Menu

Kamis, 11 Februari 2016

MIRACLE OF LOVE, PART. 3

Setiap cinta memiliki waktunya. Jika sekarang belum saatnya, belum pantas, belum siap, maka bukan berarti itu tidak cinta.  Bersabar lebih baik.
~~~Darwis Tere Liye~~~


                Jodha baru tersadar dari lamunannya ketika mendengar klakson taksi yang sedari tadi menunggunya. Akhirnya dia pun pulang menggunakan taksi yang rupanya sebelum Jalal menolong Jodha terlebih dahulu dia mengirim sms ke taksi langganannya.
           Sesampainya di apartemennya dia segera bergegas masuk ke dalam kamarnya. Dia segera membuka kulkas dan mengambil air mineral dingin dan meminumnya beberapa teguk dan meletakkannya dimeja. Setelah pikirannya agak tenang, dia pun lantas berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Melepaskan pakaian, menyalakan shower dan membiarkan air dingin menyirami kepala dan tubuhnya. Dinginnya air membuat saraf-saraf tubuhnya terasa mengendur dan nyaman, amarah yang sejak dari diskotik hingga peristiwa yang hampir merenggut kehormatannya perlahan mulai luntur. Yang tersisa hanya perasaan tenang.
Setelah mandi dan memakai pakaian Jodha melepas penat dengan duduk di sofa sambil menonton tv. Bolak balik dipencetnya remote untuk mengganti acara tapi tidak ada satupun yang menarik perhatiannya. Pikirannya kembali melayang kepada Jalal.
“Ah, kenapa aku kembali teringat padanya? kenapa dia mau menolongku tadi, bukankah dia sangat membenciku? dan bagaimana dia bisa berada disitu?" Jodha masih terus berpikir. “Tapi, kenapa ketika aku melihatnya ketika menolongku tadi aku menjadi kasihan padanya? kenapa aku ini, kenapa aku jadi kasihan padanya? bukannya aku sejak dulu sudah membencinya? lebih baik aku tidur sajalah." Jodha pun beranjak mematikan tv dan berjalan menuju kamarnya dan merebahkan tubuhnya diranjang. Mungkin karena kelelahan akhirnya diapun tertidur pulas.

           ~~~~00000~~~~

Sementara Jalal yang berjalan meninggalkan Jodha melangkah gontai, kedua tangannya dimasukkan kedalam saku celananya, sesekali kakinya menyepak batu-batu kecil yang bersebaran dijalan. Tubuhnya yang kurus dan wajah yang tanpa ekpresi terlihat semakin memprihatinkan. Bila kakinya terasa capek karena berjalan diapun berhenti duduk dipinggir trotoar sambil menyulut rokok dan menghembusnya perlahan. Menikmati setiap hembusan asap yang keluar dari mulutnya.  Entah kenapa malam ini dia ingin sekali berjalan kaki untuk pulang kerumahnya walaupun jarak antara diskotik tadi dengan rumahnya lumayan jauh. Setelah habis rokok sebatang dia kembali melanjutkan langkahnya.
Setelah berjalan lumayan jauh akhirnya sampai Jalal didepan rumah yang besar, mewah, dan terlihat mentereng. Jalal memencet bell, tidak lama kemudian keluarlah seorang wanita setengah baya agak gemuk membukakan pagar. Dialah Bi Inah yang sudah Jalal anggap sebagai ibunya sendiri. Jalal pun tidak mau Bi Inah memanggilnya dengan panggilan Tuan Muda. Karena baginya panggilan itu terlalu formal baginya sehingga terlihat sebagai pembatas antara dia dan Bi Inah, dan Jalal sangat menyayangi layaknya ibu kandungnya sendiri.
“Nak Jalal, kok pulang jalan kaki? gak pakai mobil?” Tanya Bi Inah.
“Tidak Bi, lagi ingin jalan kaki saja. Mobilnya lagi dipakai Surya." Jawab Jalal seraya masuk kerumah.
Setelah mengunci pagar, Bi Inah segera menyusul Jalal siapa tahu Jalal ingin sesuatu.
“Nak Jalal, sudah makan apa belum? Apa perlu Bibi bikinkan kopi?” Tanya Bi Inah.
“Iya Bi, aku laper banget dari tadi siang belum makan." Jawab Jalal sambil memegang perutnya sambil meringis.
“Baik Nak Jalal, Bibi bikinkan nasi goreng kesukaan Nak Jalal ya?”
“Oke Bi, kalau begitu aku mau mandi dulu."
“Baiklah, nanti kalau sudah habis mandi makanannya sudah siap.” Ujar Bi Inah tersenyum sambil melangkah ke dapur untuk membuatkan nasi goreng kesukaan anak asuhnya. Jalal pun masuk kekamarnya untuk mandi dan membersihkan diri.
Selesai mandi dan berganti pakaian Jalal keluar menuju ruang makan dimana Bi Inah sudah menunggunya dengan nasi goreng yang siap untuk disantap. Mencium aroma nasi goreng membuat cacing diperutnya seolah demo minta jatah.
“Kenapa Bibi melihatku seperti itu?” Tanya Jalal ketika melihat Bi Inah menatapnya dengan heran.
“Apa Nak Jalal mau  keluar lagi malam ini?”
“Enggak. Kenapa memangnya Bi?” Jalal menarik kursi dan mulai duduk. Dia sudah tidak sabar untuk menikmati nasi goreng. Dengan lahap dia makan seperti orang seminggu tidak makan.
“Ah enggak, cuma heran saja sudah lama rasanya tidak pernah melihat Nak Jalal berpakaian seperti ini." Jawab Bi Inah ketika melihat Jalal memakai celana jeans pendek dan kaos tak berlengan, rambutnya disisir rapi, aksesorisnya pun dilepas. Terlihat lebih segar dan tampan meski tubuhnya terlihat kurus.
“Gak juga Bi, aku gak kemana-mana kok. Cuma ganti baju saja. Soalnya baju yang aku pakai tadi udah 3 bulan belum dicuci sampai kuman-kumannya tidak berani mampir ketubuhku." Kata Jalal sambil tertawa geli sambil menyuapkan mulutnya penuh dengan nasi goreng. Bi Inah hanya tersenyum sambil menggeleng melihat Jalal makan seperti anak kecil. Jalal memang manja kalau sudah dengan Bi Inah, hanya dengan Bi Inahlah dia berkeluh kesah, yang sangat mengerti keadaannya disaat kedua orang tuanya sudah tidak lagi memperdulikannya lagi. Rasa sakit yang dialaminya sedikit terobati dengan kasih sayang yang Bi Inah berikan.
Tidak menunggu berapa lama nasi goreng itu pun ludes. Setelah meneguk segelas air untuk menutup santap malamnya, dia menyeringai kekenyangan.
“Nasi gorengnya enak sekali Bi, rasanya lama sekali aku tidak makan nasi goreng buatan Bibi yang selalu membuatku kangen." Kata Jalal sambil menepuk-nepuk perutnya yang sedikit menggembung.
“Kan Nak Jalal jarang dirumah, coba kalau dirumah terus pasti tiap hari bisa makan masakan Bibi."
“Tapi akukan sibuk kuliah Bi, lagian biasanya kalau sudah sibuk aku lupa untuk makan."
“Nak Jalal kan bisa berangkat dari rumah."
“Susah Bi, belum lagi kalau jalan lagi macet bisa-bisa aku terlambat datang kekampus."
“Yaaahh, terserah Nak Jalal saja, yang penting Nak Jalal jangan lupa makan."
“Iya deh Bi, akan aku ingat selalu pesan Bibi. Aku kekamar dulu ya Bi, pengen istirahat." Kata Jalal sambil beranjak melangkah menuju kamarnya.
Sesampainya dikamar Jalal merebah diri di ranjang dengan posisi telungkup sambil menutup matanya. Sebentar kemudian berbalik telentang. Kemudian pindah posisi kanan, sebentar posisi kiri. Seperti orang gelisah. Dilihatnya jam sudah menunjukkan pukul 02.00 malam. Dia menghela nafas panjang. Teringat kembali pertemuannya dengan Jodha di diskotik serta sewaktu dia menolongnya dari para preman tadi.
“Seharusnya aku tidak marah seperti itu kepada Jodha, tapi kenapa rasa benci ini membuatku sesak. Kenapa aku harus membencinya? sedangkan dia tidak berbuat salah kepadaku. Oh Ibu....kenapa kau membuatku membenci orang yang tidak bersalah? kenapa kau begitu kejam padaku?” bathin Jalal terus berteriak. Dia menutup matanya tetapi bahunya terlihat terguncang menandakan dia menangis dalam diam.  Menjelang subuh akhirnya diapun tertidur dengan membawa beban yang terasa berat.

~~~~~00000~~~~~~

Paginya Jodha terbangun, kepalanya terasa pusing. Membuatnya malas untuk beranjak dari tempat tidur. Diliriknya jam sudah menunjukkan pukul 08.00 pagi. Seharusnya dia ada jadwal kuliah hari ini. 
Dreeett..dreettt.. hp nya berbunyi dengan malas dia mengambil dan melihat siapa yang menelpon. Tertera nama moti.
“Halo Moti,......hmm....yaa.....sepertinya aku tidak kuliah hari ini Mo, kepalaku pusing banget nih....iya deh aku tunggu ya." Jodha menutup pembicaraannya dan membanting hp nya ketempat tidurnya dengan malas. Dan melanjutkan tidurnya kembali.
Pukul 11.00 siang Jodha terbangun, kepalanya sudah terasa lebih enteng. Bergegas dia mandi karena Moti akan datang. Tak lama kemudian bell berbunyi. Jodha tersenyum dan membuka pintu. Tampak Moti  berdiri sambil tersenyum senang. Tangannya terlihat menenteng bungkusan.
“Haaiii...Moti..”
“Hai Jodha....” mereka berpelukan.  
“Kamu sendiri saja Mo?” tanya Jodha
“Iya Jo, mereka belum bisa datang. Masih ada jadwal kuliah Jo." Terang Moti.
“Iya deh, tidak apa-apa Mo. Ngomong-ngomong kamu bawa apa Mo? Aku laper nih.”
“Tenang saja, aku bawakan makanan kesukaanmu.”  Jawab moti sambil membuka bungkusan dan mengeluarkannya. Terlihat makanan siap saji dua potong ayam goreng tepung lengkap dengan kentang gorengnya.
“Wah Mo, ini enak sekali." Dengan tidak sabar Jodha makan dengan lahapnya karena memang dari tadi malam perutnya tidak terisi. Sebentar saja makanan tersebut telah habis, saking enaknya sampai jari-jarinya dijilat sampai bersih. Moti sampai menggeleng melihat kelakuan temannya itu. Setelah selesai makan Jodha menarik tangan Moti duduk di sofa depan tv.
“Kamu tahu tidak Moti, tadi malam pulang dari diskotik aku hampir saja di perkosa oleh 3 orang preman di jalan." Kata Jodha dengan nada sedih. Moti yang mendengar tersentak kaget.
“APA?  diperkosa?” Jodha menggangguk.
“Tapi kamu tidak apa-apakan Jo?” Moti terus mendesak.
“Tidak apa-apa Mo, ada seseorang yang menolongku. Kalau tidak ada dia entah bagaimana nasibku." Ucap Jodha sambil matanya menerawang membayangkan kembali kejadian tadi malam.
“Oh, syukurlah Jo. Kau membuatku khawatir. Tapi, ngomong-ngomong siapa yang telah menolongmu itu? Apa kau mengenalnya?”
“Di-dia Jalal yang telah menolongku Mo." Sahut Jodha dengan gugup.
“Jalal?” Moti memegang keningnya sambil berpikir. “maksudmu Jalal teman Surya itu, orang yang membuatmu marah tadi malam?” Moti terbelalak tidak percaya. Jodha mengangguk sambil menunduk.
“Tapi kenapa kamu kok gugup waktu menyebut namanya? bukankah tadi malam kau keliatan sekali sangat marah? atau jangan-jangan?” Moti mengedip-ngedipkan matanya sambil tersenyum.
“Atau jangan-jangan apa Mo?”

“Jangan-jangan kau mulai suka kepadanya Jodha?” Jodha kaget,


~~~TBC~~~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar