Jodha masih tiduran di atas tempat tidurnya.
Dari tengah malam ketika dia mendengar bisikan dari tuan mudanya sampai
sekarang dia masih belum bisa memejamkan matanya walau hanya beberapa menit
saja. Entah kenapa dia malah tidak bisa tidur. Dan....ucapan tuan mudanya
itu? apa dia tidak salah mendengar atau memang itu kenyataannya bahwa tuan
mudanya itu menyayangi dirinya. Tapi, sebagai apa? Sebagai teman? Sebagai
keluarga? Atau sebagai kekasih?
Namun, yang sepertinya mendekati kemungkinan,
mungkin sebagai teman. Jodha mengakui akhir-akhirnya ini mereka berdua sudah
agak akrab meski seringkali bertengkar, dan dia tidak berani mengambil
kesimpulan kalau tuan mudanya itu menyayanginya sebagai kekasih. Jodha tahu
diri. Tuan mudanya itu tidak akan mungkin menyukai dirinya sebagai kekasih yang
hanyalah seorang pembantu. Banyak gadis atau wanita di luar sana yang jauh
lebih baik darinya dan juga jauh lebih cantik. Apalagi sekarang prioritas
utamanya adalah lulus kuliah dan bekerja serta ingin berkumpul lagi dengan
ayahnya. Ingin sekali dia berkumpul seperti saat ibunya masih hidup, saat
ayahnya yang penuh perhatian dan lembut kepadanya. Mengingat semua kenangan itu
membuat air mata Jodha kembali menetes. Itulah kenapa dia harus mengunci
rapat-rapat hatinya agar tidak mudah jatuh cinta kepada lelaki manapun termasuk
tuan mudanya yang konon menjadi idola di kampusnya. Dia tidak peduli akan hal
itu.
Dari kejauhan terdengar sayup-sayup suara
azan menggema, Jodha bangkit dari tempat tidurnya dan duduk di pinggiran
ranjang sambil memijit pelipisnya. Kepalanya agak pusing mungkin gara-gara
tidak bisa tidur lagi dari tengah malam. Dengan mengabaikan rasa pusingnya
Jodha masuk kekamar mandi untuk memulai rutinitas paginya dan juga
kewajibannya.
Sementara Jalal yang kembali kekamarnya
setelah mengantar Jodha tidur hanya tersenyum. Entah kenapa hatinya terasa
lega setelah mengatakan perasaannya kepada Jodha meskipun gadis itu telah
tertidur. Mungkin benar apa yang dikatakan Man sahabatnya kalau dia
benar-benar telah jatuh cinta kepada Inemnya itu. Oh, astaga. Ini sangat
memalukan sekali. Bagaimana mungkin dia jatuh cinta kepada gadis yang selalu
dibully dan dikerjainya setiap waktu. Apa ini karma buatnya yang selalu mengerjai
gadis itu?
Jalal duduk di pinggir tempat tidurnya sambil
menangkup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, bahkan dalam keadaan
terpejam pun wajah Inemnya selalu muncul dengan ekspresi cemberut dan
tersenyum. Bagaimana ini? Jalal tersadar kalau selama sebulan ini dia
tidak pernah lagi datang ke club tempatnya dan sahabatnya selalu datang setiap
malam. Dia bahkan lupa kalau tidak pernah pulang dalam keadaan
mabuk.
Begitu besar pengaruh gadis itu dalam
kehidupannya. Rasanya membully gadis itu dan juga menjahilinya merupakan
kesenangan yang luar biasa melebihi kesenangannya ketika mabuk-mabukan
dulu. Jalal membaringkan tubuhnya dan berusaha untuk memejamkan
matanya. Namun, yang ada hanya gelisah yang dia rasakan. Berkali-kali dia
membolak-balikkan tubuhnya mencari posisi yang pas agar bisa
tertidur tetap saja dia tidak bisa bahkan sampai hari mulai terang
pun matanya masih terbuka.
Akhirnya dia bangkit dari posisinya dan
melangkah menuju balkon kamarnya, siapa tahu Inemnya sudah siap seperti
biasa mencuci mobil mamanya. Eh, tapi mamanya kan belum datang jadi sepertinya
Inem tidak ada acara cuci mobil segala begitu juga dengan Mang
Diman.
Namun sepertinya keberuntungan berpihak
kepadanya, dia melihat Inemnya di luar sana. Tetapi bukan mencuci mobil melainkan
sedang melakukan pemanasan sebelum melakukan jogging. Seperti biasa
menggunakan celana training pendek selutut, kaos oblong kebesaran
dan memakai sepatu olahraga serta tidak
ketinggalan earphone menempel di telinganya. Posisi Jodha
yang membelakangi Jalal membuat gadis itu tidak tahu kalau tuan mudanya itu
sedang menatap dirinya.
Jalal begitu menikmati pemandangan di bawah
sana, melihat gadis itu selalu bersemangat membuat dirinya juga ketularan
semangat bahkan ketika gadis itu tersenyum dia juga merasa ikut tersenyum. Ya,
ampun semuanya terasa begitu indah jika berkaitan dengan Inemnya. Tidak lama
kemudian Jodha selesai melakukan pemanasan dia membuka pintu gerbang dan
keluar untuk berkeliling di sekitar lingkungan komplek. Setelah Jodha
menghilang, Jalal kembali masuk dan sibuk dengan pikirannya sendiri.
Sekembalinya Jodha dari jogging dia terkejut
melihat tuan mudanya sedang duduk di ruang tamu dan menatapnya dengan tajam.
Seketika dia merasa canggung, apalagi ketika dia teringat peristiwa tadi
malam membuatnya ingin sekali menghindari pertemuan dengan tuan mudanya itu.
tetapi apa bisa?
“Tu...Tuan kok sudah ada disini sih? Tumben
sudah bangun?” sapa Jodha basa-basi ketika melihat tuan mudanya yang hanya diam
saja menatapnya.
“Kamu dari mana saja Nem? Aku cari-cari
kamu tidak ada?” tanya Jalal dengan nada ketus, padahal dia hanya ingin
menutupi hatinya yang senang melihat Inemnya sudah kembali. Jodha
mengerutkan keningnya. Tumben tuan mudanya itu mencari dirinya pagi-pagi dengan
nada tidak enak di dengar lagi.
“Saya tadi jogging Tuan. Biasa tiap pagi
begitu. Memangnya Tuan perlu apa mencari saya?” tanya Jodha masih dengan
nada sopan. Tidak baik pagi-pagi marah-marah, kata nenek itu menjauhkan rejeki.
Hehehe...
“Bikinkan aku kopi. Kepalaku pusing.”
Perintah Jalal. Jodha mengerucutkan bibirnya.
“Yee...cuma bikin kopi aja pake nunggu saya
sampai marah-marah gitu. Kan ada Bi Ijah Tuan kalau memang perlu
cepat.” Jalal menggeleng.
“Aku maunya kamu yang bikinkan. Cepet. Kopi
hitam ya. Gulanya jangan banyak-banyak, airnya harus mendidih, dan nggak pake
lama. oke?” Jodha menghela nafas pasrah. Baru saja penilaiannya terhadap
tuan mudanya itu berubah sedikit sekarang sudah kembali bergeser ke penilaian
awal. Menjengkelkan.
“Baiklah Tuan. Ada lagi yang bisa saya
kerjakan?” tanya Jodha menyindir sambil menatap tuan mudanya dengan malas.
Jalal menggeleng sambil menyembunyikan senyumnya.
Tak menunggu perintah dua kali Jodha segera
meninggalkan tuan mudanya yang berada di ruang tamu untuk membuatkannya
secangkir kopi. Terlintas di pikiran Jodha ingin minum secangkir kopi
juga, walaupun hanya secangkir kopi instant setidaknya bisa
mengurangi rasa pusing akibat tidak bisa tidur tadi malam. Pusing?
Sebentar. Kok tuan mudanya juga pusing dan selama ini sarapan pagi tidak pernah
dia meminta dibikinkan kopi. Apa dia tidak tidur tadi malam? Ah, mana mungkin.
Pikiran Jodha melayang kemana-mana. Tangannya masih memegang cangkir kopi
yang ingin di antarkannya kepada tuan mudanya. Belum sempat dia melangkah sebuah
seruan memanggilnya sudah terdengar. Jodha hanya menggerutu panjang pendek
mendengarnya.
“Inem.....cepetan.” Jodha bergegas
mengantar kopi pesanan tuan mudanya. Ternyata tuan mudanya sudah menunggu
di meja makan. Memang sih wajahnya terlihat sedikit kusut karena kurang tidur,
namun sinar jahil di wajahnya tidak bisa hilang, “lama banget sih. Sampai
karatan nungguinnya.” Jodha memutar mata malas sambil menyodorkan pesanan
tuan mudanya. Setelah itu dia beranjak ingin meninggalkan tempat itu
untuk meminum kopinya.
“Mau kemana?” Jodha berbalik menghadap tuan
mudanya yang sedang memegang cangkir kopinya sambil menatapnya.
“Mau kebelakang Tuan. Apa masih ada yang
bisa saya bantu?” tanya Jodha dengan pelan berusaha untuk tidak terpancing
emosi melihat tuan mudanya itu.
“Disini saja temani aku sarapan ya. Nggak
enak sarapan sendiri.” Jodha menggeleng.
“Maaf Tuan tidak bisa. Saya sedang banyak
kerjaan.”
“Kerjaan apa?”
“Memangnya Tuan pikir kerjaan saya apa?” kata
Jodha balik nanya dengan jengkel. Jalal terkekeh.
“Bukankah menemaniku juga kerjaan kamu
Nem?” Jodha mencibir.
“Tidak ada tertera dalam surat kontrak
kerja.” Jawab Jodha dengan asal. Jalal mengangkat sebelah alisnya.
“Kontrak kerja? Emang ada? Kalau ada kan
tinggal kita perbaharui lagi.” Jawab Jalal dengan enteng. Dia
menyesap kopinya perlahan karena panas, “kurang manis Nem. Tambahin sedikit
lagi dong gulanya.” Jodha mendengus.
“Tuan minum kopinya sambil
ngeliat wajah saya aja ya, kan wajah saya sudah manis jadi
nggak perlu nambah gula lagi. Kalau kebanyakan gula nanti tuan bisa kena
diabetes sedangkan kalau lihat saya yang manis bisa menyehatkan jiwa raga
karena manis saya alami.” Ucap Jodha dengan senyum dipaksa. Bibir Jalal
berkedut-kedut menahan ketawa mendengar ucapan Jodha.
“Kamu manis? Dilihat darimana?” tanya
Jalal sambil tertawa terbahak-bahak.
“Dari pohon toge.” Jawab Jodha ketus, membuat
ketawa Jalal semakin menjadi.
“Astaga, Inem. Sejak kapan kamu jadi kepedean
begini. Ckck....” Jalal menggelengkan kepalanya. Jodha nampak
cuek saja, “ayo sini temani aku sarapan. Iya deh nggak jadi nambah
gulanya, aku minum kopinya sambil mandangin wajah kamu aja. Makanya
sini duduk di sampingku biar aku bisa memandang wajah kamu.” Kata Jalal
sambil terkekeh, tanpa sadar Jodha ikut tertawa pelan.
“Baiklah Tuan, tunggu sebentar.” Jodha
berlalu kembali ke dapur untuk mengambil secangkir kopi instant yang
dibikinnya tadi. Tak lama kemudian dia muncul kembali dan duduk disamping tuan
mudanya.
“Tuan kenapa memandangi saya seperti itu?”
tanya Jodha merasa jengah dipandangi oleh tuan mudanya. Jalal tersenyum
miring.
“Katanya kamu manis. Tadi nyuruh aku minum
kopi sambil mandangin kamu.” Ejek Jalal. Jodha menyembunyikan
senyumnya dengan meminum kopinya. Mereka berdua kembali terdiam
sambil meminum kopi masing-masing. Berulang kali Jodha ingin menanyakan
tentang ucapan tuan mudanya tadi malam, namun selalu di urungkannya.
“Kamu kenapa Nem?” tanya Jalal ketika
melihat Jodha membuka menutup mulutnya sambil melihat ke arahnya seperti
ingin bertanya.
“Ng...nggak apa-apa Tuan.” Kembali Jalal
mengangkat sebelah alisnya.
“Tapi kamu seperti ingin mengatakan sesuatu?”
Jodha menggeleng.
“Tidak jadi.” Jawabnya dengan cepat.
“Kok gitu?”
“Nggak penting juga.” Jalal mengangguk dan
kembali menyesap kopinya.
Suasana kembali hening. Entah mengapa
keduanya merasa canggung. Tidak banyak kata yang keluar dari mulut mereka.
Padahal biasanya seperti tidak ada waktu yang terlewatkan hanya dengan
diam. Tetapi sekarang kata-kata yang begitu banyak itu seakan enggan
untuk keluar dari mulut mereka.
“Nem..” Jodha menoleh.
“Ya...”
“Kamu....pernah jatuh cinta tidak?” Jodha
mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan dari tuan mudanya itu. Namun kemudian
menggeleng.
“Kenapa Tuan bertanya seperti itu?” Jalal
menggeleng, “atau Tuan sedang jatuh cinta ya?” tebak Jodha. Jalal tersenyum
kecil sambil kembali menyesap kopinya. Wajahnya nampak sedikit
memerah.
“Nggak kok Nem. Cuma ingin tahu aja orang
jatuh cinta itu bagaimana?” tanya Jalal nampak malu-malu. Jodha tertawa dalam
hati melihat tingkah laku tuan mudanya yang malu-malu, nampak lucu seperti
kucing yang dielus-elus kepalanya dan menunduk menggemaskan.
Hahaha....
“Tapi, kok wajah Tuan merah gitu?” tunjuk
Jodha ke arah wajah tuan mudanya membuat Jalal membuang muka, “astaga, Tuan
sedang jatuh cinta ya? Benarkan Tuan? Iyakan Tuan? Iya dong.” Paksa
Jodha. Jalal menggeleng.
“Nggak ya nggak. Kok maksa sih?” bentak
Jalal, tapi malah membuat Jodha semakin tersenyum geli.
“Alah...ngaku aja Tuan. Nggak usah malu-malu
meong gitulah Tuan.” Kata Jodha menyenggol badannya ke badan
tuannya sambil terkekeh geli, “siapa nih wanita yang beruntung bisa
membuat membuat majikanku jatuh cinta?” Jalal mesam-mesem.
“Kamu
lah orangnya Nem.” Bisik hati Jalal.
“Berarti nanti kerjaanku bertambah nih.” Ucap
Jodha sambil tertunduk, bibirnya manyun. Jalal mengerutkan
keningnya.
“Kok bisa begitu? Apa hubungannya?” tanya
Jalal tidak mengerti.
“Jelas aja ada hubungannya Tuan, ntar
kalau Tuan mau kencan atau mau jalan-jalan dengan pacar Tuan kan saya juga
yang repot mengantarkannya.” Karuan saja Jalal tertawa terbahak-bahak. Ini
perempuan belum apa-apa sudah menyimpulkan sendiri jawabannya. Pikir
Jalal. Dia menggelengkan kepala mendengar perkataan Inemnya.
“Kenapa mikir seperti itu sih?” tanya Jalal
sambil mengacak pelan rambut Jodha tanpa sadar karena saking
gemasnya.
Jodha terdiam. Hal yang aneh, selama ini
tidak pernah tuan mudanya mengacak rambutnya seperti
itu. Pikirannya tentang peristiwa tadi malam semakin terus
mendesak diotaknya. Namun dia berusaha keras untuk menepis segala pikiran
tersebut.
“Ya kan biasanya gitu. Mana pernah Tuan mau
melihat saya menganggur, selalu nyuruh saya kerja ini kerja
itu. Selalu begitu kan?” Jalal tertawa.
“Inem...Inem...gimana kamu bisa menyimpulkan
secepat itu kalau aku sama kamu aja tidak tahu jatuh cinta itu seperti
apa?” Jodha menghela nafas.
“Iya sih Tuan, tapi aku pernah baca di
novel-novel tentang gejala orang sedang jatuh cinta.” Jalal menoleh dan menatap
Jodha.
“Oh ya?”
Jodha mengangguk.
“Bagaimana?”
Jodha mengetuk-ngetuk dagunya dengan jari
telunjuknya. Pandanganyan sedikit menerawang untuk mengingat-ingat.
“Hm...salah satunya adalah ingin selalu
berada di dekat orang yang kita suka, kalau sedang berjauhan rasanya ingin
selalu bertemu, terus....apalagi ya?” Jodha masih terus berpikir, sedangkan
Jalal menatap wajah gadis disampingnya itu yang sedang berpikir sambil
tersenyum. “Kenapa
sekarang Dia begitu manis dan menggemaskan sih? Dan kenapa juga Dia tidak
peka dengan perkataanku? Ya Tuhan Inem, bagaimana caranya agar kamu mengerti
isi hatiku. Ingin sekali aku mengatakannya tetapi rasanya mulut ini tak
punya daya.” Bisik hati Jalal.
“Hati selalu resah dan gelisah, bahkan
orang yang jatuh cinta seperti Tuan bisa cemburu
melihat laki-laki lain mendekati wanita yang dicintainya dan
berbicara dengannya padahal biasanya juga begitu,....apalagi ya..??” Jodha
menggeleng kepala. Jalal tersenyum geli melihat Inemnya begitu bersemangat
untuk mengingat-ngingat apa yang tertulis di novel-novel
yang dibacanya, memang apa yang dia katakan itu benar-benar sama
dengan apa yang dia rasakan saat ini. Namun, tentu saja Jalal tidak akan
mengatakannya begitu saja, “susah juga ya mengingat semuanya. Eh, tapi
apa yang sudah saya katakan itu apa memang seperti itu yang Tuan rasakan?”
tanya Jodha penasaran. Jalal tidak mengangguk juga tidak menggeleng hanya
tersenyum, “kok Tuan nggak menjawab sih?”
“Kenapa memangnya? Segitu penasarannya ya
kamu dengan perasaanku?” ledek Jalal sambil terkekeh geli.
Jodha mencebikkan mulutnya.
“Yee...nggak segitu juga kali Tuan, saya kan
hanya ingin membantu. Apa salahnya kalau memang benar begitu? Kan saya ingin
tau kriteria wanita pilihan Tuan itu seperti apa?”
“Nanti kamu juga tau gimana pilihanku.” Jawab
Jalal menghabiskan kopinya yang sudah mulai dingin.
“Tapi, saya ingin tahu sekarang Tuan. Boleh
ya?” bujuk Jodha. Namun tetap Jalal menggeleng.
“Nggak ya nggak. Nanti ada saatnya kamu akan
tahu Nem, nggak sekarang.” Ucap Jalal sambil tersenyum.
“Yaahhh....” Jodha mendesah
kesal. Mulutnya cemberut. Jalal ketawa.
“Ya sudah, aku mau mandi dulu mau berangkat
ke kampus. Kamu bareng aku lagi kan?” kata Jalal bangkit dari duduknya,
sebelum melangkah meninggalkan meja makan dia menyempatkan tangannya untuk
mengacak rambut Jodha dengan kasar membuat gadis itu mencak-mencak nggak
karuan.
“Apa yang Tuan lakukan? Kenapa sih tangannya
usil banget? Lihat tuh rambut saya jadi berantakan begini.” Kata
Jodha merapikan rambutnya. Sementara Jalal terkekeh meninggalkan Jodha yang
masih menggerutu. Namun akhirnya Jodha pun melangkah menuju kamarnya
untuk menyiapkan diri berangkat ke kampus bareng tuan mudanya lagi.
Kembali mereka berdua berangkat ke kampus
bareng, tetap saja Jodha yang menyetir. Jalal menghidupkan musik
yang nge-beat salah satunya lagu yang di bawakan oleh Pitbull ft Christina Aguilera “Feel
This Moment” dan “Titanium”
yang dibawakan David Guetta ft Sia. Jalal
ikut menyanyikan lagu tersebut, tangannya di pukul-pukulkannya di atas
pahanya dengan semangat dan kepalanya di gerak-gerakkan mengikuti
irama beat dari musik itu.
Jodha tersenyum melihat tuan mudanya yang
nampak gembira sepanjang perjalanan, sesekali tuan mudanya menoleh
kearahnya dan tersenyum manis. Agak aneh memang kelakuan tuan mudanya pagi
ini, tetapi Jodha tidak bisa menebak apa sebabnya. Apa mungkin seperti yang dia
tanyakan tadi kalau dia sedang jatuh cinta.
Kalau jatuh cinta bisa membawa kebahagiaan
seperti yang terjadi kepada tuan mudanya itu, tentu Jodha juga ingin
merasakannya. Tuan mudanya yang biasanya cerewet, jutek, sekarang nampak
seperti anak manis yang nurut dengan ibunya.
Tetapi, tetap saja Jodha belum benar-benar
berani untuk mengikuti jejak tuan mudanya untuk jatuh cinta. Tidak sebelum dia
lulus kuliah. Jodha menghela nafas. Dia harus kuat, tidak boleh
menyesali nasib, karena memang semua sudah di gariskan untuknya. Dan Jodha
yakin suatu saat kebahagiaan itu bisa di dapatkan.
Ketika memarkirkan mobil jeep tuan mudanya,
Jodha tidak langsung turun namun menatap tuan mudanya yang sedang mematikan
musiknya. Jalal merasa heran melihat Inemnya memandangnya dengan tatapan penuh
tanda tanya. Dia mengangkat sebelah alisnya membalas tatapan Jodha.
“Kenapa Nem?” tanya Jalal dengan tersenyum
simpul.
“Tuan sepertinya bahagia sekali ya pagi ini?”
sahut Jodha dengan penasaran.
“Kok tau Nem?”
Jodha mengangkat bahunya.
“Soalnya pagi ini saya menyetir seperti
membawa diskotik berjalan aja, sepertinya pemilik mobil nampak begitu
bahagia. Biasanya kan malah membunyikan musik horor, sedangkan pagi ini malah
musik beat. Anehkan?” Jalal tergelak.
“Memangnya nggak boleh ya Nem?”
“Ya bukan nggak boleh Tuan. Boleh aja, hanya
saja nggak seperti biasanya. Apa benar karena efek Tuan sedang jatuh cinta itu
ya?” kejar Jodha.
Kembali wajah Jalal memerah karena tebakan
Jodha memang benar. Gimana caranya menghindar dari pertanyaan gadis
ini pikir Jalal.
“Sudah ah, aku mau turun dulu. Nanti aku
hubungi kalau mau pulang ya.” Jawab Jalal melompat turun dari mobilnya. Jodha
hanya mengerucutkan bibirnya saja melihat tuan mudanya itu nampak menghindari
terus dari pertanyaannya sejak tadi pagi. Akhirnya dia pun ikut turun dari
mobil dan melangkah menuju kampusnya.
Diperjalanan menuju gedung fakultasnya
Jodha bertemu dengn Zeenat, sahabatnya. Mereka berdua berjalan menuju
kelas.
“Zee, aku pengen cerita sesuatu sama
kamu.” Zeenat memandang sahabatnya itu
“Cerita aja Jo. Ada apa?” Jodha terdiam
sebentar. Kemudian dia menceritakan kejadian tadi malam tentang apa yang
dilakukan tuan mudanya kepadanya dan juga tingkahnya aneh pagi ini. Zeenat
yang mendengarnya hanya melongo dengan mulut menganga karena tidak percaya.
Bahkan ketika Jodha sudah selesai bercerita dia masih menatap Jodha tanpa
berkedip.
“Zee, kamu kenapa?” tanya Jodha menggoyang
tangan Zeenat. Gadis itu mengerjap-ngerjap kedua matanya.
“Benarkah apa yang kamu ceritakan itu Jo?”
Jodha mengangguk, tiba-tiba saja Zeenat memeluk Jodha dengan erat sampai
Jodha susah untuk bernafas.
“Ya ampun Zee, sesak nih. Kenapa meluknya
jadi begini erat sih?” tanya Jodha dengan heran melihat sahabatnya nampak
kegirangan.
“Jo,...Jo....masa kamu nggak ngerti sih itu
artinya apa?” dahi Jodha mengerut mendengar ucapan Zeenat. Dia menggeleng.
“Emang artinya apa?” tanya Jodha sambil
menggaruk kepalanya. Karuan saja dahinya disentil oleh Zeenat. Jodha
meringis.
“Pantesan tuan mudamu ngasih julukan
kamu “Inem Oon” karena memang kamu itu oon. Ngerti nggak?” Jodha
cemberut.
“Ih, kamu Zee tega benar bilang aku oon. Aku
kan gak oon cuma rada telat mikir aja. Hehehe...” ucap Jodha sambil
cengengesan. Zeenat menatapnya dengan gemas.
“Itu sama aja Jo. Itu artinya Tuan
Mudamu itu falling in love sama
kamu. Ngerti?”
“Hah..” Jodha melongo, “masa sih Zee? Nggak
mungkin.” Kata Jodha sambil menggeleng.
“Apanya yang tidak mungkin sayang,
jelas-jelas kamu sendiri yang mendengar ucapannya dan juga melihat tingkahnya
seperti itu. Apalagi yang kamu ragukan hah?” Jodha terdiam.
“Benarkah? tapi selama ini dia sangat suka
membully dan membuat aku marah Zee. Kamu tahu sendirikan gimana pahitnya
ucapannya itu. Lagian kalau dia suka aku, apa yang dilihatnya dari
aku yang menarik perhatiannya? Pakai baju seksi aja tidak pernah, makai
make up juga aku nggak pernah. Terus dari sudut mana kamu bisa mengambil
kesimpulan seperti itu?” tanya Jodha sambil menggelengkan kepala.
“Dari setiap sudut Jo, sudut depan, sudut
belakang, sudut samping kiri-kanan, atas bawah.” Kata Zeenat dengan
kesal. Jodha terkekeh melihat ekspresi kesal sahabatnya.
“Aku nggak mau kegeeran Zee. Biar
seperti biasa saja, lebih mudah bagiku untuk menghadapinya.”
“Kalau memang kenyataannya Tuan Mudamu itu
suka padamu, apa yang akan kamu lakukan Jo?” Jodha diam. Dia kembali menggeleng.
“Aku tidak tahu Zee. Aku malas memikirkannya,
karena belum tentu memang dia suka sama aku.” ucap Jodha terus
mengelak.
“Terserah kau saja lah. Aku cuma ingin ngasih
pendapat aja kok.”
“Iya, aku tahu itu.”
Setelah mengikuti perkulihan dan menunggu
tuan mudanya menghubunginya Jodha dan Zeenat memutuskan untuk pergi ke
kantin kampusnya, namun di sana mereka berdua dihadang oleh fans girls
dari tuan mudanya yang bertemu di toko buku kemarin malam. Jodha menghela nafas
panjang, tuan mudanya memang mencarikannya masalah karena telah mengakui
dirinya sebagai pacarnya.
“Apalagi sih?” tanya Jodha dengan malas
ketika wanita yang bernama Rukayah itu menatapnya dengan tajam.
“Bukankah kamu sudah berjanji untuk
menjauhinya, tapi kenapa dia bilang kalau kamu itu pacarnya?”
“Mana aku tahu, tanya aja dengan orangnya
sendiri. Aku juga bingung.” Jawab Jodha sambil bersidekap di depan
dada. Sementara Rukayah menatapnya dengan sinis.
“Tidak mungkin kalau kamu tidak tahu,
dan....”Rukayah melihat Jodha dari atas kebawah untuk menilai, “....dan, gadis
seperti kamu ini ingin menjadi pacarnya? Jauh sekali. Sangat tidak cocok.”
Ejek Rukayah di sambut tertawaan teman-temannya. Sementara para pengunjung
kantin lainnya hanya menonton adegan tersebut. Jodha mengangkat sebelah
alisnya dan ikut tertawa namun tertawa sinis.
“Terus, kalau aku tidak cocok, emang
situ oke jadi bilang aku nggak pantas?” balas Jodha. Zeenat tertawa
cekikikan mendengar ucapan Jodha. Rukayah nampak
tersinggung mendengar ucapan Jodha. dia mengepal kedua tangannya menahan
amarah. Namun Jodha terlihat tenang-tenang saja. Dia bahkan tidak nampak takut
sedikitpun.
“Aku yakin kalau Jalal memilihmu hanya untuk
mempermainkanmu saja.” Ucap Rukayah geram.
“Oh ya? Terus masalahnya denganmu?” ejek
Jodha masih dengan senyumannya.
“Masalahnya kamu itu kecentilan tau, tidak
sadar dengan keadaan. Bercermin dulu sana pantas apa tidak? Dasar wanita
murahan.” bentak Rukayah sambil menunjuk Jodha. Semua mata
memandang Jodha setelah mendengar ucapan Rukayah. Bahkan Zeenat pun memandang
sahabatnya dengan khawatir, takut Jodha akan merasa tersakiti.
Ya, memang Jodha merasa sakit hati mendengar
ucapan dari Rukayah, namun dia bisa menahannya. Mungkin karena dia sudah
terbiasa dibully membuatnya seperti kuat menghadapi ucapan sepahit apapun.
Dia hanya memasang wajah datar mendengar ucapan Rukayah.
“Dengar Ruk, jangan pernah menilai orang lain
buruk sebelum kamu tahu sendiri bagaimana yang sebenarnya. Kamu menunjuk aku
dengan satu jari, tetapi ketiga jari lainnya malah menunjuk dirimu, itu artinya
bisa jadi kamu lebih buruk dari orang yang kau tunjuk. Ucapanmu bisa jadi
berbalik kepada dirimu sendiri. Aku tidak akan membantah
tuduhanmu yang mengatakan aku wanita murahan, terserah kamu
mengatakan apa. Aku tidak perduli karena aku tidak pernah menggantungkan
kehidupanku kepada orang lain apalagi sama kamu. Aku bekerja dengan
keringatku sendiri, jadi kalaupun sekarang aku menghadapi masalah seperti ini
aku anggap sebagai konsekuensi pekerjaanku.” Jodha menghela nafas sebentar, “
dan satu lagi kalau ingin mendapatkan hatinya pangeranmu, bersainglah
dengan sportif, perlihatkan bagaimana menariknya dirimu bukan dengan cara kotor
dibelakang seperti ini yang ada hanya akan membuatnya menjauh
darimu.”
PLAK..
Semua orang terkejut mendengar suara
tamparan. Nampak Jodha mengusap bibirnya yang sedikit berdarah dengan jempol
tangannya sambil tersenyum. Tidak ada tanda-tanda dia akan membalas.
“Apa yang kamu lakukan Ruk?” tanya Zeenat
dengan nada geram. Dia tidak terima sahabatnya yang tidak bersalah ditampar
seperti itu dan dia melangkah ingin mendekati Rukayah namun Jodha
menahannya.
“Nggak usah Zee, biar saja. Lagian kalau dia
puas kan dia tidak akan mengganggu lagi.” Jawab Jodha dengan tenang.
“Tapi Jo, pipi kamu merah begini dan bibir
kamu berdarah karena ulahnya dia.” Jodha menggeleng.
“Tidak apa-apa. Ini cuma masalah kecil saja.”
Akhirnya Zeenat pun pasrah meski dengan hati tidak rela.
Rukayah tersenyum sinis.
“Bagaimana? Masih kurang? Sekali lagi kamu
berani menceramahi aku akan aku tambah lagi dengan hukuman yang berikutnya.”
Ejek Rukayah. Jodha masih tersenyum.
“Aku tegaskan ya Ruk, kalau aku tidak takut
padamu. Biar seribu kali kamu menamparku itu tidak akan membuatku takut
padamu.” Kembali Rukayah emosi mendengar ucapan Jodha. Kembali tangannya
mampir di pipi Jodha. Tidak ada keluhan kesakitan pada diri Jodha, bahkan
senyumnya pun masih mengembang di bibirnya. Sekali lagi dia mengusap
bibirnya yang kembali mengalirkan darah dengan jempol tangannya. Zeenat
meringis tidak tega melihat sahabatnya itu.
“Gimana? Sudah puas belum? Kalau belum
silakan tampar lagi sampai puas?” tantang Jodha. Rukayah dan teman-temannya
diam terpaku melihat Jodha yang tidak melawan namun masih berani menantang,
“kenapa diam? takut?” ejek Jodha.
Tiba-tiba suasana diluar kantin menjadi
ramai, sontak mereka yang berada disitu menoleh ke arah pintu masuk. Nampak
Jalal di ikuti oleh Mansingh dan Surya berlari memasuki kantin. Jalal terkejut
melihat pipi Jodha merah dan di sudut
bibirnya nampak mengeluarkan darah.
“Astaga, Inem kenapa jadi begini? Siapa yang
melakukan ini kepadamu?” tanya Jalal dengan panik. Dengan segera dia mengambil
tisu yang berada di atas meja makan di kantin itu untuk membersihkan bibir
Jodha yang terluka dari darah. Tanpa dia sadari sikapnya membuat semua orang
yang berada disitu tercengang kecuali kedua sahabatnya dan juga Jodha. Bahkan
Zeenat pun tidak kalah tercengangnya melihat Jalal begitu panik melihat
keadaan sahabatnya itu.
“Tidak apa-apa Tuan, hanya masalah kecil
saja.” Ucap Jodha agar tuan mudanya tidak khawatir berlebihan.
“Apa kamu bilang? Masalah kecil? Sampai luka
begini kamu bilang masalah kecil?” bentak Jalal dengan geram. Jodha
menunduk tidak ingin membuat tuan mudanya bertambah marah.
Dengan sebelah tangan memeluk bahu Jodha dan
menghadapkan wajah gadis itu ke dadanya dia membentak semua orang yang ada
disitu. Termasuk Rukayah yang memang menampar Jodha. Jodha terdiam dengan aksi
tuan mudanya yang memeluknya, namun ketika dalam dekapan lelaki itu Jodha
merasa tenang dan terlindungi.
“Katakan siapa yang telah menyakitinya?”
tanya Jalal dengan marah. Semua orang menunduk tidak berani menentang,
bahkan kedua sahabatnya juga terdiam, “aku tanya sekali lagi, siapa yang telah
menyakiti kekasihku?”
Semua orang yang menunduk tadi langsung mendongak
dan merasa sock mendengar pernyataan dari anak pemilik universitas
tersebut. Bahkan Jodha pun ikut mendongak menatap wajah tuan mudanya yang
begitu marah. Hanya Mansingh, Surya dan Zeenat saja yang nampak tersenyum.
Karena memang mereka sudah menduga akan seperti itu.
Karena tidak ada yang menjawab,
akhirnya Zeenat menunjuk Rukayah. Gadis itu nampak ketakutan melihat
tatapan Jalal kepadanya yang begitu menyeramkan. Tidak
pernah dia melihat pemuda itu terlihat begitu marah, biasanya hanya senyum
ramah yang selalu menghiasi wajahnya. Tetapi, sekarang berubah menjadi sangat
menakutkan.
“Benar kamu yang sudah menamparnya?” tanya
Jalal dengan suara dingin tetapi menusuk. Dengan takut-takut Rukayah
mengangguk.
“Ma....maafkan aku. Aku tidak tahu kalau
dia adalah kekasihmu.” Ucap Rukayah dengan lirih.
“Seandainya dia bukan kekasihku apa kamu juga
masih akan menyakitinya?” Rukayah terdiam, “Jawab aku!” bentak Jalal. Rukayah
merasakan tubuhnya gemetar. Jodha yang melihatnya menjadi kasihan. Di
usapkannya lengan tuan mudanya itu yang tadi menunjuk-nunjuk Rukayah dengan
perlahan berharap bisa menghentikan amarahnya.
“Sudahlah Tuan, tidak usah diperpanjang
lagi masalahnya. Saya tidak apa-apa kok.” Ucap Jodha sambil tersenyum untuk Menenangkan
tuan mudanya itu.
“Tapi Nem, kalau mereka tidak diberi
pelajaran nanti akan terulang lagi kejadian seperti ini.” Jodha
menggeleng.
“Tidak usah Tuan. Saya yakin mereka tidak
akan mengulangi lagi.” Bujuk Jodha. Jalal memejamkan matanya dan
menghembuskan nafas beberapa kali.
“Baiklah.” Jodha tersenyum dan mengangguk,
“baiklah, kali aku maafkan kamu tapi jika lain kali ada kejadian seperti ini
lagi maka aku tidak akan segan-segan melaporkanmu langsung ke universitas
agar kamu di keluarkan dari kampus ini.” ancam Jalal. Rukayah mengangguk.
“I...iya... terima kasih Jalal.” Jalal
mengangguk
“Ayo Nem, kita pulang.” Ajak Jalal membimbing
Jodha keluar dari kantin tersebut di ikuti oleh sahabat mereka dan juga oleh
pandangan tidak percaya dari orang-orang yang berada di kantin
tersebut. Jodha sebenarnya merasa risih diperlakukan seperti itu oleh tuan
mudanya, sepertinya terbalik keadaannya. Masa iya majikannya yang melayaninya.
Dia melepaskan rengkuhan tangan di atas bahunya dari tuan mudanya, tetapi yang
ada malah dia dipelototin oleh pemuda itu. ketiga sahabatnya yang berjalan
dibelakang mereka berdua hanya tersenyum tingkah laku Jalal dan juga rasa
risih dari Jodha membuat mereka ingin tertawa.
Sesampainya di mobil Jalal segera
membuka pintu penumpang untuk Jodha dan menyuruhnya masuk. Jodha mengerutkan
keningnya dengan heran.
“Kok saya disini Tuan, bukankah seharusnya
saya yang nyupirin.” Tolak Jodha.
“Untuk kali ini biar aku yang menyetir. Kamu
duduk aja yang tenang disitu.” Perintah Jalal.
“Tapi Tuan, itu nggak pantes buat saya.”
Kembali Jodha menolak, membuat Jalal menjadi geram.
“Bisa nggak sih Nem, sekali-sekali menurut
tanpa protes?” bentak Jalal. Jodha hanya mengerucutkan bibirnya
mendengarnya.
“Iya...iya...gitu aja marah. Bisa nggak sih
ngomong nggak pake marah? Dikit-dikit emosi, dikit-dikit emosi. Susah ngomong
sama orang susah.” Gerutu Jodha. Jalal tersenyum dikulum mendengarnya.
“Aku dengar lo Nem.” Tegur Jalal sambil
menoleh kearah Jodha setelah duduk di belakang setir sementara Jodha hanya
melengos membuang pandangannya. Ketiga teman mereka sudah berpisah masuk ke
kendaraan meraka masing-masing.
Perlahan Jalal menjalankan jeepnya keluar
dari area kampus. Kali ini Jalal membawa jeepnya pulang
kerumah. Tidak tega dia melihat Inemnya seperti itu.
“Kamu kok nggak ngelawan sih Nem ketika
ditampar?” tanya Jalal memecah keheningan.
“Untuk apa? Lagian ini juga salah Tuan saya
sampai begini?” Jalal mengerutkan keningnya.
“Kok salah aku sih Nem?”
“Iyalah, karena Tuan sudah mengaku kalau saya
ini kekasih Tuan makanya banyak yang nggak terima dan akhirnya sayalah
yang menjadi korban.” Sahut Jodha dengan lirih.
“Tapi, apa hubungannya dengan mereka Nem?
Kita kan nggak mengganggu mereka.” Jodha mencibir.
“Itukan kata Tuan. Kata mereka lain lagi.
Mereka bilang kita nggak cocok jadi kekasih, dan saya mengakui itu. Memang
tak pantas saya berada disamping Tuan. Saya tahu diri kok, makanya saya
membiarkan Ruk menampar saya karena nggak ada gunanya juga saya
melawan.” Jalal terdiam.
Suasana menjadi hening kembali. Jodha ikut
terdiam. Tidak juga merasa menyesal karena telah mengatakan semua perasaannya
yang membuat tuan mudanya terdiam. Akan lebih baik begitu.
Sesampainya dirumah Jalal tidak langsung
memasukkan jeepnya masuk pintu gerbang, namun hanya berhenti di depan
saja.
“Tuan nggak masuk?” tanya Jodha heran.
Jalal menggeleng.
“Aku mau pergi sebentar Nem. Kamu nggak mau
ikut?” tawar Jalal. Giliran Jodha yang menggeleng.
“Maaf Tuan, saya tidak bisa kemana-mana hari
ini. Saya ingin membantu Bi Ijah memasak karena Mama sama Papanya Tuan malam
ini datang.”
“Baiklah kalau begitu. Aku pergi dulu ya.”
Jodha mengangguk. Dia pun bergegas membuka pintu mobil ketika tuan mudanya
memanggil.
“Nem...”
Dia urung menurunkan kakinya dan
berbalik menghadap pemuda itu.
“Ya Tuan..”
Jalal mengulurkan tangannya dan mengusap
lembut pipi Jodha yang masih terlihat kemerahan akibat bekas tamparan
tadi. Jempol tangannya mengusap bibir Jodha yang terlihat pecah itu. Jodha
terdiam kaku mendapat perlakuan tuan mudahnya itu.
“Maafkan aku ya. Gara-gara aku, kamu
malah jadi begini.” Kata Jalal sambil menghela nafas, kemudian dia
tersenyum. Tangannya mengelus lembut rambut Jodha, “kamu nggak benci sama
akukan?” Jodha menggeleng, “ya sudah, masuk sana. Nanti sebelum malam aku
pulang.” Ucap Jalal menepuk lembut pucuk kepala Jodha yang masih terdiam
dan gadis itu hanya menggangguk.
Dia pun turun dari jeep itu, tak lama
kemudian Jalal pun segera melaju meninggalkan Jodha setelah sempat melemparkan
senyumannya kepada gadis itu yang masih berdiri mematung menatap jeep tuan
mudanya yang mulai menghilang dari pandangan mata.
Jodha masih mencerna kejadian hari ini
yang menurutnya sungguh aneh. Tuan mudanya yang biasanya jahil
tapi sekarang seperti seorang laki-laki yang perhatian dan penuh tanggung
jawab. Apa yang terjadi sebenarnya pikirnya. Setelah beberapa lama
dia berpikir akhirnya dia menyerah dan menggeleng kepala sebelum akhirnya
dia masuk kerumah. Sore ini dia harus membantu Bi Ijah memasak dan
melupakan peristiwa hari ini.
Sementara Jalal yang sudah menyelesaikan
urusannya kembali pulang kerumah sesuai janjinya kepada Inemnya.
Mengingat gadis itu membuat Jalal lebih banyak tersenyum dan ingin cepat
kembali pulang. Sesampainya dirumah ketika akan menaiki tangga menuju
kamarnya dia mendengar suara berisik sekali dari arah dapur, seperti suara
musik. Jalal berpikir sejenak untuk mengingat jenis musik yang
di dengarnya itu. Ah, iya itu kan musik dangdut pikirnya. Tapi, siapa yang
membunyikannya begitu kencang? Karena penasaran akhirnya dia
melangkah menuju dapur, dan dia terkikik geli melihat kejadian di depan
matanya.
Sebuah ide jahil terlintas di benaknya,
dengan segera dia mengambil handphone di saku celananya dan memasang fitur
video untuk merekam peristiwa langka tersebut sambil tersenyum-senyum
geli.
Apa yang dilihatnya adalah Jodha sedang
membantu Bi Ijah memasak, namun dia membunyikan lagu dangdut dari
handphonenya yang di letakkan di atas meja pantry. Sambil bekerja dia ikut
menyanyikan lagu tersebut bahkan ikut bergoyang persis penyanyi aslinya.
Yang membuat Jalal tertawa adalah liriknya yang sepertinya di nyanyikan
dengan sepenuh hati oleh Inemnya dan juga tingkahnya yang lucu, sedangkan Bi
Ijah hanya ikut bergoyang sambil tertawa.
Jodha beraksi persis penyanyi Zaskia
Gotik yang menyanyikan lagu BANG JONO versi remix. Tangannya memegang
ulekan dari batu yang berfungsi sebagai mikrofon dan dia pun mulai
bernyanyi. (maaf ya, baru nemu lagu ini sepertinya liriknya lumayan
lucu.hehehe...)
Eee...bang
Jono kenapa kau tak pulang-pulang
Pamitnya
pergi cari uang tapi kini malah menghilang
Eee...bang
jono ternyata cuma keluyuran
Sana sini
cari hiburan lupa rumah lupa kerjaan
Kau bilang
padaku baik-baik sayang
Abang pasti
cepat pulang
Kau janjikan
aku sebongkah berlian
Sesuap
nasipun jarang
Dulu kau
janji bawa berlian untukku
Sehari
makan sekali pun tak tentu
Kau bilang
inilah kau bilang itulah
Bosan dengan
alasanmu
Kau fikir
hidup ini cuma makan batu
Kau fikir
anakmu tak butuh susu
Susu yang
inilah susu yang itulah
Susa susi
susah
Jodha menggoyangkan pantatnya seperti
penyanyinya melakukan goyang itik, Bi Ijah terkekeh melihatnya. Sesekali pipi
Bi Ijah di colek oleh Jodha.
Goyang itik
joss
Jodha dan Bi Ijah serentak
menyanyikannya dan saling membenturkan pantat mereka berdua secara
bersamaan membuat Jalal terbahak tanpa suara. Mereka berdua
tidak menyadari kalau kelakuan mereka di rekam oleh majikannya yang
super usil.
Eee...bang
jono sungguh kau tak pernah berubah
Kau obral
janji tinggal janji
Sungguh Inem
sakit hati
Jalal memegang perutnya karena ketawa,
sebelah tangannya masih setia merekam aksi mereka berdua. Barulah
ketika lagu berakhir dia menahan ketawanya dan menghentikan rekaman
itu. Namun senyumnya masih lebar melihat hasil rekaman tersebut. Jodha yang
tidak sengaja berbalik untuk memutar lagu yang lain lagi melihat tuan mudanya berdiri
menghadap ke arah mereka dengan memegang hp sambil cengar-cengir tidak
jelas.
“Tuan..” panggilnya. Jalal agak terkejut
mendengarnya. Namun kemudian dia tersenyum, “ngapain Tuan disitu?”
“Lagi lihat video dia youtube Nem. Lucu banget.” Ucap
Jalal sambil terkekeh, “kamu pengen lihat nggak Nem?”.
“Boleh.”
Jodha mendekati Tuan Mudanya dan ikut
menjulurkan kepalanya melihat video yang dilihat tuan mudanya sampai
ketawa-ketawa nggak jelas begitu. Namun, begitu melihat video yang dimaksud
dia nampak syok. Dengan mulut menganga dia menatap tuan mudanya yang tertawa
terbahak-bahak.
“Tu...Tuan....itu...?” tanya Jodha
terbata-bata.
“Lucu kan Nem videonya? Gilaaa....baru di
upload sebentar aja udah banyak yang ngelike Nem. Kamu bisa jadi artis beneran
nanti. hahahaha....” seru Jalal tanpa rasa berdosa. Dia puas melihat Jodha
yang nampak syok ketika melihat aksinya tadi langsung diupload ke
youtube.
“Tuan, please
dihapus videonya. Tolonglah Tuan. Saya malu Tuan.” Pinta Jodha dengan nada
memelas. Sungguh dia tidak menyangka kalau video itu bener-benar di upload
oleh tuan mudanya. Jalal menggeleng.
“No, tidak akan Nem. Bagus kok.” Jodha
menggeleng.
“Bagus apanya? Ayolah Tuan please!”
“Nggak ya nggak Nem. Sorry...” jawab
Jalal sambil terkekeh. Hilanglah sudah kesabaran Jodha, dengan nekat dia
menyambar handphone tuan mudanya itu namun terlambat karena Jalal
terlebih dahulu menghindar dan Jodha mengejarnya. Jadilah aksi kejar-kejaran
itu sampai ke belakang rumah. Ruang lingkup yang sempit membuat gerak
Jalal menjadi susah, dengan susah payah akhirnya Jodha pun berhasil memegang sebelah
tangan Jalal, sedangkan hp nya berada di tangan sebelahnya dengan
mengangkatnya tinggi-tinggi. Jodha sampai harus melompat-lompat untuk menggapai
hp tersebut namun selalu gagal karena memang Jalal lebih tinggi
darinya.
Gerakan Jodha terhenti ketika menyadari jarak
mereka begitu dekat bahkan dalam posisi hampir berpelukan dan
tuan mudanya sedang menatapnya. Dia terdiam kaku ketika sadar wajah mereka
sangat dekat sekali. Refleks dia memejamkan matanya ketika merasa wajah
itu semakin dekat dan......
===TBC===
Tidak ada komentar:
Posting Komentar