Menu

Jumat, 12 Februari 2016

BIARKAN AKU JATUH CINTA, PART. 6 (MENCARI JAWABAN)


Jodha masih tiduran di atas tempat tidurnya. Dari tengah malam ketika dia mendengar bisikan dari tuan mudanya sampai sekarang dia masih belum bisa memejamkan matanya walau hanya beberapa menit saja. Entah kenapa dia malah tidak bisa tidur. Dan....ucapan tuan mudanya itu? apa dia tidak salah mendengar atau memang itu kenyataannya bahwa tuan mudanya itu menyayangi dirinya. Tapi, sebagai apa? Sebagai teman? Sebagai keluarga? Atau sebagai kekasih? 
 Namun, yang sepertinya mendekati kemungkinan, mungkin sebagai teman. Jodha mengakui akhir-akhirnya ini mereka berdua sudah agak akrab meski seringkali bertengkar, dan dia tidak berani mengambil kesimpulan kalau tuan mudanya itu menyayanginya sebagai kekasih. Jodha tahu diri. Tuan mudanya itu tidak akan mungkin menyukai dirinya sebagai kekasih yang hanyalah seorang pembantu. Banyak gadis atau wanita di luar sana yang jauh lebih baik darinya dan juga jauh lebih cantik. Apalagi sekarang prioritas utamanya adalah lulus kuliah dan bekerja serta ingin berkumpul lagi dengan ayahnya. Ingin sekali dia berkumpul seperti saat ibunya masih hidup, saat ayahnya yang penuh perhatian dan lembut kepadanya. Mengingat semua kenangan itu membuat air mata Jodha kembali menetes. Itulah kenapa dia harus mengunci rapat-rapat hatinya agar tidak mudah jatuh cinta kepada lelaki manapun termasuk tuan mudanya yang konon menjadi idola di kampusnya. Dia tidak peduli akan hal itu. 
 Dari kejauhan terdengar sayup-sayup suara azan menggema, Jodha bangkit dari tempat tidurnya dan duduk di pinggiran ranjang sambil memijit pelipisnya. Kepalanya agak pusing mungkin gara-gara tidak bisa tidur lagi dari tengah malam. Dengan mengabaikan rasa pusingnya Jodha masuk kekamar mandi untuk memulai rutinitas paginya dan juga kewajibannya. 
 Sementara Jalal yang kembali kekamarnya setelah mengantar Jodha tidur hanya tersenyum. Entah kenapa hatinya terasa lega setelah mengatakan perasaannya kepada Jodha meskipun gadis itu telah tertidur. Mungkin benar apa yang dikatakan Man sahabatnya kalau dia benar-benar telah jatuh cinta kepada Inemnya itu. Oh, astaga. Ini sangat memalukan sekali. Bagaimana mungkin dia jatuh cinta kepada gadis yang selalu dibully dan dikerjainya setiap waktu. Apa ini karma buatnya yang selalu mengerjai gadis itu? 
 Jalal duduk di pinggir tempat tidurnya sambil menangkup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, bahkan dalam keadaan terpejam pun wajah Inemnya selalu muncul dengan ekspresi cemberut dan tersenyum. Bagaimana ini? Jalal tersadar kalau selama sebulan ini dia tidak pernah lagi datang ke club tempatnya dan sahabatnya selalu datang setiap malam. Dia bahkan lupa kalau tidak pernah pulang dalam keadaan mabuk.  
 Begitu besar pengaruh gadis itu dalam kehidupannya. Rasanya membully gadis itu dan juga menjahilinya merupakan kesenangan yang luar biasa melebihi kesenangannya ketika mabuk-mabukan dulu. Jalal membaringkan tubuhnya dan berusaha untuk memejamkan matanya. Namun, yang ada hanya gelisah yang dia rasakan. Berkali-kali dia membolak-balikkan tubuhnya mencari posisi yang pas agar bisa tertidur tetap saja dia tidak bisa bahkan sampai hari mulai terang pun matanya masih terbuka. 

Akhirnya dia bangkit dari posisinya dan melangkah menuju balkon kamarnya, siapa tahu Inemnya sudah siap seperti biasa mencuci mobil mamanya. Eh, tapi mamanya kan belum datang jadi sepertinya Inem tidak ada acara cuci mobil segala begitu juga dengan Mang Diman.  
 Namun sepertinya keberuntungan berpihak kepadanya, dia melihat Inemnya di luar sana. Tetapi bukan mencuci mobil melainkan sedang melakukan pemanasan sebelum melakukan jogging. Seperti biasa menggunakan celana training pendek selutut, kaos oblong kebesaran dan memakai sepatu olahraga serta tidak ketinggalan earphone  menempel di telinganya. Posisi Jodha yang membelakangi Jalal membuat gadis itu tidak tahu kalau tuan mudanya itu sedang menatap dirinya. 
 Jalal begitu menikmati pemandangan di bawah sana, melihat gadis itu selalu bersemangat membuat dirinya juga ketularan semangat bahkan ketika gadis itu tersenyum dia juga merasa ikut tersenyum. Ya, ampun semuanya terasa begitu indah jika berkaitan dengan Inemnya. Tidak lama kemudian Jodha selesai melakukan pemanasan dia membuka pintu gerbang dan keluar untuk berkeliling di sekitar lingkungan komplek. Setelah Jodha menghilang, Jalal kembali masuk dan sibuk dengan pikirannya sendiri. 
 Sekembalinya Jodha dari jogging dia terkejut melihat tuan mudanya sedang duduk di ruang tamu dan menatapnya dengan tajam. Seketika dia merasa canggung, apalagi ketika dia teringat peristiwa tadi malam membuatnya ingin sekali menghindari pertemuan dengan tuan mudanya itu. tetapi apa bisa? 
 “Tu...Tuan kok sudah ada disini sih? Tumben sudah bangun?” sapa Jodha basa-basi ketika melihat tuan mudanya yang hanya diam saja menatapnya. 
 “Kamu dari mana saja Nem? Aku cari-cari kamu tidak ada?” tanya Jalal dengan nada ketus, padahal dia hanya ingin menutupi hatinya yang senang melihat Inemnya sudah kembali. Jodha mengerutkan keningnya. Tumben tuan mudanya itu mencari dirinya pagi-pagi dengan nada tidak enak di dengar lagi. 
 “Saya tadi jogging Tuan. Biasa tiap pagi begitu. Memangnya Tuan perlu apa mencari saya?” tanya Jodha masih dengan nada sopan. Tidak baik pagi-pagi marah-marah, kata nenek itu menjauhkan rejeki. Hehehe... 
 “Bikinkan aku kopi. Kepalaku pusing.” Perintah Jalal. Jodha mengerucutkan bibirnya. 
 “Yee...cuma bikin kopi aja pake nunggu saya sampai marah-marah gitu. Kan ada Bi Ijah Tuan kalau memang perlu cepat.” Jalal menggeleng. 
 “Aku maunya kamu yang bikinkan. Cepet. Kopi hitam ya. Gulanya jangan banyak-banyak, airnya harus mendidih, dan nggak pake lama. oke?” Jodha menghela nafas pasrah. Baru saja penilaiannya terhadap tuan mudanya itu berubah sedikit sekarang sudah kembali bergeser ke penilaian awal. Menjengkelkan. 
 “Baiklah Tuan. Ada lagi yang bisa saya kerjakan?” tanya Jodha menyindir sambil menatap tuan mudanya dengan malas. Jalal menggeleng sambil menyembunyikan senyumnya.  
 Tak menunggu perintah dua kali Jodha segera meninggalkan tuan mudanya yang berada di ruang tamu untuk membuatkannya secangkir kopi. Terlintas di pikiran Jodha ingin minum secangkir kopi juga, walaupun hanya secangkir kopi instant setidaknya bisa mengurangi rasa pusing akibat tidak bisa tidur tadi malam. Pusing? Sebentar. Kok tuan mudanya juga pusing dan selama ini sarapan pagi tidak pernah dia meminta dibikinkan kopi. Apa dia tidak tidur tadi malam? Ah, mana mungkin. Pikiran Jodha melayang kemana-mana. Tangannya masih memegang cangkir kopi yang ingin di antarkannya kepada tuan mudanya. Belum sempat dia melangkah sebuah seruan memanggilnya sudah terdengar. Jodha hanya menggerutu panjang pendek mendengarnya. 
 “Inem.....cepetan.” Jodha bergegas mengantar kopi pesanan tuan mudanya. Ternyata tuan mudanya sudah menunggu di meja makan. Memang sih wajahnya terlihat sedikit kusut karena kurang tidur, namun sinar jahil di wajahnya tidak bisa hilang, “lama banget sih. Sampai karatan nungguinnya.” Jodha memutar mata malas sambil menyodorkan pesanan tuan mudanya. Setelah itu dia beranjak ingin meninggalkan tempat itu untuk meminum kopinya. 
 “Mau kemana?” Jodha berbalik menghadap tuan mudanya yang sedang memegang cangkir kopinya sambil menatapnya. 
 “Mau kebelakang Tuan. Apa masih ada yang bisa saya bantu?” tanya Jodha dengan pelan berusaha untuk tidak terpancing emosi melihat tuan mudanya itu. 
 “Disini saja temani aku sarapan ya. Nggak enak sarapan sendiri.” Jodha menggeleng. 
 “Maaf Tuan tidak bisa. Saya sedang banyak kerjaan.” 
 “Kerjaan apa?” 
 “Memangnya Tuan pikir kerjaan saya apa?” kata Jodha balik nanya dengan jengkel. Jalal terkekeh. 
 “Bukankah menemaniku juga kerjaan kamu Nem?” Jodha mencibir. 
 “Tidak ada tertera dalam surat kontrak kerja.” Jawab Jodha dengan asal.  Jalal mengangkat sebelah alisnya. 
 “Kontrak kerja? Emang ada? Kalau ada kan tinggal kita perbaharui lagi.” Jawab Jalal dengan enteng.  Dia menyesap kopinya perlahan karena panas, “kurang manis Nem. Tambahin sedikit lagi dong gulanya.” Jodha mendengus. 
 “Tuan minum kopinya sambil ngeliat wajah saya aja ya, kan wajah saya sudah manis jadi nggak perlu nambah gula lagi. Kalau kebanyakan gula nanti tuan bisa kena diabetes sedangkan kalau lihat saya yang manis bisa menyehatkan jiwa raga karena manis saya alami.” Ucap Jodha dengan senyum dipaksa. Bibir Jalal berkedut-kedut menahan ketawa mendengar ucapan Jodha. 
 “Kamu manis? Dilihat darimana?” tanya Jalal sambil tertawa terbahak-bahak. 
 “Dari pohon toge.” Jawab Jodha ketus, membuat ketawa Jalal semakin menjadi. 
 “Astaga, Inem. Sejak kapan kamu jadi kepedean begini. Ckck....” Jalal menggelengkan kepalanya. Jodha nampak cuek saja, “ayo sini temani aku sarapan. Iya deh nggak jadi nambah gulanya, aku minum kopinya sambil mandangin wajah kamu aja. Makanya sini duduk di sampingku biar aku bisa memandang wajah kamu.” Kata Jalal sambil terkekeh, tanpa sadar Jodha ikut tertawa pelan. 
 “Baiklah Tuan, tunggu sebentar.” Jodha berlalu kembali ke dapur untuk mengambil secangkir kopi instant yang dibikinnya tadi. Tak lama kemudian dia muncul kembali dan duduk disamping tuan mudanya. 
 “Tuan kenapa memandangi saya seperti itu?” tanya Jodha merasa jengah dipandangi oleh tuan mudanya. Jalal tersenyum miring. 
 “Katanya kamu manis. Tadi nyuruh aku minum kopi sambil mandangin kamu.” Ejek Jalal. Jodha menyembunyikan  senyumnya dengan meminum kopinya. Mereka berdua kembali terdiam sambil meminum kopi masing-masing. Berulang kali Jodha ingin menanyakan tentang ucapan tuan mudanya tadi malam, namun selalu di urungkannya. 
 “Kamu kenapa Nem?” tanya Jalal ketika melihat Jodha membuka menutup mulutnya sambil melihat ke arahnya seperti ingin bertanya. 
 “Ng...nggak apa-apa Tuan.” Kembali Jalal mengangkat sebelah alisnya. 
 “Tapi kamu seperti ingin mengatakan sesuatu?” Jodha menggeleng. 
 “Tidak jadi.” Jawabnya dengan cepat. 
 “Kok gitu?”  
 “Nggak penting juga.” Jalal mengangguk dan kembali menyesap kopinya. 
 Suasana kembali hening. Entah mengapa keduanya merasa canggung. Tidak banyak kata yang keluar dari mulut mereka. Padahal biasanya seperti tidak ada waktu yang terlewatkan hanya dengan diam. Tetapi sekarang kata-kata yang begitu banyak itu seakan enggan untuk keluar dari mulut mereka. 
 “Nem..” Jodha menoleh. 
 “Ya...” 
 “Kamu....pernah jatuh cinta tidak?” Jodha mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan dari tuan mudanya itu. Namun kemudian menggeleng. 
 “Kenapa Tuan bertanya seperti itu?” Jalal menggeleng, “atau Tuan sedang jatuh cinta ya?” tebak Jodha. Jalal tersenyum kecil sambil kembali menyesap kopinya. Wajahnya nampak sedikit memerah. 
 “Nggak kok Nem. Cuma ingin tahu aja orang jatuh cinta itu bagaimana?” tanya Jalal nampak malu-malu. Jodha tertawa dalam hati melihat tingkah laku tuan mudanya yang malu-malu, nampak lucu seperti kucing yang dielus-elus kepalanya dan menunduk menggemaskan. Hahaha.... 
 “Tapi, kok wajah Tuan merah gitu?” tunjuk Jodha ke arah wajah tuan mudanya membuat Jalal membuang muka, “astaga, Tuan sedang jatuh cinta ya? Benarkan Tuan? Iyakan Tuan? Iya dong.” Paksa Jodha. Jalal menggeleng. 
 “Nggak ya nggak. Kok maksa sih?” bentak Jalal, tapi malah membuat Jodha semakin tersenyum geli. 
 “Alah...ngaku aja Tuan. Nggak usah malu-malu meong gitulah Tuan.” Kata Jodha menyenggol badannya ke badan tuannya sambil terkekeh geli, “siapa nih wanita yang beruntung bisa membuat membuat majikanku jatuh cinta?”  Jalal mesam-mesem.
 Kamu lah orangnya Nem.” Bisik hati Jalal. 
 “Berarti nanti kerjaanku bertambah nih.” Ucap Jodha sambil tertunduk, bibirnya manyun. Jalal mengerutkan keningnya. 
 “Kok bisa begitu? Apa hubungannya?” tanya Jalal tidak mengerti. 
 “Jelas aja ada hubungannya Tuan, ntar kalau Tuan mau kencan atau mau jalan-jalan dengan pacar Tuan kan saya juga yang repot mengantarkannya.” Karuan saja Jalal tertawa terbahak-bahak. Ini perempuan belum apa-apa sudah menyimpulkan sendiri jawabannya. Pikir Jalal. Dia menggelengkan kepala mendengar perkataan Inemnya. 
 “Kenapa mikir seperti itu sih?” tanya Jalal sambil mengacak pelan rambut Jodha tanpa sadar karena saking gemasnya.  
 Jodha terdiam. Hal yang aneh, selama ini tidak pernah tuan mudanya mengacak rambutnya seperti itu. Pikirannya tentang peristiwa tadi malam semakin terus mendesak diotaknya. Namun dia berusaha keras untuk menepis segala pikiran tersebut. 
 “Ya kan biasanya gitu. Mana pernah Tuan mau melihat saya menganggur, selalu nyuruh saya kerja ini kerja itu. Selalu begitu kan?” Jalal tertawa. 
 “Inem...Inem...gimana kamu bisa menyimpulkan secepat itu kalau aku sama kamu aja tidak tahu jatuh cinta itu seperti apa?” Jodha menghela nafas. 
 “Iya sih Tuan, tapi aku pernah baca di novel-novel tentang gejala orang sedang jatuh cinta.” Jalal menoleh dan menatap Jodha. 
 “Oh ya?”  
 Jodha mengangguk. 
 “Bagaimana?” 
 Jodha mengetuk-ngetuk dagunya dengan jari telunjuknya. Pandanganyan sedikit menerawang untuk mengingat-ingat. 
 “Hm...salah satunya adalah ingin selalu berada di dekat orang yang kita suka, kalau sedang berjauhan rasanya ingin selalu bertemu, terus....apalagi ya?” Jodha masih terus berpikir, sedangkan Jalal menatap wajah gadis disampingnya itu yang sedang berpikir sambil tersenyum.  Kenapa sekarang Dia begitu manis dan menggemaskan sih? Dan kenapa juga Dia tidak peka dengan perkataanku? Ya Tuhan Inem, bagaimana caranya agar kamu mengerti isi hatiku. Ingin sekali aku mengatakannya tetapi rasanya mulut ini tak punya daya.” Bisik hati Jalal. 
 “Hati selalu resah dan gelisah, bahkan orang yang jatuh cinta seperti Tuan bisa cemburu melihat laki-laki lain mendekati wanita yang dicintainya dan berbicara dengannya padahal biasanya juga begitu,....apalagi ya..??” Jodha menggeleng kepala. Jalal tersenyum geli melihat Inemnya begitu bersemangat untuk mengingat-ngingat apa yang tertulis di novel-novel yang dibacanya, memang apa yang dia katakan itu benar-benar sama dengan apa yang dia rasakan saat ini. Namun, tentu saja Jalal tidak akan mengatakannya begitu saja, “susah juga ya mengingat semuanya. Eh, tapi apa yang sudah saya katakan itu apa memang seperti itu yang Tuan rasakan?” tanya Jodha penasaran. Jalal tidak mengangguk juga tidak menggeleng hanya tersenyum, “kok Tuan nggak menjawab sih?” 
 “Kenapa memangnya? Segitu penasarannya ya kamu dengan perasaanku?” ledek Jalal sambil terkekeh geli. Jodha mencebikkan mulutnya. 
 “Yee...nggak segitu juga kali Tuan, saya kan hanya ingin membantu. Apa salahnya kalau memang benar begitu? Kan saya ingin tau kriteria wanita pilihan Tuan itu seperti apa?” 
 “Nanti kamu juga tau gimana pilihanku.” Jawab Jalal menghabiskan kopinya yang sudah mulai dingin. 
 “Tapi, saya ingin tahu sekarang Tuan. Boleh ya?” bujuk Jodha. Namun tetap Jalal menggeleng. 
 “Nggak ya nggak. Nanti ada saatnya kamu akan tahu Nem, nggak sekarang.” Ucap Jalal sambil tersenyum. 
 “Yaahhh....” Jodha mendesah kesal. Mulutnya cemberut. Jalal ketawa. 
 “Ya sudah, aku mau mandi dulu mau berangkat ke kampus. Kamu bareng aku lagi kan?” kata Jalal bangkit dari duduknya, sebelum melangkah meninggalkan meja makan dia menyempatkan tangannya untuk mengacak rambut Jodha dengan kasar membuat gadis itu mencak-mencak nggak karuan. 
 “Apa yang Tuan lakukan? Kenapa sih tangannya usil banget? Lihat tuh rambut saya jadi berantakan begini.” Kata Jodha merapikan rambutnya. Sementara Jalal terkekeh meninggalkan Jodha yang masih menggerutu. Namun akhirnya Jodha pun melangkah menuju kamarnya untuk menyiapkan diri berangkat ke kampus bareng tuan mudanya lagi. 
 Kembali mereka berdua berangkat ke kampus bareng, tetap saja Jodha yang menyetir. Jalal menghidupkan musik yang  nge-beat salah satunya lagu yang di bawakan oleh Pitbull ft Christina Aguilera “Feel This Moment” dan “Titanium” yang dibawakan David Guetta ft Sia.  Jalal ikut menyanyikan lagu tersebut, tangannya di pukul-pukulkannya di atas pahanya dengan semangat dan kepalanya di gerak-gerakkan mengikuti irama beat dari musik itu. 
 Jodha tersenyum melihat tuan mudanya yang nampak gembira sepanjang perjalanan, sesekali tuan mudanya menoleh kearahnya dan tersenyum manis. Agak aneh memang kelakuan tuan mudanya pagi ini, tetapi Jodha tidak bisa menebak apa sebabnya. Apa mungkin seperti yang dia tanyakan tadi kalau dia sedang jatuh cinta. 
 Kalau jatuh cinta bisa membawa kebahagiaan seperti yang terjadi kepada tuan mudanya itu, tentu Jodha juga ingin merasakannya. Tuan mudanya yang biasanya cerewet, jutek, sekarang nampak seperti anak manis yang nurut dengan ibunya.  
 Tetapi, tetap saja Jodha belum benar-benar berani untuk mengikuti jejak tuan mudanya untuk jatuh cinta. Tidak sebelum dia lulus kuliah. Jodha menghela nafas. Dia harus kuat, tidak boleh menyesali nasib, karena memang semua sudah di gariskan untuknya. Dan Jodha yakin suatu saat kebahagiaan itu bisa di dapatkan. 
 Ketika memarkirkan mobil jeep tuan mudanya, Jodha tidak langsung turun namun menatap tuan mudanya yang sedang mematikan musiknya. Jalal merasa heran melihat Inemnya memandangnya dengan tatapan penuh tanda tanya. Dia mengangkat sebelah alisnya membalas tatapan Jodha. 
 “Kenapa Nem?” tanya Jalal dengan tersenyum simpul. 
 “Tuan sepertinya bahagia sekali ya pagi ini?” sahut Jodha dengan penasaran. 
 “Kok tau Nem?”  
 Jodha mengangkat bahunya. 
 “Soalnya pagi ini saya menyetir seperti membawa diskotik berjalan aja, sepertinya pemilik mobil nampak begitu bahagia. Biasanya kan malah membunyikan musik horor, sedangkan pagi ini malah musik beat. Anehkan?” Jalal tergelak. 
 “Memangnya nggak boleh ya Nem?” 
 “Ya bukan nggak boleh Tuan. Boleh aja, hanya saja nggak seperti biasanya. Apa benar karena efek Tuan sedang jatuh cinta itu ya?” kejar Jodha.  
 Kembali wajah Jalal memerah karena tebakan Jodha memang benar. Gimana caranya menghindar dari pertanyaan gadis ini pikir Jalal. 
 “Sudah ah, aku mau turun dulu. Nanti aku hubungi kalau mau pulang ya.” Jawab Jalal melompat turun dari mobilnya. Jodha hanya mengerucutkan bibirnya saja melihat tuan mudanya itu nampak menghindari terus dari pertanyaannya sejak tadi pagi. Akhirnya dia pun ikut turun dari mobil dan melangkah menuju kampusnya. 
 Diperjalanan menuju gedung fakultasnya Jodha bertemu dengn Zeenat, sahabatnya. Mereka berdua berjalan menuju kelas. 
 “Zee, aku pengen cerita sesuatu sama kamu.” Zeenat memandang sahabatnya itu 
 “Cerita aja Jo. Ada apa?” Jodha terdiam sebentar. Kemudian dia menceritakan kejadian tadi malam tentang apa yang dilakukan tuan mudanya kepadanya dan juga tingkahnya aneh pagi ini. Zeenat yang mendengarnya hanya melongo dengan mulut menganga karena tidak percaya. Bahkan ketika Jodha sudah selesai bercerita dia masih menatap Jodha tanpa berkedip. 
 “Zee, kamu kenapa?” tanya Jodha menggoyang tangan Zeenat. Gadis itu mengerjap-ngerjap kedua matanya. 
 “Benarkah apa yang kamu ceritakan itu Jo?” Jodha mengangguk, tiba-tiba saja Zeenat memeluk Jodha dengan erat sampai Jodha susah untuk bernafas. 
 “Ya ampun Zee, sesak nih. Kenapa meluknya jadi begini erat sih?” tanya Jodha dengan heran melihat sahabatnya nampak kegirangan. 
 “Jo,...Jo....masa kamu nggak ngerti sih itu artinya apa?” dahi Jodha mengerut mendengar ucapan Zeenat. Dia menggeleng. 
 “Emang artinya apa?” tanya Jodha sambil menggaruk kepalanya. Karuan saja dahinya disentil oleh Zeenat. Jodha meringis. 
“Pantesan tuan mudamu ngasih julukan kamu “Inem Oon” karena memang kamu itu oon. Ngerti nggak?” Jodha cemberut. 
 “Ih, kamu Zee tega benar bilang aku oon. Aku kan gak oon cuma rada telat mikir aja. Hehehe...” ucap Jodha sambil cengengesan. Zeenat menatapnya dengan gemas. 
 “Itu sama aja Jo. Itu artinya Tuan Mudamu itu falling in love sama kamu. Ngerti?” 
 “Hah..” Jodha melongo, “masa sih Zee? Nggak mungkin.” Kata Jodha sambil menggeleng. 
 “Apanya yang tidak mungkin sayang, jelas-jelas kamu sendiri yang mendengar ucapannya dan juga melihat tingkahnya seperti itu. Apalagi yang kamu ragukan hah?” Jodha terdiam. 
 “Benarkah? tapi selama ini dia sangat suka membully dan membuat aku marah Zee. Kamu tahu sendirikan gimana pahitnya ucapannya itu. Lagian kalau dia suka aku, apa yang dilihatnya dari aku yang menarik perhatiannya? Pakai baju seksi aja tidak pernah, makai make up juga aku nggak pernah. Terus dari sudut mana kamu bisa mengambil kesimpulan seperti itu?” tanya Jodha sambil menggelengkan kepala. 
 “Dari setiap sudut Jo, sudut depan, sudut belakang,  sudut samping kiri-kanan, atas bawah.” Kata Zeenat dengan kesal. Jodha terkekeh melihat ekspresi kesal sahabatnya. 
  “Aku nggak mau kegeeran Zee. Biar seperti biasa saja, lebih mudah bagiku untuk menghadapinya.”  
 “Kalau memang kenyataannya Tuan Mudamu itu suka padamu, apa yang akan kamu lakukan Jo?” Jodha diam. Dia kembali menggeleng. 
 “Aku tidak tahu Zee. Aku malas memikirkannya, karena belum tentu memang dia suka sama aku.” ucap Jodha terus mengelak. 
 “Terserah kau saja lah. Aku cuma ingin ngasih pendapat aja kok.” 
 “Iya, aku tahu itu.” 
 Setelah mengikuti perkulihan dan menunggu tuan mudanya menghubunginya Jodha dan Zeenat memutuskan untuk pergi ke kantin kampusnya, namun di sana mereka berdua dihadang oleh fans girls dari tuan mudanya yang bertemu di toko buku kemarin malam. Jodha menghela nafas panjang, tuan mudanya memang mencarikannya masalah karena telah mengakui dirinya sebagai pacarnya. 
 “Apalagi sih?” tanya Jodha dengan malas ketika wanita yang bernama Rukayah itu menatapnya dengan tajam. 
 “Bukankah kamu sudah berjanji untuk menjauhinya, tapi kenapa dia bilang kalau kamu itu pacarnya?” 
 “Mana aku tahu, tanya aja dengan orangnya sendiri. Aku juga bingung.” Jawab Jodha sambil bersidekap di depan dada. Sementara Rukayah menatapnya dengan sinis. 
 “Tidak mungkin kalau kamu tidak tahu, dan....”Rukayah melihat Jodha dari atas kebawah untuk menilai, “....dan, gadis seperti kamu ini ingin menjadi pacarnya? Jauh sekali. Sangat tidak cocok.” Ejek Rukayah di sambut tertawaan teman-temannya. Sementara para pengunjung kantin lainnya hanya menonton adegan tersebut. Jodha mengangkat sebelah alisnya dan ikut tertawa namun tertawa sinis. 
 “Terus, kalau aku tidak cocok, emang situ oke jadi bilang aku nggak pantas?” balas Jodha. Zeenat tertawa cekikikan mendengar ucapan Jodha. Rukayah  nampak tersinggung mendengar ucapan Jodha. dia mengepal kedua tangannya menahan amarah. Namun Jodha terlihat tenang-tenang saja. Dia bahkan tidak nampak takut sedikitpun. 
 “Aku yakin kalau Jalal memilihmu hanya untuk mempermainkanmu saja.” Ucap Rukayah geram.
 “Oh ya? Terus masalahnya denganmu?” ejek Jodha masih dengan senyumannya. 
 “Masalahnya kamu itu kecentilan tau, tidak sadar dengan keadaan. Bercermin dulu sana pantas apa tidak? Dasar wanita murahan.” bentak Rukayah sambil menunjuk Jodha. Semua mata memandang Jodha setelah mendengar ucapan Rukayah. Bahkan Zeenat pun memandang sahabatnya dengan khawatir, takut Jodha akan merasa tersakiti. 
 Ya, memang Jodha merasa sakit hati mendengar ucapan dari Rukayah, namun dia bisa menahannya. Mungkin karena dia sudah terbiasa dibully membuatnya seperti kuat menghadapi ucapan sepahit apapun. Dia hanya memasang wajah datar mendengar ucapan Rukayah. 
 “Dengar Ruk, jangan pernah menilai orang lain buruk sebelum kamu tahu sendiri bagaimana yang sebenarnya. Kamu menunjuk aku dengan satu jari, tetapi ketiga jari lainnya malah menunjuk dirimu, itu artinya bisa jadi kamu lebih buruk dari orang yang kau tunjuk. Ucapanmu bisa jadi berbalik kepada dirimu sendiri. Aku tidak akan membantah tuduhanmu yang mengatakan aku wanita murahan, terserah kamu mengatakan apa. Aku tidak perduli karena aku tidak pernah menggantungkan kehidupanku kepada orang lain apalagi sama kamu. Aku bekerja dengan keringatku sendiri, jadi kalaupun sekarang aku menghadapi masalah seperti ini aku anggap sebagai konsekuensi pekerjaanku.” Jodha menghela nafas sebentar, “ dan satu lagi kalau ingin mendapatkan hatinya pangeranmu, bersainglah dengan sportif, perlihatkan bagaimana menariknya dirimu bukan dengan cara kotor dibelakang seperti ini yang ada hanya akan membuatnya menjauh darimu.”  
 PLAK.. 
 Semua orang terkejut mendengar suara tamparan. Nampak Jodha mengusap bibirnya yang sedikit berdarah dengan jempol tangannya sambil tersenyum. Tidak ada tanda-tanda dia akan membalas. 
 “Apa yang kamu lakukan Ruk?” tanya Zeenat dengan nada geram. Dia tidak terima sahabatnya yang tidak bersalah ditampar seperti itu dan dia melangkah ingin mendekati Rukayah namun Jodha menahannya.  
 “Nggak usah Zee, biar saja. Lagian kalau dia puas kan dia tidak akan mengganggu lagi.” Jawab Jodha dengan tenang. 
 “Tapi Jo, pipi kamu merah begini dan bibir kamu berdarah karena ulahnya dia.” Jodha menggeleng. 
 “Tidak apa-apa. Ini cuma masalah kecil saja.” Akhirnya Zeenat pun pasrah meski dengan hati tidak rela. 
 Rukayah tersenyum sinis. 
 “Bagaimana? Masih kurang? Sekali lagi kamu berani menceramahi aku akan aku tambah lagi dengan hukuman yang berikutnya.” Ejek Rukayah. Jodha masih tersenyum. 
 “Aku tegaskan ya Ruk, kalau aku tidak takut padamu. Biar seribu kali kamu menamparku itu tidak akan membuatku takut padamu.” Kembali Rukayah emosi mendengar ucapan Jodha. Kembali tangannya mampir di pipi Jodha. Tidak ada keluhan kesakitan pada diri Jodha, bahkan senyumnya pun masih mengembang di bibirnya. Sekali lagi dia mengusap bibirnya yang kembali mengalirkan darah dengan jempol tangannya. Zeenat meringis tidak tega melihat sahabatnya itu. 
 “Gimana? Sudah puas belum? Kalau belum silakan tampar lagi sampai puas?” tantang Jodha. Rukayah dan teman-temannya diam terpaku melihat Jodha yang tidak melawan namun masih berani menantang, “kenapa diam? takut?” ejek Jodha.  
 Tiba-tiba suasana diluar kantin menjadi ramai, sontak mereka yang berada disitu menoleh ke arah pintu masuk. Nampak Jalal di ikuti oleh Mansingh dan Surya berlari memasuki kantin. Jalal terkejut melihat  pipi Jodha merah dan di sudut bibirnya nampak mengeluarkan darah.  
“Astaga, Inem kenapa jadi begini? Siapa yang melakukan ini kepadamu?” tanya Jalal dengan panik. Dengan segera dia mengambil tisu yang berada di atas meja makan di kantin itu untuk membersihkan bibir Jodha yang terluka dari darah. Tanpa dia sadari sikapnya membuat semua orang yang berada disitu tercengang kecuali kedua sahabatnya dan juga Jodha. Bahkan Zeenat pun tidak kalah tercengangnya melihat Jalal begitu panik melihat keadaan sahabatnya itu. 
 “Tidak apa-apa Tuan, hanya masalah kecil saja.” Ucap Jodha agar tuan mudanya tidak khawatir berlebihan. 
 “Apa kamu bilang? Masalah kecil? Sampai luka begini kamu bilang masalah kecil?” bentak Jalal dengan geram. Jodha menunduk tidak ingin membuat tuan mudanya bertambah marah. 
 Dengan sebelah tangan memeluk bahu Jodha dan menghadapkan wajah gadis itu ke dadanya dia membentak semua orang yang ada disitu. Termasuk Rukayah yang memang menampar Jodha. Jodha terdiam dengan aksi tuan mudanya yang memeluknya, namun ketika dalam dekapan lelaki itu Jodha merasa  tenang dan terlindungi. 
 “Katakan siapa yang telah menyakitinya?” tanya Jalal dengan marah. Semua orang menunduk tidak berani menentang, bahkan kedua sahabatnya juga terdiam, “aku tanya sekali lagi, siapa yang telah menyakiti kekasihku?” 
 Semua orang yang menunduk tadi langsung mendongak dan merasa sock mendengar pernyataan dari anak pemilik universitas tersebut. Bahkan Jodha pun ikut mendongak menatap wajah tuan mudanya yang begitu marah. Hanya Mansingh, Surya dan Zeenat saja yang nampak tersenyum. Karena memang mereka sudah menduga akan  seperti itu. 
Karena tidak ada yang menjawab, akhirnya Zeenat menunjuk Rukayah. Gadis itu nampak ketakutan melihat tatapan Jalal kepadanya yang begitu menyeramkan. Tidak pernah dia melihat pemuda itu terlihat begitu marah, biasanya hanya senyum ramah yang selalu menghiasi wajahnya. Tetapi, sekarang berubah menjadi sangat menakutkan. 
 “Benar kamu yang sudah menamparnya?” tanya Jalal dengan suara dingin tetapi menusuk. Dengan takut-takut Rukayah mengangguk. 
 “Ma....maafkan aku. Aku tidak tahu kalau dia adalah kekasihmu.” Ucap Rukayah dengan lirih.  
“Seandainya dia bukan kekasihku apa kamu juga masih akan menyakitinya?” Rukayah terdiam, “Jawab aku!” bentak Jalal. Rukayah merasakan tubuhnya gemetar. Jodha yang melihatnya menjadi kasihan. Di usapkannya lengan tuan mudanya itu yang tadi menunjuk-nunjuk Rukayah dengan perlahan berharap bisa menghentikan amarahnya. 
 “Sudahlah Tuan, tidak usah diperpanjang lagi masalahnya. Saya tidak apa-apa kok.” Ucap Jodha sambil tersenyum untuk Menenangkan tuan mudanya itu.  
 “Tapi Nem, kalau mereka tidak diberi pelajaran nanti akan terulang lagi kejadian seperti ini.” Jodha menggeleng. 
 “Tidak usah Tuan. Saya yakin mereka tidak akan mengulangi lagi.” Bujuk Jodha. Jalal memejamkan matanya dan menghembuskan nafas beberapa kali. 
 “Baiklah.” Jodha tersenyum dan mengangguk, “baiklah, kali aku maafkan kamu tapi jika lain kali ada kejadian seperti ini lagi maka aku tidak akan segan-segan melaporkanmu langsung ke universitas agar kamu di keluarkan dari kampus ini.” ancam Jalal. Rukayah mengangguk. 
 “I...iya... terima kasih Jalal.” Jalal mengangguk 
 “Ayo Nem, kita pulang.” Ajak Jalal membimbing Jodha keluar dari kantin tersebut di ikuti oleh sahabat mereka dan juga oleh pandangan tidak percaya dari orang-orang yang berada di kantin tersebut. Jodha sebenarnya merasa risih diperlakukan seperti itu oleh tuan mudanya, sepertinya terbalik keadaannya. Masa iya majikannya yang melayaninya. Dia melepaskan rengkuhan tangan di atas bahunya dari tuan mudanya, tetapi yang ada malah dia dipelototin oleh pemuda itu. ketiga sahabatnya yang berjalan dibelakang mereka berdua hanya tersenyum tingkah laku Jalal dan juga rasa risih dari Jodha membuat mereka ingin tertawa. 
 Sesampainya di mobil Jalal segera membuka pintu penumpang untuk Jodha dan menyuruhnya masuk. Jodha mengerutkan keningnya dengan heran. 
 “Kok saya disini Tuan, bukankah seharusnya saya yang nyupirin.” Tolak Jodha. 
 “Untuk kali ini biar aku yang menyetir. Kamu duduk aja yang tenang disitu.” Perintah Jalal.  
“Tapi Tuan, itu nggak pantes buat saya.” Kembali Jodha menolak, membuat Jalal menjadi geram. 
 “Bisa nggak sih Nem, sekali-sekali menurut tanpa protes?” bentak Jalal. Jodha hanya mengerucutkan bibirnya mendengarnya. 
 “Iya...iya...gitu aja marah. Bisa nggak sih ngomong nggak pake marah? Dikit-dikit emosi, dikit-dikit emosi. Susah ngomong sama orang susah.” Gerutu Jodha. Jalal tersenyum dikulum mendengarnya. 
 “Aku dengar lo Nem.” Tegur Jalal sambil menoleh kearah Jodha setelah duduk di belakang setir sementara Jodha hanya melengos membuang pandangannya. Ketiga teman mereka sudah berpisah masuk ke kendaraan meraka masing-masing. 
 Perlahan Jalal menjalankan jeepnya keluar dari area kampus. Kali ini Jalal membawa jeepnya pulang kerumah. Tidak tega dia melihat Inemnya seperti itu. 
 “Kamu kok nggak ngelawan sih Nem ketika ditampar?” tanya Jalal memecah keheningan. 
 “Untuk apa? Lagian ini juga salah Tuan saya sampai begini?” Jalal mengerutkan keningnya. 
 “Kok salah aku sih Nem?”  
 “Iyalah, karena Tuan sudah mengaku kalau saya ini kekasih Tuan makanya banyak yang nggak terima dan akhirnya sayalah yang menjadi korban.” Sahut Jodha dengan lirih.  
 “Tapi, apa hubungannya dengan mereka Nem? Kita kan nggak mengganggu mereka.” Jodha mencibir. 
 “Itukan kata Tuan. Kata mereka lain lagi. Mereka bilang kita nggak cocok jadi kekasih, dan saya mengakui itu. Memang tak pantas saya berada disamping Tuan. Saya tahu diri kok, makanya saya membiarkan Ruk menampar saya karena nggak ada gunanya juga saya melawan.” Jalal terdiam. 
 Suasana menjadi hening kembali. Jodha ikut terdiam. Tidak juga merasa menyesal karena telah mengatakan semua perasaannya yang membuat tuan mudanya terdiam. Akan lebih baik begitu.  
 Sesampainya dirumah Jalal tidak langsung memasukkan jeepnya masuk pintu gerbang, namun hanya berhenti di depan saja. 
 “Tuan nggak masuk?” tanya Jodha heran. Jalal menggeleng.  
 “Aku mau pergi sebentar Nem. Kamu nggak mau ikut?” tawar Jalal. Giliran Jodha yang menggeleng. 
 “Maaf Tuan, saya tidak bisa kemana-mana hari ini. Saya ingin membantu Bi Ijah memasak karena Mama sama Papanya Tuan malam ini datang.” 

“Baiklah kalau begitu. Aku pergi dulu ya.” Jodha mengangguk. Dia pun bergegas membuka pintu mobil ketika tuan mudanya memanggil.  
 “Nem...” 
 Dia urung menurunkan kakinya dan berbalik menghadap pemuda itu.  
 “Ya Tuan..” 
 Jalal mengulurkan tangannya dan mengusap lembut pipi Jodha yang masih terlihat kemerahan akibat bekas tamparan tadi. Jempol tangannya mengusap bibir Jodha yang terlihat pecah itu. Jodha terdiam kaku mendapat perlakuan tuan mudahnya itu. 
 “Maafkan aku ya. Gara-gara aku, kamu malah jadi begini.” Kata Jalal sambil menghela nafas, kemudian dia tersenyum. Tangannya mengelus lembut rambut Jodha, “kamu nggak benci sama akukan?” Jodha menggeleng, “ya sudah, masuk sana. Nanti sebelum malam aku pulang.” Ucap Jalal menepuk lembut pucuk kepala Jodha yang masih terdiam dan gadis itu hanya menggangguk. 
 Dia pun turun dari jeep itu, tak lama kemudian Jalal pun segera melaju meninggalkan Jodha setelah sempat melemparkan senyumannya kepada gadis itu yang masih berdiri mematung menatap jeep tuan mudanya yang mulai menghilang dari pandangan mata.  
 Jodha masih mencerna kejadian hari ini yang menurutnya sungguh aneh. Tuan mudanya yang biasanya jahil tapi sekarang seperti seorang laki-laki yang perhatian dan penuh tanggung jawab. Apa yang terjadi sebenarnya pikirnya. Setelah beberapa lama dia berpikir akhirnya dia menyerah dan menggeleng kepala sebelum akhirnya dia masuk kerumah. Sore ini dia harus membantu Bi Ijah memasak dan melupakan peristiwa hari ini. 
 Sementara Jalal yang sudah menyelesaikan urusannya kembali pulang kerumah sesuai janjinya kepada Inemnya. Mengingat gadis itu membuat Jalal lebih banyak tersenyum dan ingin cepat kembali pulang. Sesampainya dirumah ketika akan menaiki tangga menuju kamarnya dia mendengar suara berisik sekali dari arah dapur, seperti suara musik. Jalal berpikir sejenak untuk mengingat jenis musik yang di dengarnya itu. Ah, iya itu kan musik dangdut pikirnya. Tapi, siapa yang membunyikannya begitu kencang? Karena penasaran akhirnya dia melangkah menuju dapur, dan dia terkikik geli melihat kejadian di depan matanya.  
 Sebuah ide jahil terlintas di benaknya, dengan segera dia mengambil handphone di saku celananya dan memasang fitur video untuk merekam peristiwa langka tersebut sambil tersenyum-senyum geli. 
 Apa yang dilihatnya adalah Jodha sedang membantu Bi Ijah memasak, namun dia membunyikan lagu dangdut dari handphonenya yang di letakkan di atas meja pantry. Sambil bekerja dia ikut menyanyikan lagu tersebut bahkan ikut bergoyang persis penyanyi aslinya. Yang membuat Jalal tertawa adalah liriknya yang sepertinya di nyanyikan dengan sepenuh hati oleh Inemnya dan juga tingkahnya yang lucu, sedangkan Bi Ijah hanya ikut bergoyang sambil tertawa. 
 Jodha beraksi persis penyanyi Zaskia Gotik yang menyanyikan lagu BANG JONO versi remix. Tangannya memegang ulekan dari batu yang berfungsi sebagai mikrofon dan dia pun mulai bernyanyi. (maaf ya, baru nemu lagu ini sepertinya liriknya lumayan lucu.hehehe...)

Eee...bang Jono kenapa kau tak pulang-pulang 
Pamitnya pergi cari uang tapi kini malah menghilang 
Eee...bang jono ternyata cuma keluyuran 
Sana sini cari hiburan lupa rumah lupa kerjaan 

Kau bilang padaku baik-baik sayang 
Abang pasti cepat pulang 
Kau janjikan aku sebongkah berlian 
Sesuap nasipun jarang 

Dulu kau janji bawa berlian untukku 
Sehari makan sekali pun tak tentu 
Kau bilang inilah kau bilang itulah 
Bosan dengan alasanmu 

Kau fikir hidup ini cuma makan batu 
Kau fikir anakmu tak butuh susu 
Susu yang inilah susu yang itulah 
Susa susi susah 

Jodha menggoyangkan pantatnya seperti penyanyinya melakukan goyang itik, Bi Ijah terkekeh melihatnya. Sesekali pipi Bi Ijah di colek oleh Jodha.

 Goyang itik joss 

 Jodha dan Bi Ijah serentak menyanyikannya dan saling membenturkan pantat mereka berdua secara bersamaan membuat Jalal terbahak tanpa suara. Mereka berdua tidak menyadari kalau kelakuan mereka di rekam oleh majikannya yang super usil. 

Eee...bang jono sungguh kau tak pernah berubah 
Kau obral janji tinggal janji 
Sungguh Inem sakit hati 

Jalal memegang perutnya karena ketawa, sebelah tangannya masih setia merekam aksi mereka berdua. Barulah ketika lagu berakhir dia menahan ketawanya dan menghentikan rekaman itu. Namun senyumnya masih lebar melihat hasil rekaman tersebut. Jodha yang tidak sengaja berbalik untuk memutar lagu yang lain lagi melihat tuan mudanya berdiri menghadap ke arah mereka dengan memegang hp sambil cengar-cengir tidak jelas. 
 “Tuan..” panggilnya. Jalal agak terkejut mendengarnya. Namun kemudian dia tersenyum, “ngapain Tuan disitu?” 
 “Lagi lihat video dia youtube Nem. Lucu banget.” Ucap Jalal sambil terkekeh, “kamu pengen lihat nggak Nem?”. 
 “Boleh.” 
 Jodha mendekati Tuan Mudanya dan ikut menjulurkan kepalanya melihat video yang dilihat tuan mudanya sampai ketawa-ketawa nggak jelas begitu. Namun, begitu melihat video yang dimaksud dia nampak syok. Dengan mulut menganga dia menatap tuan mudanya yang tertawa terbahak-bahak. 
 “Tu...Tuan....itu...?” tanya Jodha terbata-bata. 
 “Lucu kan Nem videonya? Gilaaa....baru di upload sebentar aja udah banyak yang ngelike Nem. Kamu bisa jadi artis beneran nanti. hahahaha....” seru Jalal tanpa rasa berdosa. Dia puas melihat Jodha yang nampak syok ketika melihat aksinya tadi langsung diupload ke youtube. 
 “Tuan, please dihapus videonya. Tolonglah Tuan. Saya malu Tuan.” Pinta Jodha dengan nada memelas. Sungguh dia tidak menyangka kalau video itu bener-benar di upload oleh tuan mudanya. Jalal menggeleng. 
 “No, tidak akan Nem. Bagus kok.” Jodha menggeleng. 
 “Bagus apanya? Ayolah Tuan please!” 
 “Nggak ya nggak Nem. Sorry...” jawab Jalal sambil terkekeh. Hilanglah sudah kesabaran Jodha, dengan nekat dia menyambar handphone tuan mudanya itu  namun terlambat karena Jalal terlebih dahulu menghindar dan Jodha mengejarnya. Jadilah aksi kejar-kejaran itu sampai ke belakang rumah. Ruang lingkup yang sempit membuat gerak Jalal menjadi susah, dengan susah payah akhirnya Jodha pun berhasil memegang sebelah tangan Jalal, sedangkan hp nya berada di tangan sebelahnya dengan mengangkatnya tinggi-tinggi. Jodha sampai harus melompat-lompat untuk menggapai hp tersebut namun selalu gagal karena memang Jalal lebih tinggi darinya. 
 Gerakan Jodha terhenti ketika menyadari jarak mereka begitu dekat bahkan dalam posisi hampir berpelukan dan tuan mudanya sedang menatapnya. Dia terdiam kaku ketika sadar wajah mereka sangat dekat sekali. Refleks dia memejamkan matanya ketika merasa wajah itu semakin dekat dan...... 


===TBC=== 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar