Tiba-tiba
Jodha merasa bahunya digerak-gerakkan, sementara telinganya mendengar suara
memanggil namanya. Jodha membuka matanya dan terkejut melihat Jalal duduk
dihadapannya dengan pandangan penuh tanda tanya. Rupanya karena kelelahan menangis
dia tertidur pulas.
“Kau kenapa
Jo? kenapa matamu bengkak begitu? kamu nangis, Jo? tapi kenapa?” Jalal
memberondong Jodha dengan pertanyaan. Sementara Jodha hanya diam dan tangannya
menggosok-gosokkan dahinya memikirkan kejadian barusan.
“Apa aku bermimpi
ya? Tapi kok terasa nyata dia menciumku." Pikir Jodha tangannya beralih meraba
bibirnya sendiri.
“Ada apa
denganmu, Jo?” tanya Jalal dengan penasaran.
“Jalal, apa
aku tadi tertidur?” Jodha balik tanya.
“Iya, kenapa?”
“Ya Tuhan, ternyata
benar aku cuma bermimpi tadi. Apa aku terbawa perasaanku ini?”
“Kamu
kenapa, Jo? aku nanya dari tadi kok tidak dijawab?”
“Ehm....iya....eh....anu....itu..”
ucap Jodha menjadi tergagap sendiri.
Dahi Jalal mengkerut
mendengar jawaban Jodha, dia bingung sebenarnya ada apa dengan Jodha, “maksudmu
apa, Jo? aku semakin tidak mengerti."
“Haruskah
aku cerita kalau aku bermimpi dia menciumku? Mau ditaruh dimana mukaku kalau
aku ceritakan kepadanya?” bathin Jodha terus berlawanan tanpa sadar dia
menggelengkan kepala sendiri. Jalal yang melihatnya menjadi kesal.
“Ya sudahlah
kalau kau tidak mau cerita. Aku mau keluar saja dulu." Kata Jalal seraya
berdiri ingin keluar. Namun dengan cepat Jodha memegang tangannya. Membuat
langkah Jalal tertahan.
“Jangan
pergi, Jalal. Ku mohon! baiklah, aku akan menceritakan kepadamu." Akhirnya
Jodha mengalah, dia tidak mau melihat Jalal marah padanya. Walaupun selama ini
Jalal tidak pernah sekalipun marah kepadanya, “Duduklah sayang.” akhirnya
Jalal duduk menyamping dihadapan Jodha namun ekspresi kesalnya masih terlihat.
Jodha
mendekat, memeluk lengan Jalal yang semakin kekar. Kepalanya didongakkannya
kearah Jalal dengan mimik muka yang lucu, namun Jalal membuang muka kearah
lain. Jodha tidak kehabisan akal, dipegangnya dagu Jalal dan diputarkan
kearahnya. Jalal tetap melawan tidak mau melihat wajah Jodha. Akhirnya Jodha
tidak sabar, dia bangkit dan menjatuhkan kedua lututnya dihadapan Jalal.
Sehingga posisi kepalanya sedikit lebih tinggi dari kepala Jalal. Dipegangnya
kepala Jalal, dan.....dengan penuh perasaan dia mencium bibir Jalal. Jalal yang
tidak menduga akan mendapat serangan seperti itu awalnya hanya diam saja namun,
setelah dirasakannya ciuman Jodha semakin bernafsu mau tidak mau membangkitkan
gelora yang terpendam dalam jiwanya. Perlahan kekesalannya luntur berganti
perasaan ingin melumat bibir sensual yang sudah terlebih dahulu menyerangnya.
Tangan Jalal
naik dan memegang tengkuk Jodha sedangkan tangan satunya memeluk tubuh Jodha. Nafas
keduanya memburu namun tidak ada yang berniat melepaskan ciuman itu, sampai
akhirnya keduanya masing-masing menarik wajahnya menjauh. Dengan nafas masih tersengal-sengal
keduanya saling tatap dengan penuh cinta dihiasi dengan senyum malu-malu bahagia.
“Maafkan aku
ya, Jo tadi sudah kesal kepadamu." Ucap Jalal pelan. Jodha menggeleng.
“Harusnya
aku yang minta maaf, Jalal. Aku telah membuatmu khawatir."
“Tidak, Jo.
mungkin ada sikapku yang membuatmu marah, aku minta maaf."
“Sttt....”
Jodha menempelkan telunjuk di bibir Jalal, “kamu tidak salah, sayang. Akulah
yang terlalu sensitif."
“Tapi....”
belum sempat Jalal melanjutkan perkataannya Jodha kembali mencium bibir Jalal
membuat pemuda itu tidak berkutik lagi. Jodha mendorong tubuh Jalal sampai
terbaring dikasur, dan Jodha menindihnya. Kembali adegan itu terulang lagi.
Sampai puncaknya mereka kehabisan nafas. Jodha menjatuhkan tubuhnya telentang disamping
Jalal, keduanya menoleh dan tersenyum.
Jalal
mengubah posisinya miring menghadap kepada Jodha dengan berbantalkan kedua
tangannya yang ditangkupkan. “Apa boleh aku tahu kenapa sikapmu tadi aneh, Jo?”
Jodha
mengikuti posisi Jalal sehingga mereka berdua saling berhadapan, “Maafkan aku, Jalal.
Tadi aku sangat kesal melihat anaknya Bu Javeda. Genit sekali.” Akhirnya Jodha
berterus terang juga. Jalal tersenyum.
“Apa kamu
cemburu, Sayang?” tangan Jalal mengelus rambut Jodha. “Kamu tenang saja, dia
tidak berarti apa-apa bagiku. Kan dihatiku sudah ada kamu."
“Tapi, aku
takut suatu saat kau akan tertarik padanya. Apalagi dia itu seksi, cantik,
pandai merayu." Kata Jodha dengan mulut cemberut.
“Oh,
sekarang aku mengerti arti ciumanmu tadi.” ucap Jalal sambil tertawa. Jodha
menatap tajam.
“Apa yang
kau mengerti, Jalal?”
“Hm, aku
mengerti ternyata ciuman itu luapan perasaan cemburumu kepada Atifa? Iyakan?” kata Jalal masih tertawa. Jodha menggeleng keras kepalanya.
“Bukan
seperti itu, Jalal. Tetapi tadi aku bermimpi engkau menciumku dan aku pikir itu
nyata...ups." Jodha menutup mulutnya, “aduh gawat, kenapa aku jadi keceplosan
begini." Pikir Jodha panik.
Mendengar hal itu, mata Jalal melebar tak percaya.
Perlahan diseretnya tubuhnya mendekat Jodha. Tanpa sengaja Jodha menjauhkan juga
tubuhnya. Namun Jalal terus mengejarnya, sampai akhirnya tubuh Jodha menyentuh
dinding dan tidak bisa bergerak lagi dan tubuh Jalal menguncinya dengan memeluk
tubuh Jodha yang akhirnya hanya bisa pasrah.
“Kenapa
tidak kau katakan dari tadi, Sayang? Kan aku tidak perlu harus kesal kepadamu.
Kalau kau menginginkannya aku bisa memuaskanmu." Goda Jalal seraya mengedipkan
sebelah matanya.
“Apa
maksudmu, Jalal?” Tanya Jodha panik.
“Apa kau
sungguh tidak tahu maksudku, Sayang?”
“Maksudmu, kita?" kata Jodha dengan kode tangannya. Jalal mengangguk sambil
tersenyum lucu.
“Kenapa? Kau
kan istriku. Aku suamimu. Apa aku tidak boleh meminta hakku?”
“Tapi,....tapi....aku...” Jawab Jodha gugup.
“Tapi, apa
sayang? kau takut ?” bisik Jalal dengan mesra membuat seluruh tulang-tulang
dalam tubuh Jodha terasa lemas semua.
“Aku,...aku...belum
siap sekarang, Jalal." Jodha menutup matanya saking gugupnya. Melihat itu Jalal
menjauhkan tubuhnya sambil terkekeh melihat Jodha yang gugup.
Sebenarnya dia juga gugup, tetapi entah dapat keberanian dari mana saat ini dia
menjadi berani. Mungkinkah efek dari ciuman tadi membuat kegugupannya
berkurang.
Jodha
membuka mata dan menghembuskan nafas lega. Sempat terlintas dipikirannya kalau
Jalal akan memaksanya namun ternyata Jalal hanya menggodanya saja. Jalal duduk
dan mencium keningnya Jodha.
“Ya sudah kalau begitu Jo, aku mau ketempat
Pak Syarif dulu." Mendengar Jalal mau ketempat Pak Syarif, Jodha bangkit dan
memegang tangan Jalal sambil menatap tajam.
“Ada urusan
apa lagi ketempat Pak Syarif, Jalal?” Tanya Jodha dengan nada cemburu. Jalal
tertawa.
“Kau kenapa? kau cemburu lagi?” Jodha
menunduk. Malu rasanya ingin mengatakan cemburu. Tapi dia tidak bisa melihat
Jalal dirayu gadis genit itu lagi. “Biasanya kan tiap sore aku selalu kesana
membantu Beliau. Kenapa sekarang tidak boleh?”
“Tapi,....tapi
nanti kau akan bertemu lagi dengan gadis itu."
“Memangnya
kenapa kalau aku bertemu dengannya lagi? aku janji, kalau aku akan menjaga
jarak dengannya. Dia juga harus tahu kalau aku sudah punya istri yang cantik,
manis dan jaauuuhhh lebih seksi dari wanita manapun." Ucap Jalal melepaskan
tangan Jodha dengan lembut, kemudian mengusap rambutnya.
“Tapi, tetap
saja aku tidak suka.”
“Sttt.....sudahlah,
nanti malam aku ingin memberikan kejutan spesial buatmu. Jangan lupa sekalian bikinkan
wedang Jahe ya. Aku pergi dulu." Jalal bangkit dari duduknya dan keluar
ketempat Pak Syarif.
Jodha
kembali menghela nafas panjang, mencoba untuk menahan rasa cemburu yang masih
saja menggelayut didadanya, walaupun Jalal sudah mengatakan ingin memberikan
kejutan padanya. Tetapi tetap saja tidak bisa mengalahkan perasaan cemburu yang
terasa mencengkram dihatinya. Akhirnya dengan langkah berat diapun melangkah ke
dapur untuk memasak buat makan malam mereka berdua dan mengerjakan minuman
pesanan Jalal.
~~~0000~~~
Hari
beranjak sore, matahari sudah tenggelam diperaduannya dengan nyaman. Jodha
telah selesai menyiapkan untuk makan malam, kemudian mandi membersihkan diri,
setelah berpakaian dan rapi dia duduk diteras depan menunggu Jalal datang.
Detik demi
detik, menit demi menit, jam demi jam berlalu. Namun Jalal masih belum
kelihatan batang hidungnya. Jodha mulai gelisah, pikiran buruk mulai
menghantuinya lagi. Dia berdiri, melangkah mundar-mandir. Berkali-kali
dijenguknya jalan yang biasa dilewati mereka, namun tidak nampak seorang pun.
Bahkan sampai hari sudah gelap Jalal belum datang juga. Jodha menjadi sangat
cemas. Khawatir telah terjadi apa-apa dengan Jalal, dan lebih khawatir lagi kalau
Jalal mulai tertarik kepada Atifa, gadis genit penggoda itu. Bayangan Jalal dan
Atifa bercengkrama, tertawa bersama menari-nari dibenaknya.
Jodha masuk
kerumah dan duduk di depan pintu kamar dengan memeluk lutut sambil menangis
terisak-isak. Dia sudah tidak bisa mentorerir perasaan cemburu, takut dan
cemasnya membuatnya terasa sesak.
Tiba-tiba
terdengar ketukan dari pintu dan suara Jalal memanggil namanya. Jodha
tersentak, dengan cepat dia menghapus air matanya kemudian berlari membuka
pintu. Nampak Jalal berdiri dengan raut muka yang lelah. Keringat nampak
membasahi wajah dan pakaian yang dipakainya.
Jodha
langsung memeluknya dan menangis didadanya meluapkan perasaan yang sudah tidak
tertahankan lagi. Jalal kaget melihat Jodha menangis lagi.
“Sayang,
kamu kenapa ? kamu menangis lagi?” tanya Jalal membalas pelukan Jodha.
“Kau kemana
saja, Jalal? Apa kau tidak tahu aku sangat cemas memikirkanmu tidak
pulang-pulang. Aku sangat takut.” Kata Jodha masih belum mau melepaskan
pelukannya.
“Maafkan
aku Sayang, tadi aku membantu Bapak mengangkut kayu-kayu yang sudah ditebang
dan dibawa semua jadinya aku terlambat pulang karena yang dibawa banyak
sekali”. Jalal melepaskan pelukan Jodha, dihapusnya air mata itu dengan
tersenyum, “Sekarang aku sudah pulang, jadi kamu tidak usah menangis dan cemas
lagi." Bujuk Jalal. Jodha mengangguk, namun kemudian kembali menatap Jalal
dengan tajam, “Tapi, kau bertemu dengan si gadis genit itu lagi kan?” Lagi-lagi
Jodha tidak bisa menguasai rasa cemburunya yang berlebihan. Jalal tertawa.
“Ya ampun, Jodha....aku
bahkan tidak melihatnya setelah tadi siang."
“Benarkah?
kamu tidak bohongkan?” Tanya Jodha masih tidak percaya.
“Iya,
Sayangku, cintaku, pujaan hatiku. Suamimu ini tidak berbohong. Suueerr!”
kata Jalal. Tangannya mengacak-acak rambut Jodha. Jodha tersenyum senang. “Ya
sudah kalau begitu, aku mau mandi dulu ya." Jodha mengangguk. Jalal pun berlalu
menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, dan Jodha mengikutinya untuk
menyiapkan makan malam untuk mereka berdua.
Setelah
membersihkan diri dan makan malam, mereka berdua duduk santai didepan rumah
sambil menyalakan api unggun ditemani wedang jahe untuk mengusir hawa dingin
yang terasa menusuk kulit.
“Jalal."
“Hm...”
Jawab Jalal sembari menyeruput wedang jahenya.
“Katanya mau
ngasih aku kejutan, mana kejutannya?” Jalal menepuk dahinya.
“Iya, Jo...
maaf aku hampir lupa." Kata Jalal bangkit dari duduknya dan melangkah ke
samping rumah diiringi pandangan heran Jodha. Tidak lama kemudian Jalal kembali
dengan membawa sebuah gitar.
“Kamu temukan
dimana gitar itu, Jalal?” Jodha masih heran. Jalal tersenyum.
“Aku pinjam
sama Bapak, kebetulan aku lihat dikamarnya ada sebuah gitar tergantung. Katanya
itu milik anak lelakinya yang tinggal di Jakarta. Aku minta ijin meminjam
sebentar. Beliau mengijinkan, jadi tadi aku bawa kesini tapi aku sembunyikan
disamping rumah."
“Jadi
begitu?” Jodha nampak sumringah, dia mengubah posisi duduknya menghadap
kepada Jalal yang masih mengecek senar-senar gitar tersebut. “Sudah selesai belum, Jalal? lama sekali." Tanya Jodha dengan tidak sabar.
“Sabar,
Sayang...sebentar lagi." Jawab Jalal masih mencoba-coba nadanya. “Yes, sekarang
sudah siap. Kamu minta lagu apa, Jo?”
“Terserah
kamu saja, lagu apa saja aku suka kalau kamu yang memetik gitarnya." Sahut Jodha.
“Hm...baiklah
kalau begitu." Jalal mulai memetik gitar sembari memejamkan matanya sebentar.
Jodha terus menatap Jalal dengan mata tidak berkedip, rasa kagumnya tidak dapat
disembunyikannya. Senyumnya terus mengembang.
Mengalunlah
bait-bait lagu JENNA-JENNA dari bibir Jalal. (maaf kalo penulisannya salah)
Hmm Mmm...
Hmm Mmm… Hmm Mmm… Hmm Mmm… (x2)
Dehleez Pe
Mere Dil Ki, Jo Rakhe Hain Tune Kadam
sejak kau
melangkah ke pintu hatiku
Tere Naam Pe
Meri Zindagi, Likh Di Mere Humdum
ku tuliskan
hidupku ke dalam namamu
Jalal
menoleh kepada Jodha dan menatapnya dengan penuh cinta.
Haan Seekha
Maine Jeena Jeena Kaise Jeena
aku tlah
belajar bagaimana menjalani hidup
Haan Seekha
Maine Jeena Mere Humdum
aku tlah
belajar bagaimana menjalani hidup, sayangku
Na Seekha
Kabhi Jeena Jeena Kaise Jeena
sebelumnya
aku tidak pernah belajar bagaimana menjalani hidup
Na Seekha
Jeena Tere Bina Humdum
sebelumnya
aku tidak pernah belajar bagaimana menjalani hidup tanpamu oh sayangku
Dehleez Pe
Mere Dil Ki, Jo Rakhe Hain Tune Kadam
sejak kau
melangkah ke pintu hatiku
Tere Naam Pe
Meri Zindagi, Likh Di Mere Humdum
ku tuliskan
hidupku ke dalam namamu
Haan Seekha
Maine Jeena Jeena Kaise Jeena
aku tlah
belajar bagaimana menjalani hidup
Haan Seekha
Maine Jeena Mere Humdum
aku tlah
belajar bagaimana menjalani hidup, sayangku
Na Seekha
Kabhi Jeena Jeena Kaise Jeena
sebelumnya
aku tidak pernah belajar bagaimana menjalani hidup
Na Seekha
Jeena Tere Bina Humdum
sebelumnya
aku tidak pernah belajar bagaimana menjalani hidup tanpamu oh sayangku
Hmm Mmm...
Hmm Mmm… Hmm Mmm… Hmm Mmm…
Sacchi Si
Hain Yeh Taareefein, Dil Se Jo Maine Kari Hain… (x2)
segala
pujian yang kuberikan kepadamu, itu semua jujur dari lubuk hatiku
Jo Tu Mila
To Saji Hai, Duniya Meri Humdum
duniaku
terasa indah setelah ku mendapatkanmu
O Aasmaan
Mila Zameen Ko Meri
bumiku tlah
menemukan langitnya
Aadhe Aadhe
Poore Hain Hum
dan kini
semuanya terasa lengkap
Tere Naam Pe
Meri Zindagi, Likh Di Mere Humdum
ku tuliskan
hidupku ke dalam namamu
Haan Seekha
Maine Jeena Jeena Kaise Jeena
aku tlah
belajar bagaimana menjalani hidup
Haan Seekha
Maine Jeena Mere Humdum
aku tlah
belajar bagaimana menjalani hidup, sayangku
Na Seekha
Kabhi Jeena Jeena Kaise Jeena
sebelumnya
aku tidak pernah belajar bagaimana menjalani hidup
Na Seekha
Jeena Tere Bina Humdum
sebelumnya
aku tidak pernah belajar bagaimana menjalani hidup tanpamu oh sayangku
Hmm Mmm...
Hmm Mmm… Hmm Mmm… Hmm Mmm… (x2)
Lagu pun
berakhir, namun Jodha masih terpana menatap Jalal. Jalal menoleh, melihat Jodha
yang masih menatapnya.
“Bagaimana
Jo, bagus tidak?” tanya Jalal membelai pipi Jodha. Jodha tersentak, wajahnya
langsung merona. Untung suasananya temaram sehingga Jalal tidak bisa
melihatnya.
“Oh,
Jalaall...sungguh so sweet banget. Aku suka sekali.” ucap Jodha tersenyum
bahagia dan memegang kedua tangannya serta meletakkannya didepan dada. Jalal ikut
tersenyum senang.
“Syukurlah
kalau kau suka, aku pikir tadi kamu tidak suka, Jo. karena kamu diam saja."
“Aku suka
sekali, Jalal. Hm.....bolehkan aku minta kamu nyanyikan sekali lagi.
Please!”
“Baiklah, apapun
untukmu.” Jalal kembali memetik gitar dan kembali menyanyikannya sesuai
permintaan Jodha. Kali ini Jodha duduk disamping Jalal, tangannya memeluk
tangan Jalal dan menyandarkan kepalanya dibahu Jalal. Jodha memejamkan matanya
meresapi lagu tersebut.
tbc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar