Menu

Jumat, 12 Februari 2016

MIRACLE OF LOVE, PART. 13


Jalal dan Jodha berjalan mengikuti Pak Syarif. Tidak banyak barang bawaan yang mereka bawa. Karena semua barang-barang itu dititipkan di rumah Pak Syarif. Jadi mereka berdua hanya membawa masing-masing sebuah ransel kecil saja. Sekalian memudahkan untuk menempuh perjalanan menuju kota terdekat.
Jalan yang mereka lalui tidaklah mulus, terkadang harus berjalan menanjak dan menurun. Kalau tidak hati-hati maka bisa terpeleset dan jatuh. Perjalanan itu dilakukan hanya dengan jalan kaki dan menempuh perjalanan kurang lebih dua jam. Untunglah stamina mereka sudah terbiasa selama empat bulan di desa. Sehingga perjalanan seperti itu tidak menjadi masalah buat mereka.
Akhirnya sampailah mereka di kota terdekat, Pak Syarif mengantar hanya sampai disitu saja. Selanjutnya Jalal dan Jodha melanjutkan sendiri perjalanan mereka menggunakan bus.
“Nak Jalal dan Nak Jodha, Bapak hanya sampai disini saja ya mengantar kalian. Semoga suatu saat kita bisa bertemu lagi. Bapak sangat senang dengan kehadiran kalian. Semoga apa yang telah kalian dapatkan  selama didesa bisa bermanfaat buat kalian berdua nantinya. Pesan Bapak, jadilah anak yang berbakti kepada kedua orang tua kalian. Dan semoga kalian berdua sukses dan menjadi kebanggaan buat kedua orang tua kalian, kami, dan seluruh orang yang menyayangi kalian." Tutur Pak Syarif menepuk bahu Jalal dan Jodha.
“Iya Pak, segala pesan dan nasehat Bapak akan kami ingat selalu. Insya Allah suatu saat kami akan berkunjung ketempat Bapak lagi. Banyak kenangan dan pelajaran yang kami dapatkan selama disana”. Jawab Jalal.
“Kalau ada waktu senggang, mainlah ketempat kami Pak. Dengan senang hati kami menerima Bapak." Ucap Jodha mencium tangan Pak Syarif. Begitu dengan Jalal. Pak Syarif nampak terharu. Matanya berkaca-kaca.
“Insya Allah Nak, semoga suatu saat Bapak sama Ibu bisa berkunjung ketempat kalian. Kalau begitu Bapak permisi dulu. Jaga diri kalian baik-baik. Sampaikan salam kepada orang tua kalian." Kata Pak Syarif memeluk mereka berdua. Kemudian berpisah melanjutkan perjalanan masing-masing.
Jodha dan Jalal berpandangan sambil tersenyum. “Sekarang apa yang kita lakukan Jo?” tanya Jalal.
“Hm, yang pertama aku inginkan adalah......makan. Aku lapar." Kata Jodha mengusap-usap perutnya.
“Baiklah kalau begitu, kita cari restoran dulu ya." Ajak Jalal menggandeng tangan Jodha.
Kota itu memang tidak terlalu besar namun cukup ramai, karena daerah wisata banyak terdapat ditempat itu. Jalal dan Jodha memasuki sebuah restoran yang terdiri dari gazebo-gazebo dengan tempat duduk lesehan untuk menikmati hidangan. Sehingga para pelanggan tidak terganggu dengan pelanggan yang lain. Selain itu dibelakang gazebo tersebut terhampar pemandangan alam yang sangat menawan, membuat mata sangat betah menikmatinya.
Jalal dan Jodha mengambil tempat disalah satu gazebo yang paling ujung dan yang paling leluasa menikmati pemandangan. Setelah duduk tidak lama kemudian datanglah waiter yang membawakan menu makanan.
“Jalal, kamu pesan apa?” Tanya Jodha kepada Jalal yang sedang asyik dengan handphonenya. Maklumlah selama empat bulan handphonenya tidak bisa dipakai. Begitu juga dengan Jodha. Karena memang tidak ada listrik untuk mengisi baterainya. Jadilah selama empat bulan itu mereka putus hubungan sama sekali dengan dunia luar.
“Aku pesan soto ayam saja, minumnya jus jeruk." Jawab Jalal tanpa menoleh kepada Jodha yang sedang menulis menu pesanannya. Kemudian dia menulis menu untuk dirinya sendiri. Dan waiter itupun berlalu.
Tidak lama kemudian pesanan pun datang dan siap dihidangkan. Jalal yang akan meletakkan handphonenya tanpa sengaja melirik menu yang datang dan para waiter yang menyajikannya. Dia nampak heran.
“Maaf Mas, apa tidak salah anter nih pesanannya. Kami cuma berdua kenapa menunya banyak sekali?” Tanya Jalal.
“Tapi, pesanannya memang seperti itu Tuan.” kata pelayan itu menunjukkan kertas menu yang ditulis Jodha. Pandangan Jalal beralih kepada Jodha yang tersenyum meringis melihat Jalal melotot kepadanya. Para pelayan itupun berlalu pergi dari situ.
“Kenapa pesannya banyak sekali, Jo? siapa yang akan menghabiskan semua ini?” Tanya Jalal agak keras. Ternyata Jodha memesan menu banyak sekali diantaranya, soto ayam, nasi goreng, ayam goreng, kentang goreng, jus alpukat, jus melon, just jeruk, gurame asam manis, bakso juga (ada yang mau nambahin lagi? Hehehe...)
“Hm, maaf ya sayang, aku lapar banget dan juga sudah lama tidak makan makanan seperti ini, jadi aku pesan saja. Jangan marah ya, please!" Ucap Jodha menangkupkan tangannya di depan dada. Jalal menghela nafas panjang.
“Baiklah Jo, aku cuma tidak ingin makanan ini menjadi mubazir. Apa iya kamu sanggup menghabiskan semua ini." Kata Jalal melemah.
“Tenang saja, aku sudah mempersiapkan perutku." Jodha menepuk-nepuk perutnya. Jalal hanya bisa menggeleng. Kemudian diapun mengambil makanan pesanannya.
Sementara Jodha yang selama empat bulan tidak pernah melihat makanan seperti itu makan dengan lahap. “Sayang, kamu makan pelan-pelan. Seperti orang tidak pernah makan saja." Tegur Jalal. Jodha hanya tersenyum dengan mulut penuh makanan.
Tidak berapa lama makanan itupun habis tanpa sisa. Jalal hanya melongo melihat pemandangan didepannya. Dilihatnya Jodha mengelap mulutnya dan tersenyum senang.
“Benar-benar kamu ini Jo, makanan sebanyak itu hilang diperutmu, ck..ck..ck!” Jalal sampai berkali-kali menggelengkan kepalanya.
“Kan aku sudah bilang sudah mempersiapkan perutku, sekarang aku sudah puas. Ayo kita pulang." Ajak Jodha. Jalal pun mengikuti, setelah membayar mereka pun keluar dari restoran tersebut.
Jodha menarik tangan Jalal menuju sebuah salon yang lumayan mewah di daerah tersebut, karena keinginan kedua Jodha setelah keluar dari desa adalah kesalon selain makan makanan tadi. Dia meminta Jalal memotong rambut gondrongnya. Awalnya jalal menolak, namun setelah dipaksa oleh Jodha akhirnya dia mengalah dengan syarat Jodha juga tidak boleh lagi mewarnai dan merusak rambutnya. Gadis itupun menyetujuinya.
Memasuki salon Jodha langsung minta rambutnya dicreambath, facial wajah, dan sejumlah perawatan tubuh lainnya. Sedangkan Jalal hanya memotong pendek rambutnya. Sambil menunggu Jodha selesai perawatan, Jalal menghabiskan waktunya memeriksa pesan yang dikirim oleh teman-temannya. Dia tersenyum membayangkan bagaimana bingungnya teman-temannya ketika dirinya tiba-tiba menghilang tanpa jejak. Bosan dengan handphonenya dia membuka-buka majalah yang tersedia disalon itu.
Setelah sekian lama menunggu akhirnya Jodha pun selesai perawatan. Diapun segera menghampiri Jalal yang sudah menunggunya. Ketika mereka berdua bertemu dan saling bertatapan, masing-masing terpaku. Jodha terpana melihat Jalal dengan rambut dipotong pendek membuatnya tampak lebih tampan dari biasanya. Sedangkan Jalal menatap Jodha dengan penampilan baru dengan rambut rapi terurai, tampak halus, wajahnya lebih bersinar. Keduanya saling mengagumi beberapa saat.
“Kau?” keduanya bersamaan berkata kemudian sama-sama tersenyum malu.
“Kau cantik sekali sayang." Puji Jalal. Seperti yang sudah bisa diduga pipi itupun memerah. Dan dia sangat suka melihatnya.
“Kau juga kelihatan gagah dan tampan, Jalal.” Kata Jodha dengan malu-malu.
“Benarkah? Sepertinya aku membuat seseorang terpesona." Jalal tersenyum menyeringai sembari menyisir rambutnya dengan tangannya. Jodha semakin menunduk, menyembunyikan wajahnya yang merah. Memang tidak dapat dipungkiri, Jalal telah membuatnya terpesona.
“Sudah ah, ayo kita pulang. Nanti kemalaman sampai dirumah." Ajak Jalal menarik tangan Jodha. Gadis itu pun mengikutinya.
Mereka pun segera mencari bus tujuan Jakarta. Setelah membeli tiket dan masuk kedalam Bus Jodha dan Jalal mencari tempat duduk. Ternyata yang kosong hanya di belakang saja. Terpaksalah mereka duduk dibelakang. Jodha duduk dekat jendela, sedangkan Jalal disampingnya.
Tidak lama kemudian bus pun bersiap untuk berangkat, tiba-tiba masuk seorang anak remaja tanggung membawa sebuah gitar dan alat musik dari tutup botol dan duduk di kursi paling belakang disamping Jalal. Setelah beberapa saat bis berjalan anak remaja itupun mulai bergerak untuk mengamen. Anak tersebut menyanyikan beberapa buah lagu yang terpopuler. Setelah selesai diapun menyodorkan topinya untuk meminta sumbangan sukarela. Kemudian duduk kembali ke bangku belakang, nampak raut mukanya sedih. Mungkin karena pendapatannya sedikit.
Jodha memperhatikan anak tersebut. Dia menyenggol lengan Jalal. Jalal menoleh. Jodha memberikan kode dengan mulutnya kearah anak remaja disampingnya. Jalal mengikuti kode Jodha, namun dia tidak mengerti.
“Kenapa dengannya, Jo?” Tanya Jalal dengan dahi berkerut.
“Coba kau perhatikan, Jalal. Sepertinya dia lagi sedih. Coba kau tanyakan dia?” Jalal mengangguk.
“Maaf Dik, nama adik siapa?” tanya Jalal kepada anak remaja disampingnya. Anak tersebut menoleh kepada Jalal.
“Nama saya, Roni Kak." Jawab anak itu menjulurkan tangannya dan Jalal menyambutnya. “Kakak siapa?”
“Panggil saja Jalal. Dan ini Jodha." Jalal juga memperkenalkan Jodha kepada Roni.
“Salam kenal Kak Jalal dan Kak Jodha." Kata Roni sambil tersenyum. Namun senyum itu terlihat hambar. Sinar matanya tidak bisa membuang duka yang nampak jelas terlihat. Jalal dan Jodha bisa melihat itu.
“Kamu sepertinya lagi sedih, Ron?” Roni menunduk, senyumnya hilang. “Tidak apa-apa, Kak. Hanya saja aku bingung melihat pendapatan hari ini. Padahal hari ini aku harus membawa Ibu berobat, namun sepertinya hari ini kembali kami harus bersabar." Setitik air mata jatuh dipangkuannya. Jodha dan Jalal menjadi terharu.
Jodha kembali menyenggol lengan Jalal. Jalal menoleh.
“Ada apa, Jo?”
“Bagaimana kalau kita bantu dia, Jalal. Kasihan dia?” Jalal mengernyitkan keningnya.
“Dengan apa kita bantu dia?”
“Sini aku bisikkan?” Jalal mendekatkan telinganya ke mulut Jodha. Jodha membisikkan sesuatu. Jalal tersenyum geli mendengarnya. “Bagaimana Jalal? Berani tidak?” tantang Jodha.
“Hm.....Siapa takut? Ayoo!” Jalal kemudian menoleh ke arah Roni. “Ron, boleh nggak Kakak pinjam gitarmu?”
“Untuk apa Kak?” Tanya Roni masih bingung.
“Sudah, ikut saja." Roni menyerahkan gitarnya kepada Jalal.
Jalal membawa gitar tersebut ke depan dekat dengan supir bus diikuti oleh Jodha, kemudian menghadap kearah penumpang. Sedangkan Roni masih memandang mereka dengan keheranan.
“Bapak-bapak, Ibu-ibu ijinkan saya ingin menyumbangkan sebuah lagu untuk anda semua dalam rangka bantuan amal seikhlasnya untuk adik kita Roni yang saat ini sang Ibu sedang kekurangan biaya untuk berobat. Semoga keluarga beliau diberi kekuatan dan rejeki yang banyak, serta semoga beliau diberikan kesembuhan." Jalal mulai memetik gitar dan menyanyikan lagu dari Kerispatih, Tentang Sebuah Kisah, sedangkan Jodha berdiri disampingnya memandangnya.

Mereka takkan pernah tau tentang kita
Tak pernah sedikitpun pahami kisah kita
Sudahlah jangan lari, mencoba tuk bersedih
Ada aku disini mengerti perasaanmu....

Hari ini harus kukatakan aku mencintaimu
Bukan karna siapapun atau bukan karena mereka
Cinta itu butuh pengorbanan hati dan cinta tak butuh waktu yang sesaat
Jika kita bertahan cinta itu milik kita....

Jika cinta dasar dari semua ini
Hadapilah segalanya dengan lapang dada
Meski nanti pahit disana
Hari ini harus kukatakan aku mencintaimu bukan karena siapapun
Bukan karna siapapun atau bukan karena mereka
Cinta itu butuh pengorbanan hati dan cinta tak butuh waktu yang sesaat
Jika kita bertahan cinta itu milik kita....

Lagu pun berakhir namun keduanya masih belum keluar dari dunia mereka, saling tatap dengan mesra. Mereka baru tersadar ketika mendengar tepuk tangan dari para penumpang. Keduanya tersenyum malu, namun segera membungkukkan badan sebagai tanda terima kasih. Roni segera mengulurkan topinya kepada para penumpang, namun tiba-tiba ada seorang penumpang minta lagunya ditambahkan. Penumpang yang lain menyetujui, entah karena mereka menyukai suara Jalal atau ingin pemandangan didepan mereka terulang lagi. Entahlah, yang nulis belum sempat menanyakan kepada para penumpang. Hihihi....#abaikan.
Jalal menyanggupi dan menanyakan mereka ingin dinyanyikan lagu apa, salah satu penumpang ingin dinyanyikan lagu dangdut. Jalal hanya melongo saja mendengar permintaan penumpang. Karena memang dia tidak bisa menyanyi dangdut, namun bila mengiringi lagu dengan gitar dia bisa.
“Maaf, Bapak-Ibu sejujurnya saya tidak bisa menyanyikan lagu dangdut tapi kalau mengiringi lagunya dengan gitar saya bisa saja. Kalau ada diantara para penumpang sekalian yang ingin menyumbangkan lagu dangdut saya persilahkan." Pinta Jalal.
“Biar temanmu saja yang menyanyikan, dia pasti bisa tuh." Jawab penumpang yang meminta lagu dangdut tersebut menunjuk Jodha.
Jodha kaget, tidak menyangka dia akan ditunjuk untuk menyanyi lagu dangdut. “Bagaimana Jo, apa kamu bisa?” tanya Jalal.
“Hm...baiklah saya akan mencobanya." Jawab Jodha, karena memang niatnya untuk membantu Roni menggalang dana. “Tetapi sebelumnya saya mohon maaf, kalau seandainya suaranya saya ini tidak berkenan dihati para penumpang sekalian....ehem...ehem...test...test."
Jodha memberitahukan lagunya kepada Jalal, dan dengan dibantu Roni, Jalal memainkan gitarnya kembali. Sedangkan roni memainkan alat yang terdiri dari tutup botol yang cara pakainya dengan cara dihentakan di telapak tangan.
Jodha mulai menyanyikan lagu Wulan Merindu dari Cici Paramida

Sunyi sepi malam tanpa sinar bulan
Sesepi diriku sendiri dalam penantian
Tak tahan rasanya gelora dijiwa ingin segera bertemu
Duhai kekasihku,...duhai pujaanku aku rindu kepadamu

Sekian lamanya kumemendam rasa
Tak tertahan lagi rasa gundah didalam dada
Teringat dirimu terbayang kau slalu
Setiap malam-malamku

Datanglah sayangku hadirlah kasihku
Wulan ini merindumu
Betapa indahnya dunia terasa bila kau ada disisiku
Alangkah syahdunya seakan  terasa bagaikan ku dialam surga

Bawalah diriku oh sayang, ku ingin selalu bersamamu
Tak sanggup lagi diri ini berpisah denganmu kasih
Cintaku, sayangku, kasihku kuserahkan hanya  kepadamu
Semoga tuhan merestui bahagia selamanya
Berdua kita selamanya

Para penumpang dan juga Jalal terpesona mendengar suara Jodha yang terdengar mirip dengan suara asli penyanyinya. Jodha menyanyikan lagu tersebut dengan gaya joget-joget ringan. Diiringi suara geprakan dari alat musik Roni, dan juga gitar dia terlihat dia menikmati sekali suasana seperti itu. Nampak kegembiraan mengiringi senyum dan tingkahnya.
Jalal tersenyum melihat sisi lain Jodha yang nampak polos, ceria dan alami. Tidak nampak terbebani dengan keadaan. Setelah lagu berakhir, Jodha tersenyum manis kepada para penumpang dan membungkukkan badannya. Para penumpang bertepuk tangan dengan puas. Roni kembali menyodorkan topinya yang tadi urung dilakukannya. Setelah terkumpul akhirnya mereka bertiga duduk kembali dikursi belakang diiringi senyum puas penumpang.
Roni menghitung penghasilannya. Wajahnya tampak sumringah, senyum tiada henti-hentinya menghiasi wajahnya.
“Bagaimana hasilnya Ron? Dapat banyak tidak?” Tanya Jodha.
“Iya Kak, ini banyak sekali. Lima ratus ribu Kak.” Pekik Roni tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya. Tampak matanya berkaca-kaca. Diapun memeluk Jalal seraya mengucapkan terima kasih. Jalal mengangguk senang begitu juga dengan Jodha karena bisa membantu Roni.
Dipemberhentian bus Roni pamit kepada Jodha dan Jalal, kemudian menghilang di tengah keramaian kota. Bus pun terus melaju menuju Jakarta. Jodha yang tertidur menyandarkan kepalanya dibahu Jalal yang sangat menikmati moment-moment kebersamaan mereka. Karena dia tidak tahu apa yang akan terjadi nanti sesampainya dirumah.
Sore hari bus pun memasuki terminal kota, Jalal membangunkan Jodha yang tertidur.
“Jo, bangun udah sampai Jakarta nih." Jodha membuka matanya dan melihat sekeliling. Ternyata memang mereka sudah sampai terminal. Agak asing suasana begitu untuk Jodha karena memang dia tidak pernah pergi kemanapun menggunakan bus. Selalu diantar oleh supir ayahnya kalau untuk bepergian jauh keluar kota. “Ayo, kita turun. Nanti kita naik taksi saja pulang kerumah." Ajak Jalal menggandeng Jodha turun dari bis.
Ketika berjalan menuju area parkir mobil taksi, Jodha melihat depot es krim langsung saja matanya berbinar senang. Tanpa basa basi lagi dia langsung menuju kesana. Dipesannya es krim dengan cup besar. Jalal hanya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Jodha makan es krim. Namun Jodha hanya cengengesan saja sambil menikmati es krimnya. Setelah mendapatkan taksi mereka pun langsung meluncur menuju rumah Jalal.
Turun dari taksi Jodha memandang rumah dihadapannya yang berdiri dengan megah, rumah itu hampir sama besar dengan rumahnya. Membuatnya merasa rindu dengan rumahnya sendiri.
Jalal memencet bel pagar. Tidak lama kemudian keluarlah seorang wanita agak gemuk membukakan pintu pagar. Sesaat dia menatap tamunya dengan penuh tanda tanya. Seperti pernah mengenalnya, tapi dimana? Jalal tersenyum dan maklum kalau sekarang Bi Inah pangling padanya.
“Bi.” tegur Jalal. Bi Inah tampak terkejut, dia mengenal suara itu tapi orangnya berbeda. Postur tubuhnya juga tidak seperti Jalalnya yang kurus.
“Kalian siapa? Mau mencari siapa?” Tanya Bi Inah masih saja tidak mengenali Jalal.
“Bibi tidak kenal denganku? Aku Jalal Bi, masa Bibi sudah lupa."
“Nak Jalal? Tapi?” Bi Inah mendekatkan wajahnya untuk melihat Jalal lebih dekat. Dipegang-pegangnya badan Jalal. “Nak...nak Jalal? benarkah?” Tanya Bi Inah dengan senyum senang. Dipeluknya Jalal dengan gembira. Betapa dia sudah rindu sekali dengan Jalal, selama empat bulan tidak pernah bertemu.
“Iya Bi, ini aku Jalal." Jalal melepaskan pelukannya. Bi Inah masih menatapnya dengan gembira.
“Nak Jalal sekarang jauh berbeda dari sebelumnya, sekarang tampak sehat, tambah ganteng dan gagah saja." Puji Bi Inah, pandangannya beralih kepada Jodha “Ini pasti Nak Jodha ya?” Bi Inah menyalami Jodha yang menyambutnya dengan tersenyum manis.
“Iya Bi, ini Jodha. Pasti Papa sudah cerita ya Bi." Kata Jalal tersenyum.
“Iya, Bapak sudah cerita semuanya. Oh, iya ayo masuk. Pasti sekarang capek ya sudah menempuh perjalanan jauh."
"Iya Bi.”
Mereka pun masuk kerumah. Jodha hanya diam dan mengikuti sesekali memperhatikan sekelilingnya. 
 “Papa ada Bi?” Tanya Jalal
“Ada Nak, lagi diruang kerja."
“Iya Bi, kami langsung kesana saja. Ayo Sayang.” Jalal menarik tangan Jodha yang belum banyak berkomentar. Mereka menaiki tangga lantai dua menuju ruang kerja Pak Humayun. Dengan tidak sabar Jalal mengetuk pintu, terdengar suara menyuruh masuk. Jalal membuka pintu. Dilihatnya Papanya sedang duduk dibelakang meja kerjanya. Sesaat keduanya bertatapan...
“Papa.”


tbc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar