernah belajar bagaimana menjalani hidup tanpamu oh sayangku

Hmm Mmm... Hmm Mmm… Hmm Mmm… Hmm Mmm… (x2)

Lagu pun berakhir, namun Jodha masih terpana menatap Jalal. Jalal menoleh, melihat Jodha yang masih menatapnya.
“Bagaimana Jo, bagus tidak?” tanya Jalal membelai pipi Jodha. Jodha tersentak, wajahnya langsung merona. Untung suasananya temaram sehingga Jalal tidak bisa melihatnya.
“Oh, Jalaall...sungguh so sweet banget. Aku suka sekali.” ucap Jodha tersenyum bahagia dan memegang kedua tangannya serta meletakkannya didepan dada. Jalal ikut tersenyum senang.
“Syukurlah kalau kau suka, aku pikir tadi kamu tidak suka, Jo. karena kamu diam saja."
“Aku suka sekali, Jalal. Hm.....bolehkan aku minta kamu nyanyikan sekali lagi. Please!”
“Baiklah, apapun untukmu.” Jalal kembali memetik gitar dan kembali menyanyikannya sesuai permintaan Jodha. Kali ini Jodha duduk disamping Jalal, tangannya memeluk tangan Jalal dan menyandarkan kepalanya dibahu Jalal. Jodha memejamkan matanya meresapi lagu tersebut.


tbc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar